Azkia berdeham kecil sebelum memulai bercerita. “Kak Fritz bisa janji, nggak akan bilang apa pun ke kak Zetta nantinya? Aku nggak mau kak Zetta marah ke aku. Sebab kak Zetta itu.. eng… terlalu berhati-hati. Wajar sih, dia memprotek kami semua. Ibu, Mbak Ajeng, aku dan kami semua di sini. Dia itu, mendadak terkondisi menjadi pengganti Ayah. Seperti itulah sikapnya. Nggak mudah percaya orang, apalagi setelah kejadian awal yang menimpa kami, disusul kesulitan beruntun setelahnya,” pinta Azkia. Fritz termenung sekian detik mendengarnya, berusaha meresapi penuturan Azkia. Sejatinya, tanpa harus diberitahu begini, ia sudah memperkirakan semuanya itu. Itu pula yang membuat Fritz berpikir, lantaran mengutamakan tanggung jawabnya pada keluarga dan p