Eps. 4 Kembali Ke Rumah

1105 Words
Tubuh Libra masih gemetar mendengar apa yang dikatakan ibunya Damar barusan meski wanita itu sudah pergi dari kamar ini. Wanita itu sama kejamnya dengan Damar. Mengusir dirinya tanpa melihat waktu sekarang atau memikirkan bagaimana nasibnya nanti. Dirinya masih bersedih, masih berduka tertimpa musibah. Tanpa diusir pun sebenarnya Libra akan pergi dari rumah ini. Tapi pengusiran ini benar-benar menjatuhkan harga dirinya. "Aku harus pergi sekarang. Aku akan kembali ke rumah semoga saja ibu dan ayah bisa mengerti keadaanku, juga menerimanya," lirih Libra menyedihkan. Wanita muda ini kemudian mengambil koper yang ada di dekat meja lalu menuju ke lemari baju. Dia mengeluarkan semua bajunya dari sana memindahkan dalam koper, tak menyisakan satu pun di lemari baju ini. Matanya masih panas memburam sejak tadi namun dia tahan jangan sampai air mata itu tumpah di sini, jangan sampai dia dipermalukan lagi oleh keluarga ini. Ini sudah cukup! Selesai berkemas, Libra menyeret kopernya keluar dari kamar dengan wajah kusut tertekuk sedih. Di depan kamar sana ada kerabat yang masih ada di sini, menatap tajam ke arahnya. "Dasar wanita menjijikan. Bisa-bisanya kamu merayu dua lelaki sekaligus di rumah ini." "Kamu tak ada bedanya dengan wanita malam di luar sana. Bahkan setidaknya mereka lebih terhormat daripada kamu. Mereka tak akan membodohi lelaki seperti yang kamu lakukan." "Jangan harap bila kamu hamil setelah ini dan menuntut kembali kemari untuk mendapatkan keuntungan dari anak yang mungkin saja bukan anak dari pria di rumah ini tapi anak dari pria asing lain di luar sana!" Libra hanya bisa menatap saja mereka satu per satu tanpa berkata apapun menanggapi perkataan pedas mereka. Dia akan simpan semua kata tersebut dalam hati dan kembalikan suatu hari nanti. Saat ini posisinya lemah sekali meskipun dia benar tetap saja akan dikatakan dirinya salah. Ia mencoba menulikan telinga dan tak lagi mendengarkan ocehan mereka. Di luar sana, Libra memanggil taksi. Beruntung, tak menunggu lama ada sebuah taksi yang melintas di depannya. "Taksi!" Sebuah taksi berhenti persis di depan Libra berdiri. Sejenak Libra menatap rumah Damar untuk terakhir kalinya. Selamanya dia tak akan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Ini menyedihkan sekali baginya. Setelahnya dia mengambil kacamata hitam dari dalam tas untuk menutupi matanya yang masih berair. Jangan sampai ada yang tahu kejadian ini, jangan sampai ada reporter yang tahu peristiwa ini. Atau dia akan menjadi bahan celaan nantinya. Dia tak mau itu nanti memengaruhi karirnya. Libra sendiri adalah seorang model. Apapun yang dilakukannya atau yang terjadi pada dirinya pasti menjadi sorotan publik yang sedikit banyak menuai kecaman. Libra duduk di kursi belakang. Dia menyebutkan alamat tujuannya pada sopir dengan suaranya yang kini serak. Mobil melaju menuju ke alamat yang dituju dengan cepat. Ia turun dengan menyerahkan selembar uang tanpa menunggu kembalian pergi meninggalkan sopir. "Siapa wanita tadi? Kenapa tak bicara sama sekali? Lalu bagaimana dengan kembalian ini? Kenapa aku merasa tak asing dengan postur tubuh itu?" Sopir taksi menatap ke arah sebuah rumah bermkasud untuk memanggil dan memberikan kembalian yang belum diberikan, namun penumpangnya tadi sudah hilang tak ada jejaknya. Ia pun menyimpan kembalian itu melaju mobil kembali. Libra menggunakan kartu akses untuk masuk rumah daripada menunggu ibunya membuka pintu. Ini sudah malam dan mungkin saja orang tuanya sudah tertidur. Terdengar suara pintu dibuka yang kemudian ditutup kembali. Meski pelan, rupanya suara tersebut berhasil membuat wanita paruh baya keluar dari kamar. "Libra, malam begini kamu pulang, Nak? Di malam pernikahanmu ini harusnya kamu ada di rumah bersama Damar. Kenapa kamu pulang dan datang sendiri? Apa terjadi sesuatu padamu?" Libra melepas kacamata hitamnya. Matanya kembali memburam panas tapi kali ini dia tak mampu menahan buliran bening yang mengalir deras dari pelupuk matanya. Ia berhambur memeluk ibunya. "Ibu ... aku ... aku sudah diceraikan oleh Damar. Bahkan sebelum dia menyentuhku." "Ada apa ini sebenarnya? Coba ceritakan perlahan pada Ibu biar mengerti." Sang ibu membalas pelukan Libra sejenak, lalu mengajaknya duduk agar lebih leluasa bicara. Libra duduk dan masih memeluk ibunya. Baginya tempat untuk bersandar dan berkeluh kesah semua masalahnya adalah bahu ibunya. Wanita yang membawanya ke dunia ini mampu menampung banyak masalahnya selama ini juga memberikan solusi dan support untuknya. "Apakah terjadi kesalahpahaman antara kamu dan Damar sampai kamu diceraikan? Bila itu masalahnya kamu tinggal bicara dan jelaskan semuanya pada Damar." Libra menggeleng sedih. "Seandainya masalahnya sesimpel itu, Bu. Ada seseorang yang mencuri mahkotaku sebelum Damar datang. Pria laknat itu menodaiku. Tapi semua keluarga Damar menuduhku berselingkuh dengannya. Sakit! Tak ada yang percaya pada perkataanku. Aku sebagai korban di sini tapi aku diperlakukan seolah aku ini wanita hina dan menjijikkan di mata mereka." Tangis Libra kembali pecah. Sang ibu yang mendengarkan itu hatinya bagai diaduk. Setahunya Damar sangat mencintai Libra. Tapi kenapa bisa terjadi masalah seperti ini? Libra sendiri selama ini juga tak pernah terlibat skandal dengan pria manapun. Dia selalu menjaga hatinya untuk Damar. Apakah ini suatu jebakan atau bagaimana? "Siapa pria yang berani berbuat itu padamu?" "Virgo, Bu." Libra seketika menegakkan muka. Bibirnya bergetar menyebut nama sialan itu. "Virgo? Adiknya Damar? Bagaimana itu mungkin? Ibu rasa kamu tak berurusan sama sekali dengannya juga tidak dekat dengan pria itu." "Aku tidak tahu, Bu. Kenapa pria laknat itu mengambil sesuatu yang sangat berharga dan suatu yang sudah kujaga lama hanya untuk kuberikan pada Damar. Sekarang semuanya hancur berkeping." Libra kembali terisak dalam pelukan ibunya. Tak ada lagi kata yang diucapkan. Dia hanya meluapkan semua sakit, beban dan kesedihan yang dirasakan. Saat ini dia hanya butuh meluapkan kesedihan yang tak berujung saja. *** Di rooftop rumah Damar. Pria itu saat ini bersama Virgo di tengah malam untuk menyelesaikan masalah. Damar menyeret adiknya ini ke sini untuk meluapkan semua gundah dan emosinya yang sejak tadi tertahan. Bila dia berada di dalam rumah mungkin ayahnya akan ikut campur. Tapi bila berada di tempat ini tak akan ada yang mencampuri urusannya. "Apa yang kamu lakukan pada Libra, hah? Beraninya kamu mencari sesuatu yang seharusnya menjadi milikku!" sentaknya dengan tatapan nyalang menyapu muka Virgo yang terlihat tenang. "Kamu yang kotor tak pantas bersanding dengan Libra. Buat apa kamu menikahinya bila hanya untuk merusaknya saja? Banyak wanita di luar sana yang biasa kamu rusak apa itu masih kurang?" "Kotor katamu? Seharusnya perkataanmu itu kamu tujukan pada dirimu sendiri. Kamu anak haram yang terlahir dari hubungan kotor ayah dan ibumu yang murahan itu. Anak dan ibu kelakuannya mirip. Dulu ibumu merangkak ke ranjang ayahku. Sekarang kamu pun merangkak ke ranjang istriku! Kalian berdua benar-benar hina! Kalian hanya ingin memporak-porandakan keluarga ini. "Jangan sebut ibuku w************n. Ibuku tidak seperti itu. Ayahmu saja yang merusak ibuku meski sudah punya istri. Ibuku tak pantas dikatai seperti itu!" Virgo terpancing emosinya hingga dia melayangkan pukulan pada Damar bertubi-tubi. Damar membalas pukulan Virgo. Mereka berdua pun terus berdebat dengan otot untuk menyelesaikan masalah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD