Wulan terjaga dalam pelukan Cakra lagi. Tubuh telanjang Wulan dan Cakra masih menyatu, berhimpitan satu sama lain. Napas keduanya memburu. Jadi sekali lagi Wulan tidur dengan pria yang ingin ditiduri oleh seluruh karyawan wanita lajang di perusahaan pusat.
Wulan merasa itu masalah baginya, apa yang harus dia lakukan setelah bangun dari pelukan Cakra? Baginya wajar ketika semua yang terjadi semalam karena pengaruh dari minuman beralkohol semalam. Namun setelah ia terjaga ia harus bertanggung jawab atas semua yang sudah dia lakukan. Sebelumnya, dia bisa menggunakan alasan sebuah kebetulan semata lalu semuanya selesai dan dirinya dengan Cakra tetap menjadi atasan dan bawahan yang normal. Tapi ini adalah yang kedua kalinya dan dia tidak bisa menggunakan alasan yang sama.
Wulan tidak ingin mengakui kalau sebenarnya dia tertarik dengan Cakra, tubuh Wulan merespon bahkan tidak menolak saat dia mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Wulan sempat berharap untuk melanjutkannya lebih jauh, dan itu sungguh terjadi.
Harapannya terwujud ketika Cakra melakukannya lagi dan lagi seolah tidak pernah puas hanya bermain sekali. Wulan pasrah menyerahkan apa yang Cakra inginkan darinya. Bagi Wulan Cakra sempurna di tempat tidur juga sempurna dengan pekerjaannya di perusahaan. Tipe pria yang tidak bisa Wulan beli, walau dia ingin mendapatkannya!
Wulan sadar dirinya dengan Cakra terlalu berbeda untuk disatukan. Cakra pria kelas atas versi mahal dan langka sementara dirinya hanya gadis biasa dan berasal dari keluarga biasa. Jadi semuanya Wulan anggap hanya janji temu yang tidak disengaja. Sebelumnya Wulan tidak pernah melakukan aktivitas seperti yang dia lakukan bersama Cakra. Dan karena itu adalah Cakra, Wulan bisa menerimanya.
Cakra menunjukkan tanda-tanda bangun, paha Cakra begitu kekar dan kuat menempel pada paha Wulan. Jelas paha kekar itu milik seorang pria yang selalu berolahraga selama bertahun-tahun. Wulan merasa takut, dia tidak berani bergerak lantaran cemas akan membuat Cakra kesal.
Cakra terjaga dan kedua mata mereka bertemu. Wulan sudah menyerah, dia tidak bisa menunjukkan sikap profesional lagi seperti saat melakukannya pertama kali dengan Cakra. Wulan memilih menyapa dengan suara tenang dan pelan.
“Pagi ..”
Cakra memeluknya erat-erat, dengan suara serak yang seksi dia membalas.
“Pagi.”
Cakra sama sekali tidak terlihat malu setelah melakukan tindakan semalam, menurutnya itu hal yang alami terjadi. Wulan sendiri ingin mengatakan sesuatu pada Cakra, tapi dia merasa tidak ada artinya mengatakan apa pun. Mereka berdua masih berpelukan, erat, sama-sama telanjang, merasa konyol jika dia ingin bicara sesuatu yang benar.
Wulan tidak bicara, Cakra menatapnya lalu berkata pada Wulan.
“Kali ini, kamu tidak akan memikirkannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, bukan?” Goda Cakra, pria itu menahan senyum sambil bersandar pada Wulan. Membuat Wulan bisa merasakan semuanya dengan jelas.
“Ya, tebakan kamu benar, aku sama sekali tidak ingat apa-apa, aku lupa dengan semua yang sudah terjadi semalam.”
Cakra nampak tertegun sesaat ketika mendengar jawaban Wulan barusan. Wulan melihat Cakra mengukir senyum pada salah satu ujung sudut bibirnya.
“Ah, lupa lagi? Kalau begitu aku harus mengingatkanmu ..”
Setelah selesai bicara, Cakra benar-benar melakukannya lagi. Wulan merasa kehabisan napasnya, lebih tepatnya Cakra tidak memberikan jeda sama sekali. Sampai lelah hingga akhirnya keduanya kembali tertidur lagi, hingga siang hari keduanya kembali terjaga pada sore hari. Wulan masih merasa lemas, kedua kakinya gemetaran.
Wulan kembali memakai terusan longgarnya saat mereka kembali ke kota asal.
“Direktur Wulan sudah kembali seperti sebelumnya.” Ujar rekan bisnis yang mengantar mereka berdua untuk naik kereta.
“Lebih nyaman memakai baju seperti ini.” Jawab Wulan sambil tersenyum.
“Saat Manager Cakra akan datang lain kali, harap memberitahu kami. Perusahaan kota akan mendukung.”
“Ya, saya akan kembali belajar dengan manajer departemen, serta departemen produk untuk melihat berapa banyak biaya proyek ini yang akan dicapai.” Sahut Cakra.
Setelah bicara tentang beberapa bisnis, mereka akhirnya berjabat tangan dan berpisah di stasiun. Wulan dan Cakra masuk ke dalam kereta ekspress. Setelah melewati pemeriksaan keamanan Wulan dan Cakra membawa barang bawaan mereka masing-masing.
Wulan melirik Cakra sekilas. Cakra terlihat sangat alami, dan dia tidak menunjukkannya terlalu jelas dengan dirinya terkait peristiwa yang mereka lakukan di hotel tadi. Semua pemikiran itu menghilang dari kepala Wulan saat mereka bertemu dengan rekan bisnis beberapa waktu lalu. Wulan tidak merasa menyesal, Cakra memberikan pengalaman yang bagus dan tidak terlupakan. Wulan tidak mau kehilangan pekerjaan karena masalah ini. Jika sampai skandal mereka berdua terbongkar ke depan publik, sudah bisa dipastikan hubungan mereka berdua akan berakhir detik itu juga! Wulan bisa kehilangan pekerjaannya, karirnya akan tenggelam karena cemoohan.
Ditambah lagi Bima yang menjalin hubungan selama empat tahun dengannya pun juga putus karena keadaan keluarga Wulan yang memprihatinkan, apalagi Cakra yang hanya menjalin hubungan diam-diam dengannya? Wulan merasa harus lebih tenang dalam bersikap.
Jangan kira seorang pria yang begitu lihai dan penuh gairah di atas ranjang, maka dia akan memiliki cinta sejati saat bangun dari atas ranjang. Di atas ranjang semua orang selalu bersemangat untuk melakukannya, setelah bangun mereka akan melakukan apa yang mereka inginkan.
Tidak ada penolong, hanya diri sendiri yang bisa menyelamatkan, serta dengan usaha sendiri dapat menjalani kehidupan lebih baik. Mengingat masa lalu yang sudah Wulan alami dalam keluarganya, perubahan besar terjadi saat Wulan masih di usia remaja.
Setelah masuk ke dalam kereta, Cakra menyalakan laptopnya dan mulai bekerja. Wulan juga melakukan hal yang sama, melalui laptop Cakra Wulan bisa melihat bentuk spesifik dari proyek yang tengah mereka tangani yang dikirim oleh wakil Direktur Adam. Cakra merasa dirinya harus datang dan memeriksa bisnis di kota itu kembali untuk masa mendatang.
Sementara Wulan malah berpikir sebaliknya, dia tidak ingin pergi dengan Cakra untuk masa mendatang, karena dia merasa bukan hal yang baik jika dia terlalu sering pergi dengan Cakra. Wulan tidak ingin terikat dengan Cakra.
Saat turun dari kereta Wulan ingin mengambil barang bawaan, namun Cakra mendahuluinya. Cakra membawa keduanya, bahkan dia juga memeluk bahu Wulan karena tidak ingin Wulan tersapu oleh arus. Begitu banyak orang di sana dan mereka bersamaan ingin keluar dari dalam kereta.
“Ikuti aku, berjalan dengan pelan.” Ujarnya pada Wulan.
Cakra memeluk Wulan, Wulan bisa mencium aroma napas Cakra karena mereka begitu dekat. Beberapa orang di sekitar nampak memperhatikan. Pria setampan Cakra sedang memeluk dirinya.
Beberapa saat kemudian ponsel Cakra berdering, Cakra segera menerima panggilan.
“Mobil Anda sudah siap.” Ucap seseorang di seberang sana. Cakra memutuskan panggilan.
“Siapa?” Tanya Wulan padanya.
“Budi datang untuk menjemput kita.”
Wulan menganggukkan kepalanya, mereka kembali berhubungan normal sebagai atasan dan bawahan.
Wulan segera melepaskan diri dari pelukan Cakra, membungkuk untuk mengambil barang bawaannya dari genggaman Cakra. Wulan menatap Cakra dengan tatapan serius.
“Manager, saya akan membawa barang bawaan saya sendiri, terimakasih Anda sudah menjaga saya sepanjang jalan.”
“Kamu ...”
Wulan bersikap profesional seperti biasa. “Saya sudah banyak belajar dan mendapatkan pengetahuan baru dari perjalanan bisnis kali ini, saya akan bekerja lebih keras di masa depan. Terima kasih atas bimbingan Anda.”
Cakra nampak bingung, Wulan sudah mengambil barang bawaannya dari genggaman tangan Cakra, gadis itu berjalan pergi mendahuluinya.
Dalam penglihatan Cakra, tubuh mungil Wulan dengan cepat menghilang dari dalam pandangan matanya di tengah keramaian. Cakra menatap punggung Wulan, menurutnya Wulan gadis yang keras kepala dan kuat. Cakra menyadari bahwa Wulan tidak hanya mampu dalam bekerja serta bersosialisasi namun juga sangat serius dalam menentukan jalan kehidupan pribadinya.
Dalam beberapa waktu terakhir Cakra memiliki kesan baik tentang perilaku Wulan, jika tidak maka Cakra tidak akan kembali melakukan hubungan intim bersama Wulan malam kemarin. Kontak sehari-hari membuat Cakra mengenal Wulan lebih jauh secara pribadi. Sekarang Wulan memilih pergi lebih dulu dibandingkan berjalan bersama dengannya. Hal tersebut merupakan penolakan secara halus.
“Wulan memikirkan lingkungan kerja kami berdua, aku bisa memahami pilihannya, tapi kenapa ada rasa sedikit tidak senang di dalam hatiku?” Cakra bertanya-tanya dalam hati, pada diri sendiri.