Bab 1.Lebih baik bercerai

1175 Words
"Kualitas spermanya tidak bagus, jumlahnya juga kurang, untuk lebih pastinya saya kasih surat rujukan ke dokter urologi." Masih terngiang-ngiang di telinga Dira, bagaimana siang tadi dokter kandungannya menjelaskan hasil laboratorium milik dirinya dan sang suami. Meskipun siang tadi, ia hanya datang sendirian karena mas Bagas beralasan ada meeting penting dengan petinggi perusahaan. Penjelasan dokter siang tadi, memperjelas bahwa bukan dirinya yang bermasalah soal mendapat keturunan, melainkan suaminya. Awalnya Dira akan berbesar hati menerima kekurangan suaminya, selama ini ia juga tidak pernah menuntut ketika dirinya tidak mendapat kepuasan dalam berhubungan intim. Namun, suaminya itu dengan tidak tahu diri malah datang membawa wanita selingkuhannya ke hadapan Dira, tentu hal itu membuat ubun-ubun Dira mendidih. "Apa maksud kamu, Dira?" Mas Bagas menuntut penjelasan soal ucapan Dira barusan, ekpresinya tampak tidak terima. Dira menghela napas panjang, memicingkan mata dan melirik ke arah Diva yang sedang melototinya. "Kamu tanyakan saja pada selingkuhanmu itu, benarkah anak dalam kandungannya itu adalah anakmu, atau justru anak laki-laki lain! Ups!" Dira tersenyum puas, berhasil membuat Diva marah dan kalang kabut karena pernyataannya yang memancing spekulasi negatif tentangnya. "Siapa tahu, bukan cuma kamu yang tidur dengannya, 'kan?" "Indira!" Diva spontan menggebrak meja, napasnya menggebu-gebu. "Jangan asal bicara kamu! Memangnya kamu tahu apa? Jelas-jelas ini anak Mas Bagas, bisa-bisanya kamu berucap seperti itu! Kamu sengaja, 'kan? Kamu pikir dengan kamu bilang begitu, kamu bisa bikin Mas Bagas berubah pikiran, hah? Nggak Dira!" tukas Diva penuh percaya diri kalau mas Bagas akan memihaknya. "Mas Bagas tidak sebodoh itu, dia mana mungkin percaya dengan ucapan kamu yang bulshit!" Dira memutar bola mata, muak. Ia ingin cepat pergi dari hadapan dua mahluk menjijikkan yang membuatnya ingin muntah. "Justru itu, karena aku tahu sebenarnya Mas Bagas nggak bego-bego banget, harusnya dia nggak percaya begitu saja kalau anak itu," Dira mengedikkan mata menunjuk perut Diva yang masih tampak rata di balik stelan mini dress, "anaknya. Bisa saja, 'kan, itu anak pacar kamu yang lain, secara track record kamu benar-benar menyedihkan, Diva. Kamu lupa? Aku lebih mengenal kamu ketimbang Mas Bagas, dia nggak tahu sepenuhnya tentang kamu!" balas Dira, tatapannya merendahkan Diva, seolah sorot matanya menjatuhkan harga diri Diva sejatuh-jatuhnya. "Kamu–" Diva berniat melayangkan clutch hitam miliknya ke arah Dira, tapi dengan cepat mas Bagas menahannya. "Mas!" Tentu saja Diva kesal bukan main, tidak terima karena secara tidak langsung mas Bagas melindungi Dira. "Cukup Diva!" sergah mas Bagas, menyuruh Diva kembali duduk dengan sekali sentak. Diva bersungut-sungut, amarahnya kian menggebu-gebu. Kebenciannya semakin berkobar, tatapan sengit terpancar menghunus Dira yang tampak tidak peduli dengan keduanya. "Dira, aku belum selesai." Mas Bagas kembali menahan Dira, ketika istrinya itu sudah akan melangkah pergi. "Lepasin aku, Mas! Aku jijik sama kamu!" Dira menghempas tangan mas Bagas dari pergelangan tangannya. "Keputusan aku sudah bulat, aku mau bercerai dari kamu, Mas! Aku nggak sudi punya suami laknat kayak kamu!" Mas Bagas mengusap kasar wajahnya, tampak menyesal karena tidak menyangka kalau Dira memilih bercerai darinya. Sementara ia sendiri belum siap melepas Dira, rasa cintanya buat Dira masih sangat besar. Namun, tuntutan punya anak membuat akal sehatnya lenyap dan memilih jalan pintas. Seharusnya memang ia tidak berselingkuh dengan Diva, harusnya sejak awal ia menyudahi kesalahan di antara mereka. Namun, nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terlanjur terjadi. Tidak ada yang bisa mas Bagas rubah, kesalahannya telah membuat ia kehilangan Indira. *** Tengah malam, luntang-lantung di trotoar sambil menggeret koper besar. Tidak pernah sedikit pun Dira membayangkan hal itu terjadi kepadanya, meski kenyataannya saat ini seperti itulah yang sedang ia jalani. Berjalan tidak tentu arah, tidak punya tujuan dan kebingungan. Harusnya malam ini, ia sedang tidur nyenyak di atas kasur empuk berukuran king, berselimutkan selimut tebal. Bukannya malah menggigil kedinginan karena udara malam yang serasa menusuk kulit. Padahal Dira sudah memakai sweater tebal. "Apa aku nginep di hotel aja kali ya, dari pada luntang-lantung begini!" monolog Dira pada dirinya sendiri, baru terpikirkan. Sedari tadi otaknya dipenuhi emosi, sehingga Dira tidak bisa berpikir jernih. Bahkan ia saja baru sadar sudah berjalan jauh meninggalkan komplek perumahan. Dira memutuskan berhenti di halte, mengistirahatkan kakinya yang letih berjalan jauh, sekaligus menunggu taksi lewat. Beruntung ia masih punya sisa uang cash di dompet, cukup untuk membayar taksi dan menyewa kamar hotel. Dira duduk termenung, pikirannya dengan cepat terbawa arus. Memori-memori di dalam isi kepalanya berseliweran, saling berebut untuk mengingatkan Dira. Termasuk memori kejadian malam seminggu yang lalu, ketika ia dan mas Bagas makan malam di rumah ibu mertuanya. "Kamu belum hamil juga, Dira!" Masih teringat jelas bagaimana ekspresi ibu mas Bagas saat mengucapkan pertanyaan tersebut. "Udah tahun ke sepuluh, masih belum isi juga! Jangan-jangan kamu mandul, Dira!" Alasan Dira bersikeras memaksa mas Bagas ikut cek laboratorium, karena ia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak mandul seperti yang dokter kandungannya bilang setiap kali Dira kontrol untuk program hamil. Sebenarnya Dira sudah lama melangsungkan program hamil, tapi selama ini mas Bagas enggan diajak ikut, hal itu membuat prosesnya tampak sia-sia saja. Hingga akhirnya mas Bagas mau setelah Dira mengancam akan bercerai jika mas Bagas tidak mau ikut kontrol. Dira tersenyum miring, mengingat bagaimana sang ibu mertua menyudutkannya. Seandainya saja ibu mertuanya tahu kalau anaknyalah yang bermasalah, pasti beliau akan sangat malu. Sayang Dira tidak bisa melihat ekspresi itu, karena ia memutuskan untuk tidak berjumpa lagi dengan mas Bagas maupun keluarganya. Sudah cukup selama sepuluh tahun ini Dira tersiksa, tertekan batin, sekarang ia ingin bebas menikmati hidup tanpa bayang-bayang mereka. Apakah Dira menyesal dengan perceraiannya? Tentu saja iya, bagaimanapun ia tulus cinta sama mas Bagas. Walaupun rasa cinta itu memang sudah berangsur-angsur pudar karena kelakuannya yang bejat. "Mending kamu nikah lagi aja Bagas, ibu bisa carikan calon yang pas buat kamu, banyak anak teman-teman arisan ibu yang masih single. Mereka pasti mau sama kamu, secara kan sekarang kamu manager." "Cuih!" Dira mencibir, mengingat bagaimana ibu mertuanya begitu membanggakan anaknya yang baru naik pangkat jadi manager di perusahaan. "Buah emang jatuh tidak jauh dari pohonnya, anak sama ibu sama saja, sama-sama gila!" gerutu Dira, mengutuk seluruh ingatan tentang mas Bagas dan keluarganya. "Kamu emang cocok buat mas Bagas, Diva. Kalian sama-sama menyedihkan!" Dira masih tampak geram, menatap layar ponselnya di mana ia sedang menatap foto pernikahannya dulu dan ada Diva sebagai bridesmaid-nya. "Aku nggak nyangka kamu bisa sepicik ini! Benar-benar nggak nyangka kalau kamu emang wanita ular!" Dira terus memaki foto Diva, hingga suara seekor kucing menginterupsinya. "Meong!" Dira suka banget sama kucing, tapi mas Bagas jijik dengan hewan berbulu itu. Alhasil Dira dilarang memelihara, padahal ia sangat ingin memelihara kucing dari dulu. "Push, push!" Dira memanggil kucing oren berbulu agak lebat itu. Namun, bukannya mendekat, kucing itu malah berlari ke tengah jalan. Sontak Dira berdiri, ketika menyadari ada sorot lampunya mobil yang melaju kencang ke arah kucing tersebut. Entah dorongan dari mana, Dira spontan berlari ke tengah jalan untuk menyelamatkan kucing itu. Dira berhasil menangkap kucing itu, tapi ia gagal menghindari mobil yang melaju ke arahnya. Suara dentuman keras dan decitan ban mobil, jadi hal terakhir yang Dira dengar. Sorot lampu yang begitu menyilaukan, jadi hal terakhir yang ia lihat malam itu. Dira terkapar, darah mengalir dari kepalanya yang terbentur aspal jalanan. Dira yang malang!

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD