2. Naluri Seorang Ibu

1044 Words
Esok harinya Fatwa dan Lisa mengunjungi panti asuhan. Akan tetapi betapa malangnya sebab anak Fatwa rupanya sudah lama diangkat oleh seseorang. Dan yang lebih menyedihkan lagi karena pemilik panti tidak mau memberitahu dimana anaknya sekarang berada. "Bu, saya mohon beri alamat orang yang sudah mengangkat anak saya. Saya mohon..." Fatwa menangis sambil bersujud dan memegang kedua kaki pemilik panti. Lisa yang berdiri di belakangnya sampai ikut menangis dan mencoba memberikan kekuatan pada sahabatnya untuk tetap tegar. "Iya, Bu. Kasihan dia sejak lahir bahkan belum sempat melihat wajah anaknya," sela Lisa. "Tapi saya sudah disumpah untuk tetap menjaga rahasia ini, jika tidak mereka akan menggusur panti ini. Lalu bagaimana nasip anak-anak lain?" jawab pemilik panti meminta pengertian. Lisa membantu Fatwa untuk berdiri dan duduk di kursi. "Ibu, kami paham jika Anda tidak tega dengan anak asuh Anda. Tapi bagaimanapun juga teman saya memiliki hak untuk bertemu dengan anaknya. Jadi bagaimana kalau nanti Fatwa bisa berpura-pura bekerja di sana dan merahasiakan jika dia adalah ibu kandungnya? Dengan begini panti ini tetap aman dan teman saya bisa bertemu dengan putrinya," sela Lisa serius. "Baiklah, saya harap kalian bisa menjaga kami juga. Tunggu sebentar," jawab pemilik panti berlaku pergi. "Fatwa, jangan putus asa," bujuk Lisa. "Aku tidak akan pernah putus asa. Aku masih ingin hidup dan bertemu anakku. Aku juga ingin bisa merawatnya selayaknya seorang ibu," jawab Fatwa. Beberapa saat kemudian datang pemilik panti sambil membawa berkas dan juga foto bayi. "Ini, sudah ketemu alamatnya. Tapi semua orang tidak ada yang tahu jika putri Anda adalah anak angkat. Semua orang mengira jika putri Anda adalah anak kandung mereka," kata pemilik panti. Fatwa menatap foto putrinya, dari tanggal yang tertera pada bawah foto terlihat jelas jika foto itu diambil saat putrinya baru berumur beberapa hari. "Sekarang putriku sudah berumur enam bulan, pasti sudah mulai bisa mengoceh," gumam Fatwa menangis bahagia. "Saya mohon kalian menepati janjinya, demi kebaikan kita semua," pinta pemilik panti. "Iya," jawab Fatwa. Fatwa dan Lisa berpamitan, sepanjang perjalanan Fatwa tidak bisa berhenti memeluk foto putrinya sambil berurai air mata. "Lisa, bagaimana caraku untuk menemui putriku?" tanya Fatwa bingung. "Mari kita kunjungi dulu alamat ini, siapa tahu kita bisa melihat dari jarak jauh," jawab Lisa. "Iya," jawab Fatwa penuh harap. Fatwa tidak mengira jika kehidupannya akan sesulit ini, bahkan untuk menemui putri kandungnya dia tidak punya daya. Sesuai alamat yang tertulis, rupanya orang tua angkat putri Fatwa rumahnya sangat megah seperti istana. Dalam hati Fatwa penasaran apakah mereka memperlakukan putrinya dengan baik atau tidak. "Wah... Akan sulit untuk kita masuk kalau begini,jarak pintu gerbang dan rumahnya saja begitu jauh," keluh Lisa merasa iba. "Aku bisa merasakan ini, jika putriku memang ada di dalam sana," gumam Fatwa Tin... Tin... Tin... Fatwa dan Lisa segera menyingkir sebab ada mobil mewah yang hendak masuk. Akan tetapi tiba-tiba kaca mobil terbuka. "Apakah kalian pengasuh baru keponakanku?" tanya pemuda tampan ramah. "Iya... Iya..." jawab Lisa antusias. "Masuklah kalau begitu," perintah pemuda tersebut. "Fatwa, ayo buruan masuk. Ini adalah kesempatan," bisik Lisa. "Iya," jawab Fatwa terharu. Mereka berdua berjalan menyusuri taman. Jantung Fatwa berdetak kencang dan berharap semoga kedepannya bisa lancar. Begitu masuk, rupanya di ruang tamu sedang ramai orang. "Kalian sudah datang ya, mari sini," pinta seorang wanita tua sangat ramah. Fatwa fokus pada satu anak yang sedang dipangku oleh lelaki tua yang sebagian rambutnya sudah memutih. Fatwa tahu jika anak cantik itu adalah putrinya. "Maaf, Ma. Kami hanya mencari satu pengasuh, itupun hanya sebagai pendampingku saja saat aku lelah," ujar seorang wanita berparas cantik. "Oalah, lalu bagaimana?" jawab wanita tua itu bingung. "Maaf, Nyonya. Saya datang kemari hanya untuk mengantarkan saja. Karena sepupu saya ini datang dari jauh dan belum tahu alamat daerah sini," sela Lisa. "Oalah, jadi kamu yang mau bekerja ya. Cantik sekali, siapa namamu dan berapa usiamu?" tanya Wanita tua itu. "Nama saya Fatwa, umur 20 tahun," jawab Fatwa. "Baiklah, kalau begitu mulai sekarang kamu bekerja di sini ya. Tolong jaga baik-baik cucu kesayangan saya." Fatwa sebenarnya tidak tahan ingin segera memeluk putrinya, tapi dia mencoba menahan diri agar tidak dicurigai. Fatwa juga menahan air matanya yang hampir tumpah, sungguh perasaan antara bahagia, rindu dan juga bersalah yang mengaduk-aduk relung jiwanya. "Fatwa, ini anak yang akan kamu asuh nanti. Namanya Aurel, saya mohon kamu jaga baik-baik cucu kesayangan saya ya." Fatwa langsung mengangguk setuju, tanpa diminta dia akan selalu menjaga putrinya sepenuh hati. "Aurel, jadi nama putriku Aurel. Sungguh disayangkan jika putriku bukan aku yang memberi nama. Akan tetapi melihat putriku yang sehat dan menggemaskan ini aku sudah sangat bahagia dan bersyukur," batin Fatwa. "Iya, Nyonya. Kalau begitu saya pamit pulang terlebih dahulu untuk menyiapkan barang-barang keperluan saya. Nanti siang saya akan kemari lagi," jawab Fatwa bersemangat. ************************ Di hari pertama fatwa bekerja, dia cukup kaget juga jika di rumah megah itu tuan barunya memiliki istri dua. Dan anehnya hubungan mereka terlihat harmonis. Sedangkan kedua orang tua yang kemarin ditemuinya itu sudah pulang ke rumah mereka sendiri. "Fatwa, kamu dipanggil papanya Aurel di ruang kerja. Kemarin kan belum sempat bertemu," ucap seorang perempuan anggun yang berhijab. "Iya, Nyonya Arisa," jawab Fatwa patuh. Fatwa segera naik ke lantai dua, dalam hatinya merasa kasihan juga melihat Nyonya pertamanya tersebut. Karena meskipun cantik dan baik hati tetapi di madu sebab mandul. "Permisi," ucap Fatwa mengetuk pintu. "Masuklah!" jawab seorang lelaki dengan suara berat. "Perkenalkan nama saya Fatwa, pengasuh baru nona Aurel," ucap Fatwa menunduk. "Fatwa, namaku Dimas. Karena sekarang kamu bekerja di sini maka kamu harus ikuti aturan keluarga ini. Aku harap kamu bisa menjaga putriku dengan baik," pinta seorang lelaki berwajah tampan tapi tegas. "Iya, Tuan," jawab Fatwa patuh. Kemudian pemuda yang bernama Dimas itu menatap Fatwa dengan cermat, sebab jika dilihat Fatwa masih begitu muda. "Apa kamu yakin bisa mengasuh bayi?" tanya Dimas memastikan. "Saya sudah biasa merawat bayi, sebab memiliki adik kecil," jawab Fatwa berbohong. "Baiklah kalau begitu, silahkan kamu lanjutkan pekerjaanmu. Semoga kamu betah bekerja di sini," balas pemuda tersebut. Fatwa hanya menundukkan kepalanya lalu kembali keluar. Dia merasa gugup juga sebab baru kali ini bekerja. Semenjak kecil Fatwa hidup kecukupan dan hampir tidak pernah kesusahan. Bahkan saat setelah menikah suaminya lah yang memasak dan dia hanya beres-beres rumah saja. Namun untuk mengurus putrinya sendiri Fatwa yakin bisa. Karena dia akan melakukan apapun yang terbaik demi sang buah hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD