Bertemu Affan Lagi

728 Words
"Baru pulang?" tanya Deswita sesaat setelah Renee sampai di rumah. "Iya maaf, Bu. Tapi Ibu tidak perlu khawatir. Aku sudah makan." "Makan bersama pria itu?" Renee terperanjat mendengar pertanyaan Ibunya. "Ibu tahu?" "Ibu melihat dia mengantarmu. Dan sepertinya dia pria yang sama, yang akhir-akhir ini kemari untuk mengantar atau sekadar menjemputmu. Itu adalah pria lain yang dekat denganmu selain Affan. Apa dia pacarmu?" Renee semakin tak menentu mendengar pertanyaan tak terduga sehingga lebih memilih diam. "Sejak dulu, kamu selalu menutup diri dengan tidak pernah pacaran. Ibu pun tidak pernah melarangmu untuk berpacaran. Hanya saja, yang ingin Ibu sampaikan adalah … kamu harus tetap hati-hati pada siapa pun. Terutama pada pria yang sekarang menjadi pacarmu. Sekali lagi Ibu tekankan bahwa ibu tidak melarang. Ibu hanya ingin kamu hati-hati dan semoga kamu bisa menjaga dirimu dengan baik." Pernyataan Deswita membuat pikiran Renee bercabang memikirkan banyak hal. Selama ini, ia tak pernah bisa menyembunyikan rahasia dari Ibunya. Ada sedikit penyesalan terhadap apa yang telah ia lalui bersama Dewo. Jika sampai Ibunya tahu, pasti akan sangat kecewa. "Iya, Ibu tenang saja. Aku akan menjaga diriku dengan baik. Oh ya, ada kabar baik, Bu. Aku sudah mendapat pekerjaan baru. Syukurlah aku bisa bekerja di kantor. Besok, aku mulai kerja dan sekarang aku merasa sangat lelah. Aku ingin mandi kemudian tidur. Aku sangat butuh istirahat, Bu." Deswita mengangguk tanda mengerti. Renee menjadi lebih lega. Jujur, ia merasa gugup jika membicarakan soal Dewo dengan Ibunya. Sedikit pengalihan mungkin lebih baik agar Deswita tak terus bertanya. Ya, mengalihkan pembicaraan adalah cara terbaik. Syukurlah Deswita mau mengerti dan tidak bertanya lebih jauh. *** Renee bersyukur, ternyata pekerjaannya benar-benar sangat nyaman dan mudah. Rupanya ucapan Dewo tak main-main, Arman dan semua karyawan memperlakukan Renee dengan sangat baik. Tiba-tiba ponsel Renee bergetar dua kali tanda ada pesan masuk. Pesan itu dari Dewo yang memberi tahu kalau pria itu tidak bisa menjemput. Ada sedikit kekecewaan di hati Renee. Ia juga tak mengerti kenapa bisa sedih saat membaca pesan itu. Akhirnya Renee mencari angkot atau bus. Tempat kerjanya kali ini tidak seperti di kafe dulu yang bisa dijangkau  dengan berjalan kaki. Mau tak mau, Renee harus menggunakan transportasi umum saat Dewo tidak menjemputnya. "Sedang apa di sini?" Seorang pria menepuk pundak Renee dari belakang. Renee menoleh, ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat tahu ada Affan di sini. "Mau pulang. Aku tak menyangka bisa bertemu denganmu di sini." "Kamu kerja di mana?" "Di sana." Kemudian Renee menunjuk salah satu gedung. Affan mengangguk tanda mengerti. "Kamu sendiri dari mana dan mau ke mana?" Renee balik bertanya. "Aku pulang kerja, kebetulan Ibu memintaku membeli roti kesukaannya," jawab Affan. Renee baru sadar Affan membawa dua kantong plastik berukuran sedang. Renee kemudian menoleh ke arah toko kecil yang berada di belakang mereka. Mungkinkah sebuah kebetulan bertemu Affan di sini? "Apa kamu mau?" tanya Affan. "Tentu saja aku mau. Sangat mau." Affan tersenyum. "Mau apa memangnya?" Renee mengernyit mendengar pertanyaan Affan. Bukankah baru saja Affan sendiri yang menawarkan? "Ya, mau yang kamu tawarkan." Affan tertawa. "Kamu ini percaya diri sekali. Siapa juga yang akan memberikan roti ini? Lain kali harus lebih teliti mendengar pertanyaanku. Bukankah aku tidak menyebutkan roti?" "Lalu apa yang kamu tawarkan?" Renee cemberut. "Aku menawarkan, apakah kamu bersedia direpotkan olehku?" Ya Tuhan, Renee benar-benar kesal. "Siapa orang yang mau direpotkan? Tentu saja kamu sudah tahu sendiri jawabannya. Memangnya akan direpotkan seperti apa?" "Baiklah, aku memang sudah tahu jawabannya. Sahabatku pasti mau direpotkan olehku. Baik, pegang ini dan tunggu sebentar," kata Affan sambil memberikan dua kantong plastik itu dan bergegas pergi. Tentu Renee bingung karena Affan tak menjelaskan apa pun. Langsung pergi saja. Renee tidak tahu padahal sebenarnya Affan menuju parkiran untuk mengambil motornya. Affan membiarkan Renee membawa dua kantong plastik itu sejenak. Tak lama kemudian, Affan datang dengan membawa motornya. "Kenapa tidak bilang mau ambil motor? Kamu meninggalkanku dengan penuh kebingungan. Kamu tahu, aku sudah menolak lebih dari dua angkot. Padahal tujuanku berdiri di sini adalah menunggunya." "Ah, bawel sekali. Berisik. Cepat naik!" Renee tersenyum, akhirnya ia menaiki motor Affan. Sudah lama sekali ia tak naik motor bersama Affan. Sungguh, Renee merindukan saat-saat seperti ini. Bahkan, Renee merasa sikap mereka sudah kembali seperti dulu. Seperti dua sahabat yang selalu saling menyayangi. Penuh candaan dan mengasyikan. Sumpah demi apa pun Renee ingin selalu seperti ini. Berada di dekat Affan, ia sungguh merasa nyaman. Affan juga tak jauh berbeda, ia bagai menemukan Renee yang seperti dulu. Seperti saat belum hadir Dewo di antara mereka. Dewo yang baginya tak pantas mendapatkan Renee. Dewo memang baik, hanya saja Affan sudah hafal betul betapa playboy dan mesumnya pria yang dekat dengan sahabatnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD