Eps. 10 Dikejar Reporter

1441 Words
Sopir beberapa kali menggulir bola mata menatap penumpang yang duduk di kursi belakang yang sejak tadi menunduk. Dari apa yang dikatakan penumpang itu dan apa yang dilihatnya tidak sinkron. Dari apa yang dilihat sopir, penumpang ini tak mirip dengan seorang mahasiswi. Menurutnya penumpang itu lebih mirip seorang artis dan misterius. Ah, sudahlah. Di sini aku hanya mencari nafkah saja. Kenapa aku jadi mikir yang lain-lain? Libra menatap terus ke depan kala sopir tak menatapnya lagi. Sebenarnya beberapa kali dia tahu sopir itu menatapnya, menyelidikinya mungkin juga mencari tahu jati dirinya. Jujur saja, saat ini dia khawatir bila penyamarannya akan terbongkar. Padahal dia sudah berupaya serapi mungkin menyamar agar tak terekspos jati dirinya. Semoga saja sopir ini memang tidak tahu bila aku sedang menyamar saat ini. Bisa gawat bila sopir sampai tahu. Terdengar suara dering ponsel yang datang dari kursi belakang. Ck! Kenapa Cindy telepon di saat begini? Bagaimana bila sopir sampai mendengar pembicaraan kami? Libra cepat mengangkat ponsel sebelum dering ponsel semakin menjerit. "Halo, Cindy ada apa menelepon? Aku hampir tiba di lokasi," jawab Libra setengah berbisik. "Turun sekarang bila kamu sedang mengendarai mobil. Di depan studio foto ramai ada banyak wartawan di sana. Kamu harus ambil jalan memutar untuk masuk ke studio." "Apa? Aku naik taksi sekarang. Bagaimana ini?" "Kamu turun saja sekarang. Aku akan menjemputmu. Berikan lokasimu sekarang padaku." Libra berdesis lalu mematikan ponsel. Ada-ada saja kejadian tidak terduga seperti ini. Setelah memasukkan kembali ponsel ke dalam tas, baru dia bicara dengan sopir. "Pak, tolong turunkan saya di sini." "Loh, tempat yang Non tuju sudah dekat dari sini." "Saya ada keperluan lain, Pak yang lebih mendesak. Tolong menepi di sini saja." Sopir kemudian menghentikan mobil seketika. Libra turun cepat dari mobil setelah membayar tagihan. Setelah taksi melaju, Libra tak mendapati siapapun di sana selain dirinya. Padahal Cindy bilang akan segera datang menjemput. Namun sudah lima menit lebih berlalu dan belum ada penampakan sama sekali dari manarjennya ini. "Bagaimana ini? Apa benar dia datang menjemputku? Tapi kemana dia pergi dan kenapa sampai sekarang belum sampai?" desis Libra mulai tak sabar menanti. Libra yang dilanda panik khawatir bila saja ada reporter yang menguntit dan mencoba menghubungi nomor Cindy, namun nomor itu berada di luar jangkauan. Ck! Libra menaruh kembali ponsel ke dalam tas, kemudian kembali menunggu dalam putus asa. Sudah lima menit berlalu namun mobil Cindy tak terlihat juga. Libra berniat untuk pesan taksi yang melintas saja di depannya daripada ribet dan menunggu lebih lama lagi. Dia tak bisa menunggu terlalu lama. "Taksi!" Sebuah taksi berhenti persis di depan Libra. Pintu taksi terbuka. Di bagian kursi depan sana terlihat ada sebuah kamera, mic dan name tag. Libra yang sudah melangkah dan akan masuk berhenti seketika. Sopir itu ... sepertinya dia bukan asli sopir. Apa benar dia reporter yang menyamar atau reporter yang masih aktif bekerja? "Nona, kenapa masih berdiri di situ dan belum naik juga?" "Maaf, Pak. Saya batal naik taksi karena teman saya menjemput. Maaf, sekali lagi." Sopir taksi tetap berada di tempat. Dia memindai Libra dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Penumpang misterius ini siapa dia? Kenapa tiba-tiba membatalkan pesanan begini? Dia berpenampilan begitu apa sedang menyamar? Apa dia Libra? Posturnya mirip sekali. Sopir taksi ini memang seorang reporter yang menyamar untuk mencari berita sensasional kali ini. Dia rela berkeliaran di jalanan demi mendapatkan berita yang sedang booming saat ini. "Nona ... kamu bukan artis yang menyamar, 'kan?" "Artis? Tidak, Pak. Anda salah orang. Saya seorang mahasiswi sebuah universitas di sini." "Tapi kamu mirip--" "Salah orang, Pak." Libra segera menutup pintu taksi lalu berjalan mundur menjauh dari taksi. Taksi melaju, namun sopir di dalamnya melipat kening seribu masih memikirkan Libra. Menurutnya penumpang tadi memang mirip dengan sosok model yang saat ini lagi dicari dan diburu oleh reporter. Ia pun menoleh ke belakang dengan cepat, mencari sosok penumpang tadi, namun sudah hilang. Libra sebenarnya masih di sana hanya saja dia bersembunyi, takut bila ada yang mengetahui jati dirinya. "Cindy ... cepat lah datang. Kamu kemana sebenarnya? Kamu sendiri yang bilang agar turun dan akan menjemputku tapi sampai sekarang kamu belum kelihatan juga, tak bertanggung jawab kamu!" gerutu Libra keluar dari balik sebuah pohon palem di tepi jalan. Libra kembali menyusuri jalan dengan langkah kaki kecilnya kembali menunggu kedatangan Cindy. Dia tak sadar dari arah belakangnya ada satu orang yang mengikutinya setelah diberitahu oleh seorang rekan reporter. Kenapa perasaanku tidak enak ya? Libra merasa ada yang berjalan mengikutinya dari belakang. Ia pun pelan menoleh ke belakang. Ada seorang pria yang menenteng kamera. Di kerah bajunya terlihat mikrofon mini. Menurutnya bila itu orang biasa tak mungkin membawa mikrofon, untuk apa? Jangan-jangan dia reporter. Tapi bagaimana dia bisa tahu? Yang terpenting sekarang aku harus bisa menghindar secepat mungkin. Libra mempercepat langkahnya sembari membentulkan letak kacamata hitam. Pria di belakangnya yang diduga seorang reporter mempercepat langkah untuk mengejarnya. Mendengar suara yang berlari dari arah belakang, sontak Libra ikut berlari, refleks saja. Pasti pria tadi menyadari identitasnya. "Tunggu! Jangan lari! Apa benar kamu seorang artis? Kenapa tiba-tiba kamu berlari setelah melihatku? Padahal aku tidak berniat buruk padamu." Libra tak lagi menoleh ke belakang dan terus mempercepat langkahnya. Namun pria tadi berhasil menyamai langkahnya, memberikan tatapan tajam penuh selidik. "Kamu sepertinya memang artis yang sedang menyamar. Buka penyamaranmu itu." Posisi reporter kini sudah berada persis di belakang Libra. Libra terus berlari, namun tak sengaja topinya jatuh, membuat rambut panjang cokelatnya yang dia gelung tanpa tali di balik topi terurai bebas, semakin menunjukkan bila dirinya memang menyamar. Saat Libra mengambil topinya yang terjatuh, kacamatanya ikut jatuh. Padahal secepat kilat dia mengambil dan memakainya kembali namun suara jepretan kamera sudah berhasil mengabadikan potret dirinya. "Dia Libra rupanya. Tunggu, Nona Libra! Ada yang ingin saya luruskan dengan Anda mengenai berita perceraian dengan Pak Damar. Tolong konfirmasi kebenarannya pada kami." Ck! Sial. Aku masih ketahuan juga meski sudah menyamar. Sial! Cindy, kamu membawaku dalam bahaya! Libra tak menjawab sama sekali dan terus berlari dengan terengah-engah. Tepat di saat reporter tadi berhasil mengejarnya juga sudah memegang lengannya, sebuah suara motor berhenti di samping Libra persis. "Kamu, lepaskan dia! Jangan coba menyentuh apalagi bicara dengannya. Pergi dari sini," usir suara bariton dingin dari seorang pria yang mengendarai moge. Libra membeku melihat siapa yang datang menyelamatkannya. Virgo! Dia berharap itu orang lain tapi kenapa yang datang Virgo? Dia benci sekali dengan orang itu tapi malah menampakkan muka lagi di depannya. Apakah dia mau sok jadi pahlawan? Virgo tak sengaja melewati jalanan ini setelah menyelesaikan syuting di satu lokasi dan akan pergi ke lokasi lain. Dia menangkap sosok Libra yang sedang dikejar reporter, sedangkan dia perhatikan manajernya tak ada di samping Libra. Maka, ia pun segera beraksi. "Produser?" Reporter juga hafal dengan Virgo. Kedatangan produser itu di sini semakin menguatkan bila wanita yang dikejarnya memang Libra. "Saya hanya ingin meliput berita bagus saja, Pak." Virgo kembali menatap Libra yang masih diam membeku. "Kamu mau aku antar sekarang?" tawarnya. "Tidak. Lebih baik aku menunggu mobil yang datang menjemputku saja." Reporter memanfaatkan situasi yang ada. Jangan sampai dia kehilangan sumber berita hangat saat ini. "Nona Libra, bila berkenan ikut saya ke mobil nanti kita akan adakan wawancara eksklusif setelah ini." Mata Libra membelalak, reporter masih tak menyerah mengejarnya. Dia berada di persimpangan sekarang. Dia tak mau berurusan dengan reporter tapi juga tak mau berurusan dengan Virgo. Lalu ke mana dia harus menyelamatkan diri? Sedangkan situasinya semakin mendesak. "Cepat naik bila kamu ingin selamat kali ini," ulang Virgo mendesak penuh. Terpaksa, Libra pun duduk di boncengan. Moge melaju setelahnya meninggalkan reporter yang mengusap dadanya kecewa karena kehilangan sumber berita. "Kamu mau kemana? Aku akan turunkan kamu di tempat yang kamu tuju," tanya Virgo setelah moge melaju beberapa meter. "Asal kamu tahu saja ya, aku sebenarnya tak mau naik moge denganmu begini. Kamu sudah melakukan kesalahan besar padaku jangan harap aku memberikan maaf padamu atas kesalahanmu." Virgo menghela napas pendek. Memang sulit menghadapi Libra yang sudah terlanjur marah padanya. Tapi kondisi saat ini lebih mendesak. "Lib, aku tak mau berdebat kusir denganmu. Aku hanya mau membantumu lepas dari reporter tadi. Setelah ini aku juga harus pergi ke lokasi syuting selanjutnya. Jadi kamu bilang saja di mana tujuanmu." "Studio foto dekat dengan kampus," ketus Libra. Tak bertanya lagi Virgo melaju moge lebih cepat dari sebelumnya hingga tiba di lokasi tujuan. Namun, di depan studio foto itu masih dipenuhi reporter yang mencari berita. Sepertinya mereka tahu bila Libra akan ada sesi pemotretan di sini. Sebelum menghentikan motor, Virgo membeberkan rencananya. "Kamu ikut masuk denganku ke sana. Aku jamin kamu akan aman bila masuk ke sana bersamaku." Libra menautkan sepasang alis gelapnya. "Apa maksud kamu? Jangan bilang kamu mau mengikutiku?" "Bukan. Kamu salah paham. Aku akan menyamarkan identitasmu sebagai adikku. Jadi, tak akan ada yang tahu bila itu adalah kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD