Bab 4 — Anaknya Mantan Bos

1624 Words
Aditya diberi fasilitas mobil dan motor oleh bosnya. Akan tetapi, dia hanya menggunakannya untuk urusan pekerjaan—sesuatu yang berhubungan dengan bosnya. Untuk kegiatan pribadinya sehari-hari seperti ke kampus, tak pernah dia gunakan kendaraan tersebut. Kendaraan itu terparkir di rumah bosnya, atau di apartemen milik temannya yang merupakan bodyguard dari bosnya. Dari bengkel dan setelah pulang ke rumah rumah, malam ini Aditya keluar rumah untuk mengerjakan apa yang diperintakan oleh bosnya kemarin malam. Sebelum menuju rumah salah satu bosnya yang merupakan basecamp, yang semalam dikunjunginya, Aditya terlebih dahulu menukar kendaraan miliknya di apartemen temannya. Motor karbu miliknya diletakkan di parkiran apartemen, dan menggantinya dengan sebuah motor sport menuju ke tempat aksinya nanti. Di dalam perjalanan bertemu dengan kedua rekannya yang lain, Aditya melihat beberapa orang pengguna motor sedang memepet sebuah mobil. Hingga Aditya mengurangi laju kendaraannya pelan, dan dia menyadari jika orang-orang tersebut sepertinya begal. Aditya tak bisa mengabaikan itu. Dia pun menghentikan motornya di depan mobil itu. Ada motor lain juga di depan mobil yang sedang berhenti tersebut. Aditya pun langsung membuka helmnya. “Ada apa ini? Ngapain kalian??” “Wah, santapan baru ini, gengs! Motornya oke!” Aditya diserang menggunakan senjata tajam yang digunakan salah satu dari mereka—ada sekitar enam orang di sana, akan tetapi Aditya bisa menangkisnya. Ilmu bela dirinya Aditya itu sudah tinggi tentunya. Terbiasa melawan para musuh. Begal jalanan begitu, masih biasa saja baginya. Yang tak memiliki ilmu bela diri, asal serang saja. Aditya berhasil meraih sajam yang digunakan salah satu begal, dan melemparkan cukup jauh dengan gerakan cepat. Sudah terlatih. Menoleh sekilas, Aditya mendapati pengendara mobil keluar. Seorang perempuan… dan Aditya kenal perempuan tersebut. Mahasiswi yang tadi sepertinya memberikan banyak garam pada sotonya di kantin kampus, Ratu. Aditya tak menyangka jika mahasiswinya itu bisa bela diri juga. Tapi mungkin barusan tak berani keluar mobil menghadapi karena begal saat ini lebih dari dua orang. Yang namanya perempuan, tetap saja tak bisa sekuat itu menghadapi banyak orang. Setelah para begal itu pergi, Aditya ingin mengiringi Ratu sampai rumahnya. Takut mahasiswinya itu ditodong lagi di jalan di depan sana. Meski mahasiswi tersebut terlihat tak menyukainya, Aditya tak peduli. Dia tulus ingin membantu—memastikan kondisi mahasiswinya tersebut aman sampai di rumah. Aditya membiarkan perempuan bernama Ratu itu melajukan mobil terlebih dahulu. Dia pun menggeser posisi motornya ke samping. Saat hendak melaju mengikuti, matanya tak sengaja menunduk dan menangkap sebuah benda di jalanan. Aditya turun dari motornya sejenak dan mengambil barang tersebut. Itu adalah sebuah gelang tangan, yang mungkin milik mahasiswinya itu. Terjatuh saat berhadapan dengan para begal itu. Segera menaiki motornya kembali, mobil yang dikendarai mahasiswinya itu sudah cukup jauh di depan. Aditya memacu lebih cepat motor sportnya. Saat bisa menyamai mobil tersebut, bermaksud hendak mengembalikan gelang, si pemilik mobil itu tidak peka. Mungkin mengira dirinya hanya mengiringi saja dari samping. Aditya memutuskan akan memberikan saat tiba di depan rumah perempuan itu saja nanti. Tak lama, mobil perempuan itu pun berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Aditya pun menghentikan motornya juga tak jauh dari belakang mobil tersebut sebelum pagar terbuka. Aditya mengernyit. Dia sangat tidak asing dengan rumah tersebut. Matanya membola ketika telah mengingat sesuatu. Rumah tersebut merupakan milik bosnya dulu yang memiliki usaha parfum dan kosmetik. Orang yang berjasa bagi Aditya, mau menerimanya kerja paruh waktu ketika dirinya masih sekolah. Baik sekali bosnya itu. Zenita. Masih Aditya ingat nama bosnya dulu itu. Ratu… Ratu… Aditya ingat nama itu. Ratu Arsyila itu… adalah anak dari bosnya dulu? Yang sering bosnya bawa ke kantor? Bocah kecil yang sering berkata bahwa dirinya tampan? Bunyi ponsel membuyarkan lamunan Aditya. Dia meraih ponselnya, dan ada telepon masuk dari salah satu rekannya? “Di mana, Bro? Kita udah nyampe di tempat yang tadi lo bilang.” Dan Aditya pun langsung melajukan motornya kembali. Lupa hendak mengembalikan gelangnya milik Ratu. “Mas, terima kasih banyak!” seru Ratu yang baru saja keluar dari mobilnya, tak terdengar oleh Aditya yang sudah melaju pergi. “Kalau kamu yang dibalik helm itu ganteng, akan aku jadiin pacar nanti,” lanjutnya terkekeh. Pacarku, penyelamatku. Ratu tersenyum geli. Meski dingin nada bicara sang penyelamatnya itu, Ratu pastikan akan menyukainya jika lelaki itu tampan. *** Aditya tentunya melakukan sesuatu hal dengan penuh perhitungan, hati-hati. Apa lagi yang berkaitan dengan kriminal. Dia sangat tahu, pekerjaannya itu salah, tetapi dia masih membutuhkan itu, sambil berpikir bagaimana caranya keluar dari kubangan lumpur penuh dosa itu pada suatu hari nanti. "Sesuai rencana, kita nggak akan turun langsung habisin dia," ucap Aditya kepada dua orang rekannya, sambil menyulut rokok. Kali ini, orang yang ingin diberikan pelajaran olehnya itu bukan orang biasa juga. Makanya, Aditya berpikir lebih panjang lagi sebelum bertindak. "Udah oke semua yang kita omongin tadi siang?" "Aman, Bro!" sahut rekan Aditya yang jarang ikut 'kerja' bersama Aditya. Tak banyak yang tahu tentangnya, termasuk rekan bisnis si bos. "Gue tetap pakai motor. Nanti kita ketemu di sana." "Oke," jawab kedua rekannya itu kompak. Aditya yang memimpin aksi ini—dipercaya oleh bosnya. Jadi, semuanya diatur olehnya. "Cek posisi target." Salah satu rekannya tersebut melihat ponsel untuk memastikan bahwa target mereka tak berubah tujuan. Ada seseorang lainnya yang mereka umpani untuk misi ini juga, tentunya sudah di acc oleh bos mereka. "Nggak ada perubahan. Target tetap akan menemui perempuan itu, sendiri." Aditya terkekeh. Harta, tahta, wanita, adalah hal yang paling utama bagi kebanyakan lelaki yang memikirkan urusan duniawi saja. Pengkhianat yang akan diberikan pelajaran olehnya itu, akan menemui seorang perempuan yang merupakan model sekaligus mantan finalis sebuah ajang kecantikan. Keduanya akan bertemu di sebuah hotel mewah di daerah Sentul. Menuju ke hotel tersebut, ada suatu jalanan yang agak sepi. Aditya pun mulai melajukan motornya menuju tempat yang telah direncanakan. Dia telah menyusun segalanya—telah memikirkan apa yang akan dilakukannya ini sejak kemarin malam saat diberi mandat oleh bosnya itu. Hanya Aditya yang menggunakan motor, sedangkan kedua temannya menggunakan mobil. Beberapa saat kemudian, Aditya telah tiba di tempat tujuan. Di titik yang telah mereka rencanakan. Aditya pun menghubungi salah satu rekannya tersebut. “Kira-kira 10 menit lagi,” ujar salah satu rekannya mengangkat telepon Aditya. Kedua orang itu saat ini mengendarai mobil di belakang mobilnya si target. “Oke. Nggak usah matiin teleponnya.” Tak lama… “Gue nggak sekarang. Bentar lagi nyampe di depan lo.” Aditya pun mengantongi ponselnya ke dalam jaket hitam yang dikenakannya. Tak meleset, mobil si target ditabrak pelan oleh rekannya Aditya dari belakang. Mobil tersebut berhenti, merasa geram karena ada mobil lain yang mengenai mobilnya. Sementara, salah satu rekannya Aditya yang mengemudi mobil—yang tak dikenal pengkhianat itu, segera turun dari mobil. Satu, dua, tiga… Gotcha!! Si pengkhianat itu pun keluar juga dari mobilnya. Aditya yang berada di pinggir jalan di bawah pohon, segera menjalankan aksinya. Masuk ke dalam mobil lelaki tersebut. Sembari melemparkan kode dari jauh kepada kedua rekannya. Bergerak cepat dengan otak yang berpikir tak kalau cepat juga, Aditya telah memasuki mobil itu. Dia mengerjai rem mobil tersebut dengan gesit. Ahlinya memang, sudah terbiasa di bengkel. Tak lupa, Aditya mengeluarkan obat-obatan terlarang dan sebotol minuman keras yang diletakkan di jok belakang bagian pinggir belakang kemudi. Sengaja di bagian pinggir sekali agar tak kelihatan. Tentunya Aditya selalu menggunakan sarung tangan dalam aksinya, dan memastikan tindakannya tak akan menimbulkan jejak. Meski bosnya selaku aparat yang berbisnis kotor, sangat bisa saja membersihkan segalanya. Tetap Aditya harus hati-hati, apa lagi musuh dalam selimut bosnya bukan orang sembarangan juga. Tak sampai 10 menit, Aditya pun selesai dengan tugasnya. Dia bergegas keluar dari mobil tersebut menuju motornya yang harus berjalan ke arah depanan lagi. “Ya udah, maaf banget, Pak. Saya buru-buru mau ketemu teman saya. Jadi, baiknya gimana? Saya boleh minta rekening Bapak untuk bayar kerugian?” ucap temannya Aditya yang berhasil menahan lama lelaki berusia 45 tahun itu berbicara. “Sepuluh juta!” “Duh, Pak, saya enggak punya uang sebanyak itu. Mohon maaf, sepertinya kerusakan ini sekitar tiga sampai lima jutaan aja?” “Gimana kalau lebih?” “Ya udah, Bapak catat nomor HP saya aja dulu. Besok, kirimin ke saya total biayanya semisal kurang. Saya akan usahakan ada uangnya besok.” “Transfer dulu sekarang yang 5 juta!” Rekannya Aditya itu mencibir di dalam hatinya. Lelaki di hadapannya ini benar-benar mata duitan, padahal dia yakin jika nominal kerusakan tak akan sampai di angka 5 jutaan. Memang benar kata bos mereka, si pengkhianat satu itu sangat suka uang sampai memanipulasi data. Rela berkhianat untuk memperkaya diri sendiri. Kembali ke Aditya, lelaki itu sedang menunggu momen di mana dia tak harus memberi pelajaran secara fisik malam ini. Dia akan menyaksikan pengkhianat itu hancur sambil menyulut rokok. Dan benar, beberapa saat setelahnya mobil yang dikendarai lelaki berusia 45 tahun itu menabrak sebuah pohon. Aditya hanya memantau dari jauh, lalu sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman evil. Dia puas kalau darah yang menetes malam ini pasti akan dianggap sebagai kecelakaan tunggal, ditambah lagi ada pengendara menggunakan obat-obatan terlarang. Jika diperiksa, pastinya akan positif. Aditya tahu, lelaki itu kemarin malam pesta miras dan obat-obatan di sebuah hotel mewah. Sudah puas dengan rencananya yang rapih malam ini, Aditya berlalu dari sana. Tengah malam atau besok pagi, pasti akan ramai berita ini. Aditya sudah memastikan tak ada kamera pada mobil tersebut, mobil biasa yang dipakai untuk menemui seorang perempuan yang akan diajak menghabiskan malam bersama. Aditya tiba kembali di Jakarta pada pukul setengah dua belas malam. Dia tak langsung pulang, melainkan melapor kepada bosnya. Di dalam perjalanan pulang, Aditya mampir dulu di sebuah warung kopi. Dia melepas buff yang dari tadi dikenakannya. Saat meraih dompet hendak membayar pesanannya, Aditya ingat akan gelang yang dikantongi di jaketnya. Gelangnya milik Ratu, mahasiswinya itu yang jatuh. Bagaimana cara mengembalikannya? Aditya tadi yang mendapatkan telepon dari temannya, malah lanjut melajukan motornya. Lupa dengan niatnya yang hendak mengembalikan gelang kepada perempuan yang mungkin sangat sebal kepadanya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD