Seorang pria nampak sedang fokus dengan ponselnya. Ia duduk di kursi depan cermin besar yang disekililingnya terdapat lampu - lampu kecil yang membantu orang di depannya untuk berias. Yah, pria itu kini sedang berada di ruang tata rias. Ia terlihat sibuk mengagumi dirinya sendiri di website penggemarnya. Apalagi ketika para penggemar wanita selalu menyanjungnya. Rasanya ia seperti diinginkan banyak orang. Meksipun hanya Talita lah yang mampu memiliki dirinya.
Sesekali senyum manis terukir di bibir tipis pria itu. Ia melakukannya ketika terdapat komentar lucu yang tidak sengaja dibacanya, apalagi jika kata - kata itu diiringi dengan emotikon yang sesuai dengan setiap baris kalimatnya.
Para penggemarnya itu memang benar - benar mampu membuat mood pria ini menjadi lebih baik. Sejak pagi, mood pria ini sedang jelek - jeleknya akibat fotografernya yang selalu mengatakan bahwa posenya salah. Ditambah lagi jika ingat perjodohan dengan seorang gadis yang namanya pun tidak pernah Adnan lihat. Bahkan disaat mamanya menyodorkan foto calon tunangannya itu, Adnan sama sekali tidak berminat dengannya.
Ia berpikir tentang fisik gadis itu, yang mirip dengan ibu - ibu yang sering beli belanja bahan makanan di pasar. Atau mungkin, gadis itu adalah gadis desa? Gayanya benar - benar kampungan!
Pria ini terlihat menghembuskan napasnya pasrah. Hanya memikirkannya saja bisa membuatnya muak, apalagi jika gadis itu benar - benar seperti apa yang ada di kepalanya. Dia sangat membenci gadis yang menyusahkan nya.
Memangnya apa hebatnya gadis itu? Sehingga membuat kedua orang tuanya sangat tertarik terhadapnya. Bahkan selalu memujinya di depan Adnan. Seolah - olah mengatakan kepada anak laki - lakinya bahwa gadis itu lah yang telah ditakdirkan bersama dengan Adnan.
Tiba - tiba seorang perias datang untuk memanggil Adnan dan menyuruhnya segera bersiap untuk pemotretan selanjutnya. Kali ini, Adnan akan berpasangan dengan pacarnya untuk mengisi sampul depan majalah terkenal di Indonesia. Mereka tertarik dengan keserasian Adnan dan Kekasihnya, seolah mereka lah pasangan serasi yang tidak bisa dipisahkan.
Adnan melirik periasnya yang baru saja datang dari cermin besar di depannya. Kemudian ia mengangguk sambil berdiri dari tempat duduknya. untuk sementara, Adnan tidak ingin memikirkan tentang perjodohan yang direncanakan oleh kedua orang tua nya. Dia harus fokus dengan apa yang ingin dicapai nya saat ini. Sekaligus memikirkan bagaimana membatalkan perjodohan dengan gadis kampung itu.
Sesampainya di studio pemotretan, Adnan melihat gadisnya sedang bercakap - cakap dengan fotografernya. Ia terlihat cantik ketika menggunakan gaun berpotongan rendah pada bahunya, dengan warna merah yang terlihat mempesona dan cantik. Tidak salah jika selama ini, Adnan selalu merasakan jatuh cinta berkali-kali terhadap pacarnya itu. Karena memang kecantikan nya tidak dapat ditandingi oleh keindahan manapun.
"Hai, Sayang." Sapa Adnan kepada Talita, yang langsung menjauhkan diri dari fotografernya. Ia kemudian berjalan menghampiri Adnan dengan senyum manis yang terukir di wajah cantik Talita.
"Udah selesai make up nya?" Talita bertanya kepada Adnan yang telah tiba dengan cepat ke studio pemotretan. Biasanya, Adnan selalu berdiam diri di ruang rias ketika selesai merias diri. Oleh karena itu, Talita terkejut karena Adnan datang terlalu cepat.
"Udah dari tadi." Dengan suara lembutnya, Adnan menjawab pertanyaan Talita itu. Adnan memang tidak pernah bersikap kasar terhadap Talita, karena dia sangat mencintai Talita dan begitu menghargai kekasihnya itu.
"Kamu terlihat tampan hari ini." Puji Talita dengan tulus kepada Adnan. Sebelah tangan nya terlihat terangkat untuk membetulkan anak rambut Adnan yang sedikit berantakan pada bagian depan.
"Kamu juga." Adnan memuji Talita balik, sambil menampilkan senyum menawan nya yang mampu mengikat hati para wanita yang melihat nya. Pantas saja, penggemar wanitanya begitu cemburu terhadap Talita karena berhasil merebut pangeran impian mereka.
Namun, karena Talita sangat cantik, sehingga hinaan ataupun cacian tidak diterima oleh Talita. Bahkan sebaliknya, beberapa ungkapan kekaguman akan kecantikan Talita lah yang sering diterima pacar Adnan tersebut. Apalagi di dunia hiburan, tidak boleh sembarang mengungkap permasalahan pribadi. Karena itu akan mendatangkan celaan maupun hinaan dari masyarakat media daring.
Hubungan Adnan dan Talita terbilang cukup beruntung, karena tidak adanya komentar pedas tentang mereka. Malah kebanyakan mengatakan tentang kecemburuan mereka terhadap Talita. Mulai dari segi fisik maupun keberuntungan nya mendapatkan Adnan. Atau mungkin beruntung karena telah menjadi teman sejak kecil Adnan, sehingga membuat pangeran kesayangan para penggemar Adnan menjadi sangat iri.
"Maksud kamu aku tampan?" Talita berdecak sebal akibat pujian Adnan tersebut. Kenapa pacarnya itu susah sekali mengatakan pujian secara lengkap? Hanya bisa membalikkan ucapan Talita. Apakah benar Adnan sedang memuji nya? Atau karena dia merasa tidak enak jika dipuji Talita, sehingga hanya menjawab seadanya tanpa disertai penjelasan atau mengganti kata 'tampan' menjadi kata 'cantik'.
Adnan tersenyum kembali ketika melihat Talita yang mulai merajuk. Menurutnya ia begitu menggemaskan ketika sedang merajuk seperti ini. Karena gemas, Adnan mencubit pelan pipi tirus Talita dan itu berhasil membuat Talita semakin cemberut. "Maksud aku, Kamu juga cantik, sayang."
Talita menepis tangan Adnan yang berada di pipinya. Dan berjalan menuju salah satu spot pemotretan yang akan digunakan Adnan dan Talita nantinya. Ia bersiap untuk memulai pemotretan tanpa menunggu Adnan. Talita masih cukup kesal dengan tingkah Adnan barusan. Bagaimana jika akibat cubitan Adnan tadi membuat pipi nya merah dan mengembang beberapa milimeter? Itu akan membuat Talita jelek di kamera!
Ia sudah bekerja keras untuk menjaga penampilan nya ini. Hingga berbagai macam diet ia lakukan hanya demi tercapainya postur tubuh idaman nya. Hingga akhirnya tercapai semua itu, dan dia diterima sebagai model di agensi yang sama dengan Adnan. Tentu saja Talita sangat senang karena dia bisa bekerja berdampingan dengan kekasih nya.
"Kamu marah?" Melihat Talita yang tengah merajuk terhadapnya, Adnan mengejar Talita dan mencoba membujuknya agar tidak marah terhadapnya. Ia merangkul pundak kekasihnya itu, mencoba meluluhkan hati Talita.
"Enggak." Talita menjawab dengan ketus, sambil mencoba melepaskan rangkulan Adnan di bahunya. Ia menghampiri fotografer yang akan memotretnya bersama Adnan, meninggalkan Adnan yang masih berdiri di tempat Talita tadi berdiri.
Dengan menghela napas pasrah, Adnan hanya bisa mengikuti kemana Talita pergi. Sampai akhirnya sesi pemotretan dimulai, tapi Talita masih merajuk dari Adnan. Meskipun wajahnya menampilkan senyum di kamera, namun Adnan tahu jika kekasihnya itu masih merajuk.
"Udah dong ngambeknya." Bisik Adnan disalah satu pose bersama dengan Talita. Ia menatap kedua mata Talita yang juga tengah menatapnya. Wanita itu berusaha menampilkan tatapan lembutnya untuk sang kekasih, tapi sayangnya hal itu malah terlihat menyeramkan bagi Adnan.
"Aku enggak ngambek." Ucap Talita dengan penuh penekanan sambil melotot tajam kearah Adnan. Untungnya fotografer tidak memotret mereka ketika Talita mendelik sebal kearah Adnan, bisa - bisa hasilnya akan jelek.
"Senyum dong, kalau gak ngambek." Adnan menaik turunkan alisnya mencoba merayu Talita agar tidak marah lagi terhadapnya.
Belum sempat Talita membalas ucapan Adnan, tiba - tiba fotografer mengarahkan pose mereka menjadi sedikit intim, yaitu berpelukan dengan tangan Talita yang dikalungkan di leher Adnan dan Adnan memegang kedua sisi pinggul Talita. Kemudian tanpa diminta sang fotografer, mendadak Adnan mendekatkan wajahnya kearah Talita hingga dahi mereka bertemu dan napas mereka saling bersahutan.
Jantung Talita dan Adnan berpacu seirama seolah mengiringi kedekatan ini. Sedangkan fotografer hanya bisa tersenyum simpul dan mengambil beberapa foto mesra keduanya. Ia tak melewatkan sedikit pun momen se-mesra ini. Beginilah enaknya jika memotret dua model yang memang sudah memiliki hubungan, sehingga fotografer tidak perlu susah - susah mengatur pose atau ekspresi modelnya.
"I Love You." Bisik Adnan tanpa menjauhkan wajahnya dari wajah Talita. Padahal sesi pemotretan sudah berakhir dengan adegan berpelukan tadi sebagai pose terakhir.
"Me too." Jawaban Talita yang pelan dan sedikit mendesah akibat ia tidak bisa mengatur degup jantungnya, membuat Adnan tersenyum. Memang hanya seperti inilah dia dapat meluluhkan hati Talita yang sedang merajuk terhadapnya.
Wanitanya itu hanya perlu dimanja, diperhatikan, dan tentu saja dicintai. Hanya dengan itu, maka Adnan yakin bahwa Talita tidak akan bisa melepaskannya sampai kapan pun.
"Hei. Pemotretan sudah selesai. Harus sampai kapan kalian berposisi seperti itu. Mau mengumbar kemesraan didepan jomblo?" Tiba - tiba terdengar gerutuan dari fotografer yang tadi memotret adegan Adnan dan Talita, terlihat sedikit iri dengan kemesraan yang ditimbulkan oleh kedua sejoli itu. Ia merasa bahwa sejak kehadiran dua model itu di studio, mereka selalu menganggap studio itu sebagai dunia mereka berdua. Sedangkan yang lainnya hanyalah tukang bersih - bersih rumah!
Dengan pelan, Adnan menjauhkan kepalanya dari Talita sambil menampilkan senyum menawannya. Sedangkan Talita hanya menunduk karena malu telah ditegur oleh fotografernya sendiri. Padahal ia jarang mengumbar kemesraannya bersama Adnan di depan orang lain. Jika mereka ingin bermesraan, maka ruang rias lah yang akan menjadi saksi betapa mesranya mereka.
"A-aku ke ruang rias dulu." Dengan sedikit gelagapan, Talita berjalan cepat menuju ruang rias. Tak lupa ia memanggil asistennya untuk menyuruh tata rias menghapus make up nya dan menggantinya dengan make up natural sehari - hari.
"Si Talita cantik banget ya bro. Beruntung lo dapetin dia." Dengan gaya sok akrabnya, fotografer itu merangkul bahu Adnan dan berceloteh tentang kecantikan Talita.
"Oh iya. Kalian kan udah pacaran lama. Kira - kira kapan lo mau ngelamar si Talita? Keburu diembat orang bro." Fotografer itu melepas rangkulannya dan berdiri menghadap Adnan. Ia juga mengejek modelnya itu karena tak kunjung menjadikan Talita sebagai istrinya. Padahal mereka sudah bersama sejak kecil.
Tatapan Adnan menajam kearah fotografer itu. Ia berbicara dengan suara beratnya, "siapa yang berani embat?" Ia yakin, tidak akan ada orang yang berani bermain - main terhadapnya dan mengambil kekasih cantiknya dari sisi Adnan. Kecuali jika orang itu ingin hidupnya tidak baik - baik saja.
Fotografer itu mengedikkan bahunya tanda tak tahu. Kemudian ia berlalu meninggalkan Adnan dengan pikirannya sendiri. Ternyata ucapan fotografer itu berhasil membuat Adnan kembali kepikiran akan perjodohan yang dikatakan kedua orang tuanya. Ia masih belum mengatakan tentang masalah itu dengan Talita. Adnan takut jika kekasihnya itu akan marah terhadapnya dan kemungkinan besarnya akan meminta putus darinya.
Adnan tidak mau hal itu terjadi. Ia sudah mencintai Talita sejak mereka kecil, tidak mungkin ia harus dengan rela mengikhlaskan hubungan mereka berakhir. Sepertinya Adnan harus memikirkan cara yang tepat untuk membatalkan pernikahannya. Tapi bagaimana? Sedangkan dirinya sendiri merasa tidak mampu jika berhadapan langsung dengan ayahnya. Tn. Pranaja terkenal tegas dan menuntut, sama sepertinya. Ditambah lagi keras kepalanya yang ternyata juga menurun kepada Adnan. Membuat Adnan tidak dapat berkutik di depan ayahnya sendiri.
Ketika Adnan sedang asik dengan pikirannya, tiba - tiba asistennya berlari menghampirinya sambil menunjukkan tampilan layar pada ponselnya. Di layar itu terdapat tampilan panggilan masuk yang berasal dari ayahnya, Tn. pranaja. Sepertinya ada hal serius yang ingin dibicarakan ayahnya kepada Adnan. Atau mungkin masalah perjodohan itu lagi?
Adnan menekan tombol berwarna hijau lalu mengaktifkan speaker di hapenya. Kemudian sepatah kata 'halo' ia suarakan untuk orang di seberang sana.
"Hari minggu, Keluarga Arkarna akan datang ke rumah untuk membicarakan tentang perjodohanmu dengan anak mereka. Papa harap kamu kosongkan jadwal mu dan datang tepat waktu. Papa tidak menerima segala bentuk penolakan!" Suara tegas Tn. Pranaja segera terdengar dengan penuh penekanan, seolah semua itu adalah perintah yang tidak dapat diganggu gugat. Beliau mengatakan tentang rencana kedatangan keluarga Arkarna yang jatuh pada hari minggu. Padahal Adnan berencana di hari minggu itu untuk menghabiskan waktunya bersama Talita, tapi sepertinya ia harus menggagalkannya.
"Tapi Adnan-" ucapan Adnan terputus karena ayahnya yang tiba - tiba mematikan panggilan telepon. Tn. Pranaja tahu jika Adnan akan menyuarakan penolakan, sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri panggilan telepon mereka.
'AAARRGGGGGGHHHH' Batin Adnan berteriak marah setelah mendapat perintah dari ayahnya. Ia mencengkeram ponselnya dengan marah, seperti ingin meremukkan ponselnya seketika.
"Kak. Ponselnya remuk ntar." Asisten Adnan segera merebut ponsel mahal Adnan, sebelum ponsel itu menjadi benar - benar remuk karena atasannya yang sedang marah.
"Sabar kak." Dengan lancangnya, Asisten laki - laki itu mengelus d**a Adnan yang mulai naik turun akibat emosinya. Tidak ada maksud lain, asisten itu hanya ingin menenangkan Adnan dari kemarahannya sendiri. Bagaimana pun juga, saat ini mereka sedang berada di lokasi pemotretan. Sangat tidak wajar, jika tiba - tiba Adnan mengamuk disini.
Adnan memejamkan matanya, ia mencoba meredam segala jenis emosi yang ada di dalam dirinya. Sampai akhirnya napasnya kembali teratur dan dia mulai bisa berpikiran jernih. Ia menatap asistennya yang telah berhenti mengelus dadanya ketika atasannya itu sudah mulai tenang.
"Ambilkan minum." Perintah Adnan kepada asistennya. Dan dengan gerakan tergesa - gesa, asisten itu segera berjalan cepat menuju dispenser yang tidak terlalu jauh dari posisi Adnan berdiri. Kemudian setelah mengambil air dari dispenser itu, sang asisten kembali menghampiri Adnan untuk memberikan segelas air tersebut.
Adnan merebutnya dan segera menenggak tandas isi gelas. Seakan air yang ada di dalam gelas itu berhasil memadamkan api emosi yang sempat meledak - ledak di dalam benaknya.
Untuk sementara, Adnan hanya bisa menuruti apapun kemauan ayahnya. Tapi jika hal ini terlalu jauh, maka Adnan tidak akan segan - segan untuk pergi dari rumah dan tidak akan pernah kembali lagi kesana. Persetan dengan perjodohan itu!
Tapi sebenarnya, Adnan tidak akan pernah berani melakukan hal itu. Dengan kaburnya ia dari rumah, itu akan menghilangkan hak warisnya atas kekayaan Tn. Pranaja terhadap dirinya. Lantas Adnan harus bagaimana?