BAB 5 DANCE KLASS

1317 Words
Selama tinggal di keluarga Harrington Lady Alexsa diwajibkan mengikuti berbagai bimbingan privat yang bisa di bilang sangat menjenuhkan. Hampir satu minggu dia harus menghafal nama-nama para bangsawan muda dan hari ini dirinya masih harus kembali dipaksa mengikuti kelas dansa pribadi bersama bibi nya. "Ayolah young Lady kau pasti bisa melakukannya." "Ya dan aku hanya akan mencelakai pasangan dansaku." Bibi Marry kembali tertawa menanggapi lelucon keponakannya itu tiap kali, kekikukan gadis itu memang sering menghadirkan tawa tak terduga. Bibi Marry adalah wanita empat puluh lima tahun yang masih cukup bersemangat untuk ukuran pinggang bulatnya. Lady Mary memang sedikit mengalami kelebihan berat badan selama sepuluh tahun terakhir ini, namun demikian semua itu seperti sama sekali tak menghalangi hobinya untuk bergerak. "Ayolah sini berdansalah dengan bibimu," Lady Marry sudah akan berdiri saat Alex berusaha mencegahnya. "Tidak Bibi, aku tidak ingin membuat kaki Bibi memar, percayalah aku sudah mendapat instruktur terbaik di kota ini." Judy collins adalah wanita muda energic dan pantang nyerah meskipun berulang kali Alex masih menginjak kakinya karena salah langkah. Mereka sudah berlatih hampir setengah hari untuk waltz meski hasilnya belum juga mendekati cukup untuk membawa gadis itu kelantai dansa tanpa menyiksa pasangan dansanya. Alex cukup banyak mendapatkan pelajaran tentang banyak hal belakangan ini, bibinya juga cukup ulet dan pantang menyerah untuk menyemangati keponakannya, hampir sebagian waktunya belakangan ini dihabiskan untuk menemani gadis itu belajar dan berbelanja banyak hal. Meski sejatinya Alex bukan tipe gadis yang menyukai belanja tapi belakangan dia mulai menikmati waktunya berkeliling dengan bibinya di jalanan kota London hanya untuk sekedar memenuhi kapasitas lemari pakaiannya. "Oh maaf Ms. Collins aku kembali menginjak kakimu." "Sebaiknya kita istirahat dulu dan suruh pelayan untuk mengompres kakimu Judy." Dia tau Lady Mary hanya bercanda dan mulai tertawa, entah sudah berapa banyak keceriaan yang di tularkan gadis itu belakangan ini, bibi Mary benar-benar lelah tertawa sampai mengabaikan tatakrama yang selama ini ia jaga. "Oh kemarilah sayang sebaiknya kau berdansa dulu dengan Bibimu," Lady Marry sudah mengulurkan tangannya. "Sepertinya ada yang membutuhkan patner dansa,"sebuah suara maskulin tiba-tiba menyela pembicaraan mereka. Alex mendapati seorang pria dengan stelan rapi berdiri di ambang pintu yang sedari tadi memang di biarkan terbuka. "Oh Tuhan, Bibi tidak tau kapan kau datang, James," pekik Lady Marry yang masih ternganga. Seorang bangsawan muda dengan senyum menggoda sedang berjalan mendekatinya dan mengecup punggung tangan sang bibi. "Maaf Bibi aku tidak bisa datang dalam pemakaman saudaraku, dan aku masih sangat berduka atas kehilangan kita bersama." Bibi Marry hampir meneteskan air mata saat kembali mengambil jarak untuk memperhatikan pemuda di depannya dengan benar.  Sebuah saputangan sutra baru saja pemuda itu ambil dari salah satu saku jasnya. "Oh, terimakasih," Bibi Marry masih nampak terharu dengan kemunculan tiba-tiba keponakan kesayangannya itu. Putra dari adik perempuan suaminya itu memang sudah seperti putra kedua baginya. James Winston sudah ada dalam pengasuhannya sejak kedua orang tuanya mengalami kecelakaan saat usia putra tunggal sang Duke itu masih belum genap sepuluh tahun. Meski berhak atas gelar ayahnya tapi sampai sekarang James masih mempertahankan sifat keras kepalanya dan bertahan dengan gelar mudanya sebagai Earl of Wiston karena menolak  menerima gelar orang tuanya.  Sepertinya James masih menyimpan sakit hati dari latar belakang ibunya yang sempat mendapatkan penolakan dari keluarga Ayahnya.  Adik perempuan dari suami Lady Marry itu memang cukup beruntung karena berhasil menaklukkan hati seorang Duke. Duke of Northumberland yang terpesona oleh kecantikan seorang putri pengusaha memilih untuk mengabaikan tradisi demi mengejar cintanya. Tak jauh berbeda dengan Adik laki-lakinya Richard yang memilih menanggalkan seluruh kemewahannya demi untuk bisa hidup bersama wanita yang di cintainya, sepertinya jiwa pemberontak sudah mengakar pada keluarganya karena Lady Mary sendiri juga memilih menikahi seorang pengusaha dan kabur dari Scotlandia bahkan saat dirinya masih hamil besar. Meski seiring waktu keluarga pengusaha mulai bisa diterima setelah masa revolusi industri, terutama setelah banyak dari kalangan bangsawan yang mulai mengalami kebangkrutan karena gaya hidup mereka yang boros dan kurang cerdik dalam berkompetisi melipat gandakan kekayaan. Tentunya semua itu tidak berlaku bagi keluarga Harrington yang homogen, keluarga Harrington di kenal cukup longgar dalam urusan etika putra-putra mereka terbiasa di didik sebagai anak-anak yang cerdik dan cukup mendapat kebebasan. James dan George di besarkan bersama tanpa celah perbedaan sedikitpun, meski demikian kedua pemuda itu bisa dibilang memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. James Winston adalah Lord muda yang masih menyukai petualangan dan kehidupan bebas, hal yang sama mengkhawatirkannya untuk kelangsungan masadepan keluarga terhormatnya kelak, karena bagaimanapun pemuda yang memilih tak peduli itu adalah satu-satunya pewaris gelar kebangsawanan Winston . James Winston adalah pria berperawakan tinggi dengan bahu lebar, posturnya yang tegap jelas menggambarkan fitalitas sempurna seorang pria terhormat dengan kombinasi maskulinitas sedikit berlebih. James memiliki rambut gelap ibunya dan mata biru sang Duke. Jika boleh di bilang mahluk sempurna itu bahkan terlalu berlebihan untuk memenuhi imajinasi liar siapapun. Terutama cara berpakaian bangsawan London yang sangat modis itu kadang kala sulit diterima saat melekat di tubuhnya sempurnanya. Alex agak heran memperhatikan rambut gelap James yang nampak agak panjang untuk memenuhi standar inggris yang kaku, bahkan beberapa helai rambut depannya melambai jatuh di dahinya, yang anehnya sama sekali tidak membuatnya nampak lebih buruk. "Kau tidak memberitahu Bibimu jika akan berkunjung." "Sebenarnya aku juga baru datang dan langsung berlari kemari, Bibi," alasan sempurna kenapa pemuda itu nampak belum bercukur setelah satu minggu. "Oh, Bibi hampir lupa, perkenalkan keponakan, Bibi," Lady Marry membawa Lord muda iti untuk berkenalan dengan keponakannya, "kemarilah Lady, perkenalkan putra dari adik perempuan pamanmu." Alex yang tadinya tak bermaksut mengganggu reoni mereka mulai berjalan mendekat untuk memperkenalkan diri. "Lady Alexsa adalah putri dari adik laki-lakiku." "Senang bertemu dengan Anda Lady,"  James mengecup punggung tangan Alex lembut saat kembali menawarkan senyum ramah. "Trimakasih My Lord," Alex kembali merunduk untuk memberi salam hormat. "Panggil saja aku James, Jangan membuat namaku terdengar lebih tua lagi." Alex berusaha tersenyum menanggapi lelucon bangsawan muda yang terdengar ramah tersebut. "Aku tidak pernah tau ternyata Bibi menyembunyikan seorang Lady yang luar biasa di kediamannya," canda James sekedar menggoda dengan ramah tamahnya. "Lady Alexsa akan mengikuti seasons pertamanya tahun ini,"sambung bibi Marry dengan banganya memamerkan keponakan cantiknya. "Oh, aku menyesal, pasti akan ada antrian panjang bujangan yang akan mengajak Anda berdansa, Lady." "Sepertinya Anda akan segera menyesal Anak Muda," goda sang bibi saat menyela, dan melirik Alex. "Ya aku bisa melihatnya," senyum James kali ini jelas ikit ditujukan padanya Lady Alexsa yang masih berdiri di sampingnya. Alex benar-benar malu dan sadar bertapa buruk kemampuannya berdansanya, Alex yakin dirinya pasti sudah menjadi tontonan menggelikan selama beberapa saat tadi. "Percayalah aku juga tidak pandai berdansa," bisik James kemudian dengan mendekat kan bibirnya ke telinga Alex,"bisa kita buktikan jika Anda tidak keberatan, My Lady." Alex hampir tersedak biskuit kering menu sarapan paginya dua jam lalu, gadis itu benar-benar masih belum siap dengan apapun tindakan Lord Winston yang kali ini sudah kembali mengecup punggung tangannya dan sialnya James bukan jenis pria yang mudah untuk diabaikan. Alex mulai membayangkan kira-kira ada berapa banyak jenis pria seperti Lord muda ini di seluruh London, tiap kali Alex hanya bisa menarik nafas dalam untuk mengimbangi kegugupan konyolnya. Bagaimanapun ini adalah kali pertama Alex diperkenalkan dengan seorang pria, meski bukan dalam acara resmi,  tetap saja hal itu membuatnya gugup, apa lagi saat harus dipaksa berdansa.  "Saya khawatir akan melukai Anda My Lord," mungkin kegugupannya akan terdengar konyol, karena selanjutnya Alex yakin sempat melihat Lord Winston  menahan senyum geli di balik nafas ringannya yang bergetar. "Panggil saja James," bangsawan muda itu kembali mengingatkan kemudia menawarkan senyum ringan memamerkan deretan giginya yang cemerlang, saat itu Alex baru sadar Lord Winston memiliki sedikit lesung pipi tak terlalu dalam saat dia tersenyum. "Kau benar James,"dukung sang Bibi, "ayolah sayang sepertinya kau butuh patner sungguhan," bujuk Merry ketika mengangguk pada Alex. "Tapi Bibi," Alex belum sempat protes saat pemuda itu sudah lebih dulu menarik lengannya lembut dan sekali lagi mengecupnya dengan penuh hormat. Tanpa sadar Alex justru terjebak pada sepasang Netra biru terang  yang menyempurnakan tampilan aristokrat sang Earl, dan bagaimana dia bisa begitu tega menggodanya dengan terus terang di depan sang bibi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD