Pertemuan kedua Adnan dan Hana terjadi ketika Adnan dan Talita sedang berkencan. Lebih tepatnya mereka bertemu di restoran tempat Hana bekerja. Namun, saat itu Adnan tidak mengenali Hana karena penampilan Hana yang berbeda dari biasanya. Ia hanya mendengarkan alunan piano yang dimainkan Hana, tanpa tahu jika yang memainkannya adalah kekasih semasa kecilnya yang telah dilupakannya.
Tapi entah mengapa, permainan piano pada malam hari ini begitu terdengar sedih. Adnan seolah bisa merasakan bahwa pemain piano sedang berada di suasana yang tidak baik - baik saja. Sesaat hati Adnan merasakan hal aneh, bagaimana bisa ia tahu jika pemain piano sedang sedih? Padahal ia mengenalnya pun tidak.
Karena adanya Talita di depan Adnan membuat dirinya tidak terlalu menunjukkan bahwa dirinya sedang bersimpati pada pemain piano. Ia berusaha bersikap biasa saja dan mengajak Talita berbicara. Setidaknya dengan begitu, ia tidak kepikiran tentang pemain piano itu.
Adnan kembali menatap serius kearah Talita. Mungkin inilah saatnya ia harus mengatakan kebenaran tentang perjodohan yang dilakukan keluarganya bersama keluarga gadis kampung yang tidak dikenalnya. Setidaknya Talita cukup tahu. Tentang masalah Talita akan menyudahi hubungan mereka atau tidak, itu terserah keputusan Talita. Tapi yang pasti, Adnan sudah mengatakan yang sebenarnya kepada kekasihnya itu. Semoga ia bisa menunggu Adnan hingga dirinya bisa menceraikan gadis kampung itu nantinya, ketika mereka benar - benar melanjutkan perjodohan mereka ke jenjang selanjutnya.
"Sayang, aku mau ngomong serius sama kamu." Adnan membuka pembicaraan diantara mereka, setelah sekian lama terdiam dan lebih asik menikmati makanan masing - masing.
"Apa?" Talita sedikit kebingungan akan ucapan Adnan. Tidak biasanya pacarnya itu tidak mengatakan hal penting secara langsung, malah lebih memilih bilang terlebih dahulu.
"Sebenarnya..." Belum sempat Adnan melanjutkan ucapannya. Tiba - tiba terdengar suara gemuruh tepuk tangan yang cukup mengagetkan Adnan dan juga Talita. Mereka saling berpandangan satu sama lain, hingga akhirnya matanya tertuju pada panggung kecil yang berada di sudut ruangan dengan sebuah piano besar yang sudah tersedia di atas panggung. Ternyata tepuk tangan tadi adalah tanda bahwa pengiring musik di restoran ini telah duduk di atas kursi piano dan siap memainkan piano tersebut.
Karena posisi panggung dari sudut pandang Adnan dan Talita sedikit serong, sehingga membuat keduanya tidak dapat melihat dengan jelas wajah sang penampil. Mereka hanya melihat penutup piano yang berhasil menutupi sang pemain secara total.
"Sepertinya permainan piano akan segera di mulai." Gumam Talita ketika melihat seorang gadis yang sudah duduk di hadapan piano besar itu.
Tepat di depan panggung kecil, terdapat ruang kosong yang sudah disediakan pemilik restoran untuk pengunjung yang ingin berdansa maupun menari disana. Walaupun ini hanyalah sebuah restoran, tapi karena konsepnya adalah sebuah kemewahan dan elegan. Sehingga adegan berdansa perlu di tampilkan, agar pengunjung dapat menikmati iringan musik dengan menggerakkan tubuhnya secara bebas di ruang kosong tersebut.
Not pertama mulai terdengar, kemudian alunan nada yang begitu sendu mulai mengalun indah memanjakan telinga para pengunjung. Pemain piano ini berhasil membuat para pengunjung terpesona dan mulai menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri menikmati alunan piano yang mendayu - dayu. Sepertinya tema permainan piano malam ini tentang situasi mellow yang sedang di rasakan oleh pemain tersebut.
Hanya dengan mendengarnya saja, para pengunjung sudah bisa merasakan kesedihan dan segala macam curahan sang pemain di dalam tarian jari jemarinya diatas tuts - tuts hitam putih. Seolah para pengunjung ikut bersimpati atas apa yang dirasakan gadis itu.
Begitu juga Adnan dan Talita yang mendengar alunan nada ini. Rasanya hati Adnan begitu sakit setiap mendengar suara yang dihasilkan dari pemain piano itu. Seakan lagu ini ditujukan padanya, padahal Adnan tidak mengenal gadis pemain piano itu. Ada apa sebenarnya?
Keheningan terjadi diantara Talita dan Adnan. Keduanya nampak asik menikmati permainan piano itu, hingga tanpa sadar Adnan lupa bahwa dirinya ingin berbicara serius dengan Talita. Sampai akhirnya satu lagu berhasil diselesaikan oleh pemain piano itu. Adnan lebih dulu tersadar akan keterpanaannya. Ia kemudian buru - buru menetralkan ekspresinya, dan berusaha mengembalikan fokusnya untuk berbicara serius dengan Talita.
"Sayang, aku mau bicara serius." Ucapan Adnan bersamaan dengan dimulainya lagu kedua oleh sang pemain piano. Namun, kali ini permainan piano mulai memainkan nada yang sangat cocok untuk dijadikan iringan dansa. Sepertinya memang telah ditentukan oleh restoran tentang jadwal permainan yang harus dimainkan pemain piano itu. Yang pasti harus ada bagian dansa di sepanjang penampilannya.
Dan saat inilah waktunya. Tapi karena Adnan sudah mulai fokus dengan apa yang ingin dikatakannya kepada Talita, ia hanya menganggap lalu iringan musik kali ini. Pokoknya malam ini, Adnan ingin mengungkapkan semuanya kepada Talita sebelum dia tahu dari orang lain. Itu hanya akan membuat kekecewaan Talita terhadap dirinya akan semakin besar. adnan ingin dirinya lah yang akan memberitahu Talita secara langsung. Setidaknya itu tidak akan sesakit ketika Talita tahu dari orang lain.
"Sayang, kita dansa yuk." Talita menghiraukan ucapan Adnan, malah mengajak kekasihnya itu untuk berdansa bersama beberapa pengunjung yang mulai memenuhi ruang kosong di depan pemain piano itu.
"Tapi..." Adnan belum selesai dengan ucapannya dan Talita malah seenaknya memotong pembicaraan. Padahal Adnan sudah mengumpulkan keberanian untuk mengatakan apa yang telah terjadi di keluarganya, terutama dirinya sendiri.
"Ayok ih." Talita berdiri dari duduknya dan menarik paksa tangan Adnan agar mau mengikutinya ke lantai dansa.
Akhirnya dengan pasrah Adnan mengikuti kemana Talita menarik tangannya. Sampai di lantai dansa, Talita mulai memposisikan tangannya di leher Adnan. Sedangkan Adnan memegang pinggang Talita. Mereka berdansa sesuai dengan iringan piano yang mengalun di samping lantai dansa. Adnan sangat menguasai teknik berdansa sejak kecil, entah siapa yang mengajarinya. Tapi yang pasti, Adnan sudah mahir berdansa sebelum bertemu dengan Talita. Jadi, Adnan lah yang mengajari Talita berdansa.
Tanpa Adnan sadari, ada sepasang mata yang tidak sengaja melihat Adnan dan Talita berdansa. Awalnya pemilik sepasang mata ini cukup kaget akan kehadiran Adnan, sehingga ia hampir kehilangan satu not maupun tuts yang harusnya di tekan. Tapi untungnya dia dapat mengatasi kesalahannya sendiri sehingga tidak dicurigai oleh para pengunjung.
Yah, sepasang mata itu adalah milik pemain piano yang sedang mengalihkan pandangannya ke depan untuk melihat para pengunjung yang asik berdansa. Tapi siapa sangka dia malah bertemu dengan Adnan yang merupakan kekasih semasa kecilnya. Benar, pemain piano itu adalah Hana.
Tanpa diketahui keduanya, ternyata mereka dipertemukan kembali di situasi seperti ini. Apalagi Hana melihat Adnan sedang berdansa dengan wanita lain. Hal itu membuat hati Hana berdenyut sakit. Karena dia adalah seorang yang profesional, ia takkan begitu saja terpengaruh hingga merusak permainan pianonya.
Untuk sementara, Hana harus bisa menahan kesedihan ini hingga dia benar - benar mampu meluapkannya nanti di rumah, tanpa seorang pun tahu.
Setelah satu lagu selesai di mainkan, Hana langsung beranjak dari tempat duduknya dan sedikit membungkuk kearah pengunjung, sebelum akhirnya berlalu dari atas panggung. Hanya dua lagu saja, Hana sudah mulai merasa lelah. Bukan lelah fisik, tapi lelah hati karena melihat bagaimana Adnan dan Talita yang begitu mesranya di lantai dansa tadi. Seandainya ia yang ada di sana, pasti Hana akan sangat senang sekali. Apalagi lelaki itu adalah Adnan, lelaki yang sepanjang umurnya masih tetap menjadi cinta pertamanya.
Adnan tidak melihat kearah pemain piano yang mulai berpamitan kearah pengunjung. Karena ia sedang asik bertatap - tatapan dengan Talita yang berada di rengkuhannya. Mereka berdua saling menyalurkan kasih sayang mereka melalui tatap matanya. Hingga salah satu tidak ada yang ingin mengalah untuk menjauhkan diri.
"Sampai kapan kita seperti ini? Pengunjung lain sudah pada bubar." Bisik Talita yang ternyata sadar terlebih dahulu ketika merasakan sekitarnya terasa sepi.
Seketika Adnan sedikit gelagapan dan mulai melirik sekelilingnya yang mulai menatap keduanya yang tak kunjung kembali ke kursi. Dengan gerakan kikuk, Adnan mengamit tangan Talita dan membawanya kembali ke meja mereka. Masih ada satu bahasan yang harus mereka diskusikan malam ini.
Ketika keduanya telah berada di meja mereka, Adnan mulai mengulang ucapannya yang mengatakan, "Sayang, aku ingin berbicara serius." Kali ini dengan suara tegas agar Talita tidak mencari alasan lain untuk mengalihkan pembicaraan.
"Hmm?" Saking bingungnya, Talita hanya bertanya dengan deheman seolah menyuruh Adnan untuk melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya aku..." Adnan sedikit kesulitan ketika mengatakannya. Ia takut jika informasi ini akan membuat Talita membencinya. Bahkan bisa saja malam ini juga, Talita akan menyudahi hubungan diantara mereka.
"Aku kemarin bukan hanya acara keluarga. Tapi juga membicarakan hal penting mengenai aku." Adnan mulai berbicara secara bertele - tele. Ia sebenarnya belum siap untuk mengatakan ini, tapi mau bagaimana lagi? Daripada Talita dengar dari orang yang salah?
"Apa itu?" Talita tidak terlalu suka mencampuri urusan keluarga Adnan. Karena mengurusi keluarga sendiri saja repot, apalagi ditambah urusan keluarga orang lain?
"Aku..." Adnan mulai memperpanjang obrolan dengan kata - kata yang sedikit ambigu. Sedangkan Talita dengan sabar menunggu kelanjutkan ucapan Adnan.
"Aku dijodohin sama papa." Akhirnya terucap sudah apa yang ingin dikatakan Adnan selama ini. Seluruh keberaniannya segera menguap, digantikan oleh perasaan khawatir dan takut. Adnan sangat takut jika benar - benar akan kehilangan Talita. Dan ia juga khawatir jika nantinya Talita membencinya dan tidak ingin mengenalnya lagi.
Talita tersentak sesaat, kemudian ia berusaha terlihat bercanda dengan mengatakan, "Gak mungkin kamu dijodohin. Ini jaman apa... Kamu pasti bohong." Meskipun suara Talita terdengar diiringi tawa kecil, namun sebenarnya hatinya sakit jika pada akhirnya Adnan akan benar - benar dijodohkan.
"Aku serius." Kini Adnan mengucapkan keseriusannya dengan penekanan di dua kata tersebut. Ia ingin Talita tahu bahwa saat ini bukanlah saat yang tepat untuk bercanda. Ini menyangkut masa depan mereka berdua!
Talita terdiam. Ia tak berbicara apapun. Hatinya sedih sekaligus sakit ketika mendengar apa yang diucapkan Adnan. Andai saja keluarganya tidak bermusuhan dengan keluarga Adnan, pasti saat ini Talita sudah bertunangan dengan Adnan. Atau paling tidak, Talita sudah berganti status sebagai istri Adnan. Tapi sayangnya, semua itu tidak akan pernah mungkin terjadi. Talita sudah memprediksikan bahwa keluarganya dan keluarga Adnan tidak akan pernah bisa bersatu.
"Aku mau kamu yang nentuin tentang hubungan kita kedepannya. Apapun pilihan kamu, aku akan terima." Adnan yang melihat kebingungan melingkupi Talita, hanya bisa berkata tentang otoritas Talita terhadap hubungan mereka kedepannya.
Talita menatap Adnan dengan berkaca - kaca. Air matanya seolah siap turun begitu saja, tapi berusaha ia cegah agar tidak jatuh.
"Aku akan pikirkan..." Ucapan Talita menjadi akhir dari pembahasan keduanya tentang perjodohan Adnan.
To Be Continued...