"Enak ya, jadi simpanan Tuan Vasko!" Suara Karlota meluncur tajam, menghantam Selin seperti belati yang menusuk tanpa ampun. Selin, yang sedang duduk di dapur menikmati makan malamnya, hanya menghela napas pelan. Ia tahu cepat atau lambat, Karlota pasti akan mengeluarkan kata-kata seperti ini. Perempuan itu melangkah masuk dengan gerakan angkuh, tatapannya penuh ketidaksukaan yang seakan hendak membakar Selin hidup-hidup. "Kamu jangan terlalu bangga, Selin. Tuan itu hanya menganggapmu sebagai selingan saja," ujar Karlota dengan nada merendahkan. Selin meletakkan sendoknya dengan tenang, lalu mengangkat wajah. Ia menatap Karlota—perempuan yang usianya hampir seumuran dengan ibu pantinya dulu. Tapi tak ada kehangatan seorang ibu dalam sorot mata itu. Hanya kebencian dan rasa i

