Sunyi. Aya hanya duduk dengan wajah lesu menatap lurus ke depan. Pertemuannya yang sangat singkat dengan Daus nyatanya hanya memberi sebuah rasa sakit yang kembali menganga. Harusnya dia memang tidak terlalu berharap. Harusnya Aya juga tahu diri. Setelah semua yang ia katakan. Setelah semua ucapan kasarnya kepada Daus, sudah tentu semua tidak akan kembali seperti semula. Toh perkataan yang terlontar itu seperti memaku di sebuah papan kayu. Meskipun paku itu kembali dicabut, bekasnya akan tetap tinggal di sana. Selamanya. Aya mengembuskan napas panjang. Suasana hatinya berubah mendung. Alfian yang menyetir agaknya juga sudah kehabisan energi untuk marah-marah. Ia sesekali melirik Aya dan juga sedikit takut untuk bersuara. “Kan, udah ketemu … kenapa lo malah jadi makin murung?” tanya A