Adit kembali berangkat hari itu dengan tangki cinta yang kembali terisi penuh. Dia memeluk Nayla sekali lagi dengan erat sebelum masuk ke dalam stasiun. “Aku usahain cepet pulang.” Nayla hanya mengangguk. Setidaknya kini ia lebih mengerti pekerjaan suaminya. Lebih mengerti jika sewaktu-waktu laki-laki itu harus meninggalkannya berbulan-bulan. Meski ia akan lebih suka jika bisa mendampinginya dan mengurusnya dimanapun mereka harus tinggal, tapi ia juga tahu kondisi kehamilan pertamanya membuat mereka harus berhati-hati. “Take care ya,” Adit mengelus perut Nayla. “Mas juga jaga diri ya.” Pemberitahuan dari pengeras suara kembali terdengar. Adit mengecup kening Nayla dan segera beranjak masuk. Keretanya sudah mau berangkat. Nayla menunggu beberapa saat hingga kereta yang Adit tumpangi ben