The Clue

2769 Words
Author’s POV Isakan tangis Keyra membuat Giandra yang tengah menata buku di ruang kerja yang sengaja ia bangun disebelah kamar, terpancing untuk melihat apa yang terjadi. Giandra berlutut di depan Keyra yang sedang duduk di ujung ranjang. “Ada apa Key? Kenapa kamu nangis?” Sorot mata Giandra begitu tajam. Keyra menyerahkan secarik kertas pada suaminya. Giandra membaca tulisan tangan di kertas yang sudah usang dan rapuh itu dengan begitu serius. Seusai membaca Giandra cukup shock mengetahui fakta baru tentang istrinya. “Kamu punya saudara kembar Key? Apa orangtuamu juga masih hidup?” Keyra menyeka air matanya, “aku baru membaca surat ini sekarang Gi, padahal almarhum kakek memberikannya lima tahun yang lalu. Aku menyesal kenapa aku nggak membacanya sejak dulu. Aku terlalu sulit memaafkan ibuku hingga aku kubur rapat-rapat rasa penasaranku akan siapa sosok orangtuaku yang sebenarnya.” “Tidak ada yang perlu disesali Key. Kita akan mencari tahu tentang hal ini. Mungkin kita bisa mencarinya dengan hanya satu info tentang nama ibumu. Kamu tahu nama ibumu kan? Bahkan aku masih ingat saat namamu disebut Keyra Aprilia binti Selasih. Atau ada orang lain selain almarhum kakek yang tahu tentang hal ini?” Giandra menggenggam tangan Keyra. Untuk sesaat Keyra begitu tersentuh. Giandra yang awal menikah begitu dingin padanya kini berubah menjadi lebih hangat. Dia bisa merasakan ketulusan sikap Giandra dalam menguatkannya. “Aku dulu pernah bertanya pada tetangga di sekitar rumah kakek. Tak ada satupun yang tahu sosok ayahku. Mereka hanya sebatas tahu nama ibuku, tidak ada yang tahu asal-usul ibuku. Bahkan ibuku bekerja di mana mereka juga nggak tahu. Ibuku kerap bekerja dari pagi hingga malam hingga jarang sekali bergaul dengan tetangga. Ibu kan merantau di sini dan tipikal warga di sekitar kakek itu agak cuek. Anehnya waktu ibuku hamil, semua membicarakannya. Tapi ada satu nama yang aku pikir bisa kita paksa untuk sedikit memberikan info tentang ayahku. Selama ini beliau selalu menyimpan rapat-rapat, tapi aku yakin beliau mungkin tahu sedikit karena beliau dekat dengan kakek. Dan kata kakek, beliau yang paling care ama ibu. Misal saat ibuku sakit, beliau menengok dan mengirim makanan.” Sorot mata Giandra terlihat berbinar seakan ada pendaran rasa lega berpercikan dari kedua matanya. “Kita akan menemui dia Key, sekaligus mampir ke panti. Sejak awal nikah kamu belum menjenguk anak-anak panti kan? Kalau misal kita belum bisa juga mendapat informasi yang cukup tentang hal ini, kita akan menempuh media. Jangan meremehkan kekuatan media, apalagi media sosial. Karena dari medsos itulah pertama kalinya aku mengenalmu Key.” Giandra tersenyum. Keyra juga menyunggingkan senyumnya dan sedikit tersipu. Giandra berdiri, Keyra ikut beranjak dari posisinya. Keyra melingkarkan tangannya di pinggang suaminya dan membenamkan kepalanya di dadanya. Ada perasaan hangat dan terlindungi bersemi dari lubuk hati terdalam. Kehangatan yang tak ingin ia lepaskan. Giandra mengusap kepala istrinya begitu lembut. Keyra yang selalu terlihat kuat di depan publik, saat berada di rumah, terkadang dia pun bisa manja, begitu menggoda di ranjang dan membuatnya merasa dibutuhkan. Itu yang membuat Giandra menyukai sisi lain Keyra. Dia menyukai ketangguhan Keyra menjalani hidupnya, dia juga menyukai sisi lain Keyra yang tak banyak orang tahu. Wanita ini bisa membuatnya kehilangan akal saat menghadapi keras kepalanya tapi juga bisa menundukkan keangkuhannya dan membuatnya tak berdaya oleh pesonanya hingga ia tak bisa mengenyahkan namanya dari pikirannya. “Maafkan aku Gi kalau kamu jadi ikut repot begini. Inilah resiko menikahi seseorang dengan asal-usul yang tak jelas.” Giandra membalas pelukan Keyra lebih erat, “aku tak merasa direpotkan Key. Memang sudah seharusnya aku ikut memikirkan hidupmu kan? Ini adalah satu bagian penting dalam kehidupanmu Key. Ketika aku memutuskan menikahimu, itu artinya aku sudah meleburkan diri ke dalam kehidupanmu dan menjadi bagian penting dalam hidupmu. Hal yang sama berlaku juga untukmu. Kamu sudah melebur dalam kehidupanku dan menjadi bagian penting dalam hidupku.” Giandra mengecup kening Keyra begitu dalam. Kecupan menurun ke matanya, pipinya dan terakhir bibirnya. “I love you Key.” Keyra mengerjap dan bengong sekian detik. Untuk pertama kalinya ia mendengar pernyataan cinta dari Giandra. Giandra menatap tajam istrinya yang terdiam. “Ada apa Key? Apa aku salah ucap?” Keyra menggeleng, “sama sekali nggak salah Gi. Aku sudah mengharapkan mendengar kata-kata ini sejak aku menyadari bahwa aku jatuh cinta padamu.” Mereka saling melempar senyum dan berpelukan sekali lagi seakan mentransfer semua perasaan yang cinta yang begitu bergelora. ******* Keyra mengedarkan pandangan ke seluruh isi ruangan, “dari materi yang baru kita pelajari ada yang ditanyakan?” Cowok berambut ikal dan berkacamata mengangkat tangannya. “Ya Fandi, silakan apa yang mau ditanyakan?” “Begini Bu, saya kadang masih bingung membedakan jaringan hewan dan tumbuhan beserta fungsinya.” Keyra mengangguk dan memahami maksud pertanyaan dari Fandi, salah satu murid yang aktif bertanya setiap kali mengikuti pelajaran di kelas. “Untuk memudahkannya, kalian harus paham dulu perbedaan yang paling mendasar dari jaringan tumbuhan dan hewan. Ada yang tahu perbedaan mendasar antara jaringan hewan dan tumbuhan?” Ghaza mengangkat tangannya. “Ya Ghaza.” Tatapan Keyra tertuju pada murid berhijab itu. “Perbedaannya ada pada jaringan yang memiliki fungsi spesifik. Misal pada jaringan tumbuhan ada xilem dan floem yang masing-masing berkaitan dengan transportasi zat makanan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan pada floem dan pengangkutan zat hara, air dan mineral dari akar menuju daun pada xilem.” “Bagus Ghaza, ibu jelaskan satu poin ini dulu ya. Transportasi zat makanan maupun zat hara ini erat kaitannya dengan fotosintesis. Nah yang melakukan fotosintesis ini tumbuhan. Jadi jika membicarakan jaringan yang terkait fotosintesis, sudah pasti ini punya tumbuhan. Jaringan yang terkait dengan fotosintesis adalah jaringan pengangkut yang terdiri dari xilem dan floem, hewan tidak memiliki jaringan ini. Sampai di sini Fandi bisa mengerti?” Fandi mengangguk, “mengerti Bu.” “Sekarang ibu mau tanya lagi. apa lagi yang berkaitan dengan fotosintesis?” “Kloroplas Bu,” jawab Fadel. “Ya benar.” Sahut Keyra. “Wuihh tumben otak lo agak enceran dikit.” Erlan meledek Fadel diikuti tepuk tangan dari teman-temannya karena Fadel jarang sekali bisa tahu jawaban saat guru melayangkan pertanyaan. “Kloroplas ini hanya terdapat pada tumbuhan dan ganggang tertentu, hewan tidak memilikinya. Kloroplas ini suatu plastida yang mengandung pigmen namanya klorofil. Kloroplas ini menjadi tempat berlangsungnya fotosintesis.” Murid-murid mendengarkan penjelasan Keyra dengan serius. “Ada lagi organel sel yang berhubungan dengan fotosintesis. Ada yang bisa menyebutkan organel apa itu?” Keyra mengedarkan pandangannya pada seisi kelas. Bianca mengangkat tangannya. “Ya Bianca.” “Vakuola?” Bianca setengah bertanya, agak ragu dengan jawabannya. “Ya benar vakuola.” Keyra tersenyum. Murid yang lain bertepuk tangan karena hal ini juga sesuatu yang mengejutkan. Seorang Bianca yang seringkali cuek dengan pelajaran bisa menjawab. Bianca menaikkan kerah seragamnya. “Bianca gitu lho, selebgram yang nggak hanya modal cantik, tapi juga punya otak.” Tukas Bianca dengan bangganya diikuti sorakan yang lain, “huuuhhhh...” “Vakuola itu salah satu fungsinya menyimpan cadangan makanan berupa glukosa dan amilum. Sebagaimana kita ketahui, amilum dan glukosa ini adalah hasil dari fotosintesis. Emang hewan nggak punya vakuola? Hewan memilikinya juga. Namun yang membedakan, vakuola pada tumbuhan ukurannya membesar seiring dengan tumbuhan yang bertambah besar. Ukuran vakuola pada hewan lebih kecil. Selain itu fungsi vakuola pada tumbuhan lebih nyata dibanding pada hewan. Pada sel tumbuhan ada satu vakuola sentral yang besar, sedang pada sel hewan ada banyak dan lebih kecil. Pada sel tumbuhan vakuola strukturnya permanen, sedang pada hewan strukturnya sementara.” Keyra menerangkan dengan jelas dan perlahan. “Sampai di sini sudah paham?” Para siswa mengangguk, “paham bu...” Jawab mereka serempak. “Ada lagi yang ingin menambahkan perbedaan jaringan hewan dan tumbuhan?” Kaisha mengangkat tangannya. “Ya Kaisha.” “Tumbuhan memiliki dinding sel, hewan tidak memiliki.” Jawab Kaisha. “Ya Kaisha benar.” Teettttt....Suara bel bergema tanda jam pelajaran berakhir dan berganti pelajaran berikutnya. “Waktunya habis. Nanti di rumah kalian membuat rangkuman perbedaan jaringan tumbuhan dan hewan ya. Lusa kita bahas lagi dan kalian bisa mempersiapkan pertanyaan di rumah, nanti kita diskusi lagi.” Keyra tipikal guru yang memancing muridnya untuk aktif berpartisipasi di kelas. Bukan hanya aktif mendengarkan, tapi juga aktif bertanya dan berdiskusi. “Ya Bu...” Jawab para murid serempak. Setelah Keyra keluar dari ruangan, suasana kelas menjadi gaduh. Seperti biasa setiap pergantian pelajaran dan menunggu guru datang, mereka heboh dengan aktivitas masing-masing. “Gha, tolong kasihkan ke Kaisha.” Salah satu murid perempuan bernama Lili memberikan buku tulis milik Kaisha pada Ghaza. Kaisha duduk di bangku sebelah bangku Gazha yang berjarak satu lorong kosong untuk berjalan. Ghaza melirik Kaisha yang juga menoleh ke arahnya. “Kasihkan aja ke orangnya langsung.” Sahut Ghaza sedikit sewot. “Lha kamu kan deket ama dia.” Lili menggeleng. “Kaisha yang mana ya? Nggak kenal tuh.” Balas Ghaza masih begitu ketus. Kaisha memasang tampang cemberutnya dan memelototi Ghaza. “Wuih ada yang nggak akur....” Andres sang ketua kelas mengomentari tindak-tanduk Ghaza dan Kaisha yang sudah beberapa hari ini tak pernah saling tegur sapa sejak Kaisha bekerjasama dengan Erlan untuk menjebaknya. “Inget Gha, musuhan selama tiga hari berturut-turut itu nggak boleh. Emang cuma lo aja yang bisa ceramah. Gue juga bisa. Sikap lo salah.” Erlan menatap Ghaza tajam. Ghaza terdiam. Apa yang dikatakan Erlan benar juga. Sementara itu Raynald yang hubungannya masih dingin dengan Erlan memilih duduk berjauhan dari Erlan. Mereka masih saling mendiamkan. “Gha mau nggak malam minggu nanti gue ajak ke bioskop?” Erlan menaikkan alisnya disusul tepuk tangan oleh yang lain. “Wuih si abang udah main ngajak kencan aja nih. Ayo Gha diterima ajakannya. Kapan lagi ngedate bareng cowok the most wanted di sekolah ini.” Bianca tertawa keras, sama sekali nggak sinkron dengan penampilannya yang selalu feminin. “Lo aja yang kencan ama dia.” Tukas Ghaza sewot. “Idih ngapain.. Selera gue bukan si badboy bakteri patogen macam Erlan.” Sela Bianca. “Siapa juga yang ngajak lo Bi.” Erlan mencibir. “Selera Bianca yang kayak gimana sih? kayak Rizal ya?” Rizal menyapu rambutnya dengan kedua tangannya. “Yang kayak Ednar Anggara Yudha.”Bianca memegang kedua pipinya dan tersenyum. “Ednar? Si Ed Sheeran itu? Ngaca Bi, emang pentolan ikhwan Rohis kayak dia mau ama lo. Mandang lo juga kagak. Dia nyarinya yang hafal Al-Qur’an 30 juz, bukan yang juz 30 aja cuma hafal surat Al Ikhlas doank. Apalagi suka clubbing kayak lo haduh...dilirik juga kagak.” Fadel ikut meledek Bianca. Dia seratus persen yakin Ednar yang katanya suaranya sebagus Ed Sheeran, selain nama depannya sama-sama Ed, takkan mungkin tertarik ama Bianca. Pasalnya fansnya Ednar banyak, sebelas dua belas jumlahnya dengan fans Erlan. Sekali baca Al-Qur’an di depan mikrofon, keindahan suaranya sanggup melelehkan hati para murid perempuan. “Biarinlah. Siapa tahu dia tertariknya ama cewek kayak gue. Gue kan cantik.” Bianca memainkan helaian rambutnya. “Cantik doank nggak cukup, harus sholehah juga.” Andres menanggapi. “Daripada ribut mulu, mending malam minggu nanti kamu nemeni Ghaza ke bioskop ya. Nanti bareng aku juga. Kalau nonton berdua pasti Ghaza nggak mau kan? Atau ada cewek lain yang mau nemeni? Gue traktir deh, asal Ghaza mau ikut. Empat aja, kalau sekelas ntar gue bangkrut.” Penawaran dari Erlan menarik minat teman-teman sekelasnya. “Gue mau gue mau...” Banyak murid perempuan yang mau ikut bergabung. “Idih, lo nggak usah ngumpulin pasukan buat nonton film bareng gue. Gue nggak mau.” Ghaza menatap Erlan sewot. “Gue nggak mau tahu. Lo harus mau.” Cerocos Erlan kemudian dia melirik keempat teman perempuan yang ia pilih untuk ikut menonton ke Bioskop. “Pokoknya gue nggak mau tahu gimana caranya, lo semua harus berhasil bujuk ini cewek. Kalau nggak mau, seret dia. Kalau kalian dateng tanpa Ghaza, gue nggak jadi traktir.” “Beres Lan. Ghaza pasti ikut kita kok.” Bianca mengangkat ibu jarinya. Raynald menyimak obrolan Erlan dan teman-temannya. Tiba-tiba dia mengkhawatirkan Ghaza. Dia takut Erlan kembali merencanakan sesuatu yang buruk pada Ghaza. Dia berencana ingin membuntuti mereka ke bioskop. ****** Seusai rapat direksi, Giandra buru-buru melajukan mobilnya menuju SMA Flamboyan untuk menjemput Keyra. Mereka akan mengunjungi rumah nenek Darti, tetangga almarhum kakek angkat Keyra yang Keyra duga tahu-menahu soal asal-usulnya. Keyra masuk ke dalam mobil sambil mengulas senyum pada Giandra. “Gi, nanti mampir beli buah dulu ya, nenek Darti suka banget makan buah, segala jenis buah. Terus untuk anak-anak panti beli apa ya.” “Iya Key, nanti kita mampir. Untuk anak-anak kita beli makanan juga, biasanya mereka suka apa? Besok-besok saat kita punya waktu luang lebih, kita belikan buku cerita bergambar atau mainan edukatif.” “Anak-anak suka donat ama ayam tepung yang crispy itu Gi.” “Okey kita beli itu.” Setelah Keyra selesai memasang seat belt, Giandra segera menjalankan mobilnya. Di tengah perjalanan, Keyra mampir kios buah membeli anggur, apel dan jeruk untuk nenek Darti dan mampir membeli donat dan ayam tepung di dua tempat yang berbeda. Setiba di halaman rumah nenek Darti yang begitu sederhana dengan ukuran kecil minimalis namun memiliki halaman yang begitu asri, sang nenek yang tengah duduk di teras berjalan menyambut kedatangan Keyra dan Giandra dengan ramah. Usiany sudah hampir 70 tahun, tapi fisiknya masih prima dan pendengaran maupun penglihatannya juga masih bagus. Nenek Darti begitu bahagia melihat kedatangan Keyra yang sudah ia anggap seperti cucu sendiri. Suasana mendadak hening kala Keyra langsung bertanya ke pokok inti permasalahan. Nenek Darti terdiam untuk beberapa menit seakan tengah menguatkan hati untuk menceritakan apa yang dia ketahui. “Nak, sebenarnya nenek sudah berjanji pada almarhum kakekmu untuk tidak mengungkit hal ini. Karena nenek khawatir, kamu akan semakin bersedih. Kakekmu takut kamu akan semakin berharap pada laki-laki yang telah menghancurkan hidup ibumu.” Keyra dan Giandra saling menatap. “Keyra mohon nek, tolong beri tahu apa yang nenek tahu. Dulu nenek nggak pernah mau ngasih tahu hal yang sebenarnya, Keyra bisa memaklumi karena waktu itu pun Keyra tak mau tahu. Tapi sekarang ini Keyra benar-benar ingin tahu nek. Keyra ingin bertemu dengan ayah dan saudara kembar Keyra, mereka adalah keluarga Keyra yang masih tersisa.” Nenek Darti menghembuskan napasnya. “Baiklah nak kalau kamu memang benar-benar ingin menyambung silturahim dengan keluargamu. Ibumu setelah menitipkanmu ke kakekmu, dia pergi. Kami nggak tahu dia pergi kemana. Tapi seminggu setelah itu ada penemuan mayat di ujung sungai yang disinyalir adalah ibumu karena pakaian yang ia kenakan sama dengan pakaian terakhir yang ia kenakan. Selain itu ada gelang berinisialkan nama Selasih yang masih menyatu di tangannya. Kartu identitasnya tidak ditemukan. Semua menduga ibumu bunuh diri menceburkan ke sungai yang arusnya begitu deras.” Keyra begitu shock mendengarnya. Dia memang telah menduga ibunya bunuh diri dari kata-kata yang tertulis di suratnya. Tapi mendengar cerita langsung dari nenek Darti, ada kesedihan yang teramat menyesakkan menghimpit dadanya. Seburuk apapun ibunya yang telah berselingkuh dengan suami orang hingga mengandung dan tega meninggalkannya, dia tetaplah ibunya. Setitik air mata jatuh berlinang membasahi pipi Keyra. Giandra mengelus bahu Keyra untuk menguatkan. “Lalu soal ayahmu. Nenek nggak tahu banyak soal itu. Nenek cuma pernah lihat sekali. Wajahnya tampan, tinggi badannya sedang dan nenek cuma pernah mendengar ibumu memanggilnya mas Handoko atau Handono, nenek lupa-lupa ingat.” Mata Keyra mengerjap. Dicatatnya dua nama itu dalam hati dan pikirannya, Handoko atau Handono. “Apa nenek nggak punya informasi lain selain nama? Mungkin tempat tinggal dan pekerjaan?” Keyra masih berharap ada titik terang yang menjadi petunjuk untuk memecahkan teka-teki ini. Nenek Darti menggeleng, “nenek nggak tahu apa-apa lagi. Cuma tahu nama saja.” Setelah cukup berbincang dengan nenek Darti, Keyra dan Giandra berpamitan. Mereka akan melanjutkan perjalanan ke panti asuhan. Keyra menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepalanya bersandar pada jok mobil. Giandra menggenggam tangan istrinya erat. “Key, percaya padaku, menempuh media untuk mencari tahu keberadaan ayah dan saudaramu adalah cara yang sangat efektif. Kita sudah mengantongi nama ayahmu. Jika ayahmu masih hidup, dia pasti masih bisa mengingat dengan baik nama ibumu. Kita coba posting di instagramku, instagrammu dan i********: Derra. Semoga dari sini kita bisa mendapat petunjuk.” Keyra mengangguk, “iya Gi. Aku rasa menempuh media adalah cara yang efektif.” Keyra menautkan jari-jarinya dan menggenggam jari-jari Giandra lebih erat. “Makasih untuk semuanya Gi.” Keyra tersenyum tipis. “Kamu harus membayarnya.” Giandra menaikkan alisnya. “Membayarnya?” Dahi Keyra tampak berkerut dan membuat ekspresi wajahnya terlihat lucu. “Malam minggu nanti kita makan malam romantis dan kamu harus mau.” Keyra tersenyum, “kalau aku harus membayarnya dengan menemanimu makan, aku pasti mau Gi, mau banget.” Kedua sejoli itu pun tertawa, menyegarkan sejenak pikiran yang terasa penuh memikirkan persoalan tentang asal-usul Keyra. Giandra mendaratkan kecupan di kening istrinya sebelum akhirnya mereka melaju menuju panti asuhan. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD