Aditya ke rumah bosnya setelah melakukan tugasnya tersebut. Kedua temannya telah tiba di sana lebih dulu, sedangkan Aditya belakangan karena tadi mampir dulu di warkop.
Bekerja pada bosnya yang merupakan aparat pemerintahan sekaligus memiliki beberapa bisnis legal dan ilegal itu, ada plus minusnya bagi Aditya. Minusnya, ada beberapa hal kotor yang harus dikerjakannya tanpa bisa bernego, mutlak. Plusnya adalah, Aditya tak selalu harus datang ke tempat bosnya itu. Hanya sesekali saja. Dan dalam sebulan, dia tidak selalu menyingkirkan orang yang tak diinginkan bosnya. Dia juga menjadi seseorang yang berada di belakang bosnya, tanpa terlihat di permukaan. Segelintir rekan bosnya saja yang tahu. Akan tetapi, Aditya tetap digaji setiap bulannya dengan jumlah yang cukup besar. Jika ada sebuah misi yang harus dikerjakannya, Aditya akan mendapatkan bonus.
Aditya duduk santai sambil merokok di teras depan. Menyendiri dari yang lainnya di sana. Aditya memang tak banyak berinteraksi dengan orang-orang bawahan bosnya itu, keculai untuk urusan kerjaan. Jika sedang berada di tempat ini, Aditya lebih memilih duduk menyendiri di keheningan malam. Menjauh dari semuanya. Hanya ditemani oleh semilir angin malam dan suara jangkrik yang menggema.
Mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya, jemari tangan Aditya bergerak membuka aplikasi media sosial. Diam-diam kalem begitu, Aditya juga memiliki akun media sosial meski merupakan passive scroller. Sesekali saja dibukanya aplikasi tersebut jika sedang ingin saja. Ada beberapa foto di sana, foto wisudanya dua kali saat S-1 dan S-2, yang lainnya ada lagi seputar kampus tempatnya mengajar. hanya ada lima foto saja di sana. Pengikut Aditya cukup banyak, tetapi yang dia ikuti hanya akun kampus dan juga akun adik-adiknya. Ada beberapa mahasiswa yang mengikuti akunnya itu, tentunya ada banyak pesan masuk juga. Tak ada satu pesan pun yang Aditya balas. Jangankan membalas pesan dari orang-orang yang mengiriminya pesan story yang ditandakan oleh adiknya saja tak pernah dia posting ulang.
Mengernyit, Aditya mendapati sebuah notifikasi like dari sebuah akun. Akun yang bernama ratuarsyila. Tentunya Aditya hapal nama tersebut. Biasanya tak pernah ada penasaran ingin tahu akun mana pun yang follow dan like postingannya, kali ini Aditya mengunjungi profil akun tersebut. Ingin memastikan bahwa pemilik akun itu adalah mahasiswi yang dikenalnya.
Dan ternyata benar. Pemilik akun itu adalah mahasiswi yang dikenalnya, yang menjadi salah satu mahasiswi yang bimbingan skripsi olehnya. Terpampang beberapa foto di sana.
“Beneran anaknya Mbak Zenita ternyata,” gumam Aditya menyunggingkan senyuman tipis. Tak disangka bahwa akan bertemu dengan anak dari bosnya setelah sekian tahun lamanya. Bukan bocah lagi yang dilihatnya. Perempuan yang sering mengatakannya ‘ganteng’ itu, sudah beranjak dewasa saat ini.
Perempuan bernama Ratu itu sepertinya lupa dengannya. Begitu pun dengan Aditya yang tak mengenal sosok perempuan itu. Memang dia tak begitu memperhatikan perempuan mana pun secara lekat, kecuali anggota keluarganya.
Lalu, ada apa malam-malam perempuan itu like postingannya?
Apa Ratu itu ingin mencari tahu banyak tentangnya yang menjadi dosen pembimbing perempuan itu? Tak sengaja kepencet like? Tengah malam begini, perempuan itu belum tidur, malah stalking akunnya.
Scroll terus ke bawah, Aditya menemukan beberapa foto perempuan itu memakai baju taekwondo. Aditya manggut-manggut. Pantas saja Ratu itu tadi bisa ikut bersamanya melawan para begal tersebut. Aditya juga penasaran akan begal tersebut, apa sebelumnya Ratu ini sudah diincar? Mengingat perempuan itu merupakan pasangan pebisnis Zenita dan Rafli yang kaya raya. Mobil yang dikendarai perempuan itu pun jenis BMW yang harganya tak murah. Aditya harap, keluarga mantan bosnya itu selalu baik-baik saja dan berada dalam lindunganNya di mana pun berada. Dan… Aditya akan berusaha untuk melindungi juga sebisanya, membalas kebaikan mantan bosnya itu.
“Dit… “
Aditya yang sibuk dengan ponselnya, tak menyadari langkah yang bergema hingga berhenti di dekatnya. Sang bos yang akhirnya menepuk bahu lelaki itu. Aditya pun langsung mematikan layar ponselnya dan mengantonginya.
“Gimana? Gimana?” Bosnya itu langsung menghampiri Aditya, saat baru saja menuntaskan hawa nafsunya bersama istri sirihnya. Rumah ini ditempati oleh istri sirihnya. Tetapi dia memang lebih sering berada di rumah sini. Selain untuk bertemu dengan para bawahannya untuk ‘rapat’ dan lainnya, sang kedua adalah tujuannya ke sini. Istri yang usianya 20 tahun lebih muda darinya.
Bosnya itu duduk di kursi di dekat Aditya duduk.
“Selesai, Bos! Aman.” Aditya pun menceritakan bagaimana prosesnya mengeksekusi.
“Saya bangga sama kamu, Dit! Nggak salah saya memberikan mandat kepada kamu. Kerja yang cerdas.”
Aditya hanya tersenyum tipis.
“Nanti asisten saya akan transfer bonusnya kamu.”
“Terima kasih, Bos.”
Beberapa menit berlalu, keduanya telah selesai membahas tentang peristiwa yang telah terjadi malam itu.
“Meski kerja kamu sering memuaskan saya, jangan coba-coba sesekali mengkhianati saya,” lanjut bosnya itu lagi. “Atau kamu akan tahu akibatnya.”
Aditya mengangguk paham. “Anda tak perlu mengkhawatirkan apa pun tentang saya.”
***
“Gue enggak lihat, Atu. Jatoh kali!”
“Jatoh di mana, ya? Kemarin nonton, gue masih pakai nggak, ya?” Ratu baru menyadari bahwa gelang di tangannya tak ada. Mana gelang merek dior, hadiah ulang tahun dari abangnya, Alvaro. Pagi-pagi, diteleponnya Vika.
“Mana gue perhatiin banget tangan lo.”
“Duh, mana gelang kesayangan gue lagi. Biar sering ribut begini sama Kakak Al, tapi gue sesayang itu sama dia dan hargain banget apa yang kasih ke gue. Duh, bisa ngomel dia kalau tahu gue hilangin gelangnya. Gimana ya, Vik? Bantuin gue mikir dong!”
“Beli yang baru aja nggak sih, Tu?”
“Kalau nggak ada, gimana? Itu kan edisi 3 tahun lalu.” Ratu menepuk jidatnya ketika mengingat sesuatu. “Apa semalam jatuh pas gue lawan begal, ya?”
“Apa? Lawan begal?” Vika yang di seberang sana langsung terduduk mendengar ucapan Ratu.
“Iya. Panjang cerita. Tapi untung ada yang nolongin gue, sih. Cowok pakai motor sport gitu, Vik. Tapi dia pakai buff. Nggak kelihata mukanya, cuma mata doang. Niatnya gue nih, kalau gue ketemu dia dan tampan dia aslinya dia itu, akan gue jadiin pacar!”
“Halah! Chanyeol atau Sehun mau lo ke manain?”
“Itu mah tetap jadi halunya gue, Vik. Sekarang, yang nyatanya.”
“Gimana mau jadiin pacar tapi lo sendiri enggak tahu bentuk mukanya kayak apa.”
“Gue hapal plat motornya. Semalam gue inget-inget sebelum pulang.”
“Hmmm.”
“Ya udah, Vik, lo mandi sekarang! Temenin gue cari gelang itu, kali stoknya masih ada d storenya. Kalau nggak ada, ya siap-siapa aja gue diomelin Kakak Al.”
Ratu turun untuk sarapan setelah teleponan dengan Vika. Dia sarapan paling belakangan sendirian, karena bangun siang. Tinggal menyusun skripsi saja, Ratu akan bangun pagi jika harus ke kampus saja. Atau jika ada kompetisi taekwondo.
“Non Ratu… “ Seorang asisten rumah tangga menghampiri Ratu yang baru saja turun dari tangga lantai dua. “Ada yang kasih ini barusan, Non,” lanjut asisten rumah tangga tersebut sembari menyodorkan sebuah paperbag.
“Dari siapa, Mbak?” tanya Ratu mengernyit.
“Nggak tahu saya, Mbak. Barusan ada cowok pakai motor gede itu mampir kasih ini. Katanya, titip ini buat Non Ratu. Isi di dalamnya ini punyanya Non Ratu. Begitu.”
Miliknya?
“Ya udah, Bi, terima kasih, ya?” Ratu pun membuka paperbag tersebut sambil berjalan menuju meja makan. Di dalam paperbag tersebut, ada sebuah kotak. Ratu telah duduk di sebuah kursi dan membuka kotak tersebut. Dia tersenyum lega mendapati gelang yang dicarinya ada di dalam kotak tersebut.
Ratu langsung menebak. Jadi, gelangnya semalam ditemukan oleh lelaki yang menolongnya itu?
Akkhhh… Ratu jadi makin penasaran siapa lelaki itu. Kok baik sekali, setelah menolong juga mengembalikan gelangnya Ratu yang tak murah harganya. Sekitar 18,5 juta rupiah.
Ratu jadi semakin yakin, akan dia jadikan pacar jika memang lelaki baik itu tampan. Ratu tak menampik jika suka lelaki yang tampan, seperti para biasnya di EXO.