Buah cinta hadir di tengah perpisahan

1306 Words

Pagi itu, suara ayam berkokok memecah kesunyian desa. Faiza baru saja menimba air dari sumur ketika tiba-tiba perutnya terasa mual. Ia buru-buru meletakkan ember dan menutup mulutnya, berlari kecil ke belakang rumah. Tubuhnya gemetar, dan tanpa bisa ditahan, semua isi perutnya keluar. “Ya Allah…” ucapnya pelan, menahan pusing yang tiba-tiba menyerang. Tangannya gemetar saat ia menyandarkan diri di dinding bambu, napasnya tersengal. Setelah beberapa saat, ia membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba menenangkan diri. Namun rasa mual itu datang lagi — lebih kuat dari sebelumnya. Seorang tetangga, Bu Sumi, yang lewat di depan rumah, langsung menghampiri. “Faiza, kamu kenapa, Nak? Wajahmu pucat sekali.” Faiza memaksakan senyum, meski tubuhnya masih lemas. “Nggak apa-apa, Bu. Mungkin c

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD