Chapt 14. Temporarily Distract from The Hot Topic

2470 Words
      Setelah rapat besar itu bubar, Zea enggan untuk menyimak apa yang dikatakan oleh orang-orang perwakilan dari Badan Kesehatan Dunia. Bukan dia tidak menghargai mereka, tetapi karena sikap mereka yang sangat tidak adil dan menarik kesimpulan resmi dengan cara konyol, menurutnya.            Dia memilih untuk keluar dari ruangan rapat itu, walau tahu bahwa yang lainnya masih berada disana. Zea sudah masa bodoh dengan apa yang akan dibahas oleh mereka, sebab semua orang pasti tengah membicarakan dirinya.            Biarlah semua orang mengatakan dirinya tidak waras. Karena bagi Zea, yang sangat tidak waras adalah mereka yang membuat kesimpulan kilat sementara sudah jelas bahwa penawar Zingi curas berhak untuk diberi kesempatan menjalani penelitian terakhir terhadap pasien Monodna IV-98. … Beberapa menit kemudian., Laboratorium Biologi.,            Zea masih duduk termenung disana sembari memperhatikan beberapa map berisi hasil penelitiannya selama ini. Hasil penelitian mengenai Zingi curas, tetapi bukan dokumen yang asli dan juga hasil pengujian Zingi curas terhadap beberapa ekor hewan termasuk ada 2 ekor simpanse pada proses pengujian bersama timnya yang lain. Ceklek…            Terdengar kunci pintu utama Laboratorium terbuka. Hentakan kaki beberapa orang terdengar di telinganya. Mereka berjalan menghampiri Zea, lalu duduk di sekitar sana. Yah, Axton Bouncour, Hugo Jenkinson, dan Rega Matthias. “Sudah hampir siang, sebaiknya kau beristirahat dulu, Zea. Atau kita makan siang bersama saja dulu. Kebetulan orang tuaku memasak banyak kornet sapi hari ini,” ujar Rega Matthias seraya menghibur Zea. Dia duduk tepat di sisi kirinya.            Zea menghela napas panjang, menatap mereka bergantian. “Apapun yang terjadi, kami tetap mendukungmu. Kau jangan bersedih … karena mereka tidak mungkin asal mengambil keputusan terakhir nanti. Mustahil kalau mereka berani menuntutmu atau kau bisa saja menarik kembali semua hal yang sudah kau beri untuk beberapa perusahaan. Kau punya tameng diri, Zea,” ujar Axton Bouncour duduk di kursi tunggal, dia menatap lekat Zea.            Rega mengangguk cepat, membenarkan ucapan Axton barusan. “Haahh …” Lagi-lagi, Zea menghela napas panjang sembari membuka penutup wajahnya. Dia lelah sekali. Tapi mereka sudah cukup membuatnya bersemangat setelah kejadian beberapa jam lalu.            Hugo berjalan menuju meja kerjanya di sebelah sana, tapi bibirnya terbuka untuk mengungkapkan apa yang sedang ia pikirkan. “Mereka tidak lebih baik mengenali penawar Zingi curas selain kau, Professor Zea. Jadi berhentilah bersedih. Ingat, kami disini untukmu. Hanya untukmu,” ujar Hugo seraya membuat lelucon kecil agar mereka tidak setegang tadi.            Rega masih mengangguk kecil mendengar penjelasan Axton dan juga ucapan sederhana Hugo. Menurutnya, Zea tidak perlu bersedih meskipun rapat tadi berjalan tidak sesuai harapan mereka. “Axton sangat benar. Kau tidak perlu memikirkan itu. Aku yakin, Kepala Pengembangan Penelitian Badan Kesehatan Dunia tidak mungkin asal membuat keputusan di akhir nanti. Dan apapun yang terjadi, kami tetap ada untukmu, Zea. Aku sendiri akan membelamu meskipun harus mempertaruhkan gelarku,” ujar Rega terus mengusap lengan kiri Zea.            Setelah mengambil beberapa barangnya di laci meja kerjanya, dia kembali berjalan menghampiri mereka yang masih duduk berhadapan disana, di meja diskusi mereka. “Boleh kita mengganti topik pembicaraan lain? Aku ingin memamerkan benda baru kepada kalian. Ini hasil kreasiku sendiri. Dan aku berhasil,” ujar Hugo bangga terhadap beberapa barang yang ia pegang.            Axton, Rega, dan Zea menoleh ke arah Hugo. “Kau membuat yang baru?” tanya Axton penasaran saat melihat Hugo melepas ikatan pinggangnya dan juga jam tangannya, lalu meletakkan kedua barang itu diatas meja, di hadapan mereka.            Hugo mengangguk mantap sambil menyeringai. “Tentu saja, Axton. Bagus, bukan? Kalian lihat ini? Ini juga aku yang membuatnya,” ujarnya sembari melepas satu sepatu yang ia pakai, lalu memperlihat satu sisi ke arah mereka.            Zea dan Rega melihat ke arah mereka. Pembahasan ini cukup mengalihkan topik pembicaraan mereka. “Yang mana?” tanya Rega penasaran.            Hugo menunjukkan sisi-sisi yang ia beri dengan bahan khusus. “Ini … bagian yang ini dan ini. Ini aku sendiri yang menambahnya,” ujarnya lalu tersenyum bangga ke arah mereka bertiga.            Zea menggelengkan kepala. “Lalu ikat pinggangmu, jam tanganmu juga berbahan sama?” tanya Zea.            Hugo mengangguk mantap. “Yah … aku sengaja membuatnya. Lalu aku meminta tolong kepada toko tempat aku membeli barang ini. Aku menyuruh mereka untuk menambah bahan yang sudah aku sediakan. Dengan begitu … mereka tidak mungkin menolak sebab aku akan membeli barang mereka,” ujar Hugo menjelaskan. “Termasuk membeli sepatu itu di toko mereka?” sambung Zea kembali bertanya.            Lalu Hugo mengangguk, menegaskan ya. “Kalian lihat? Ini sangat menarik sekali. Kalian tahu kalau aku sangat anti dengan kegelapan,” ujar Hugo kembali memakai sepatunya yang berukuran persis seperti sepatu orang-orang pendaki gunung.            Mereka bertiga saling menatap satu sama lain, melihat ekspresi Hugo terlihat bangga sekali dengan buatannya. “Jadi jika aku memakai barang-barang ini … coba kalian lihat,” sambung Hugo lagi lalu berjalan ke arah sana.            Mereka sempat bingung dengan apa yang hendak dilakukan oleh Hugo. Tapi Axton percaya kalau Hugo hendak mematikan lampu di ruangan ini. “Maaf, teman-teman. Kalian harus melihat kreasiku ini. Aku membuatnya berbeda dari bahan sebelumnya,” ujar Hugo lalu membuat ruangan menjadi sangat gelap.            Yah, ruangan Laboratorium ini memang gelap gulita. Namun, tidak dengan bantuan pendar yang keluar dari barang-barang milik Hugo.            Axton dibuat takjub oleh ketiga barang milik Hugo. Spontan, dia beranjak dari kursinya lalu menjangkau ikat pinggang Hugo diatas meja. Dia memperhatikan sisi yang mengeluarkan cahaya terang.            Sementara Zea dan Rega ikut menatap ke arah Hugo yang bercahaya bak malaikat. Walau cahaya yang keluar dari sepatu Hugo adalah berwarna merah muda. “Kau benar membuat ini??” tanya Axton memperhatikan ikat pinggang milik Hugo yang berwarna biru dongker.            Hugo mengangguk dan menyeringai bangga. “Tentu saja, hey! Bagaimana?? Aku cerdas, bukan??” ujarnya sembari menggoyangkan kedua kakinya bergantian. Cahaya merah muda yang keluar dari sepatunya, membuat Hugo bangga setengah mati.            Termasuk Zea langsung menjangkau jam tangan Hugo yang mengeluarkan warna hijau muda di sisi tertentu. “Ini tidak terlalu banyak. Tapi cahayanya sangat cukup,” ujar Zea memegangnya, lalu menunjukkan itu pada Rega yang juga diliputi rasa penasaran.            Hugo masih mematikan saklar lampu ruangan Laboratorium mereka. Dia membiarkan Axton, Zea, dan Rega berkenalan dengan mainan barunya. “Bagaimana? Ruangan ini menjadi terang, bukan? Dengan begini … aku siap menentang kegelapan dimanapun dan kapanpun. Karena aku akan memakai ini kemanapun aku pergi,” ujarnya kembali menghidupkan saklar lampu hingga ruangan Laboratorium terang benderang seperti semula.            Dia berjalan menghampir meja itu, lalu duduk di kursi yang sama. “Awalnya aku sangat kesulitan. Tapi … ternyata cukup mudah membuat ini,” sambung Hugo lagi.            Axton melirik Hugo sekilas. “Kau memakai bahan apa lagi? Bukankah kemarin sudah cukup terang?” tanya Axton penasaran.            Hugo mengangguk kecil. “Iya, benar. Tapi yang kemarin belum cukup terang, Axton. Warnanya sedikit pudar. Tapi kalau ini … dia sangat terang sehingga bisa menerangkan area di sekitar kita. Seperti lampu menerangi ruangan. Kalian bisa lihat keadaan ruangan ini tadi,” ujarnya meyakinkan mereka, menatap mereka bertiga bergantian.            Zea dan Rega saling menatap satu sama lain, sambil mengulum senyum. “Kau benar-benar jenius, Hugo. Bagaimana caraku memesan ini padamu? Aku ingin memesannya untuk penaku lalu casing ponselku,” ujar Rega masih memperhatikan jam tangan milik Hugo. Dia menyodorkan tangan ke arah Axton seraya memberi isyarat bahwa dia ingin melihat ikat pinggang Hugo yang juga bisa mengeluarkan cahaya yang sama dengan warna berbeda.            Axton sedikit bangkit lalu menyodorkan ikat pinggang Hugo ke arah Zea dan Rega. “Aku juga mau untuk beberapa bagian yang bisa menempel di kamarku. Tapi aku mau warna biru dongker saja atau merah muda. Kalau warna hijau seperti tadi, sepertinya sedikit tidak nyaman di mata,” ujar Zea mengungkapkan komentarnya mengenai warna yang tadi ia lihat.            Hugo memasang wajah berpikir. Dia bisa saja membuatnya, tapi membuat ini bukanlah hal mudah. Butuh waktu sampai 1 atau 2 minggu untuk menyelesaikannya.            Jika Zea dan Rega memesan ini untuk beberapa barang, kemungkinan dia akan disibukkan dengan itu dan mengabaikan pekerjaan utamanya. Astaga, bagaimana cara dia menolaknya agar dua wanita ini tidak tersinggung, pikirnya. “Berapa lama kau membuat ini?” tanya Axton menatap Hugo.            Dia beralih menatap Axton. “Mungkin sekitar 1 atau 2 minggu. Atau bahkan 3 minggu,” jawab Hugo. Sepertinya, dia perlu menjelaskan ini melalui pertanyaan yang dilontarkan oleh Axton. Semoga jawabannya bisa membuat Zea dan Rega paham walau tidak secara langsung. “Kalian tahu sendiri … membuat ini tidaklah mudah. Apalagi aku harus mengorbankan banyak waktu. Tidak hanya mengabaikan penelitianku sendiri. Tapi aku juga hampir tidak nafsu makan jika saja kreasiku ini tidak sesuai dengan harapanku,” ujarnya sambil tertawa kecil.            Zea mengerutkan kening. “Jadi … kau menghabiskan banyak waktu untuk ini??” tanyanya penasaran.            Rega ikut menyahut. “Kalau begitu, bagaimana mungkin kami meminta agar kau membuatkan yang sama untuk kami,” ujar Rega.            Hugo mengusap tengkuknya yang tidak gatal. “Sebenarnya … aku bisa saja membuatkan ini jika kalian mau.” Dia menatap Zea dan Rega bergantian. “Tapi mungkin aku tidak bisa menyelesaikannya dengan cepat. Kalian tahu sendiri … aku tetap harus fokus pada penelitian Professor Gil. Jadi, kemungkinan aku membuatnya bisa sampai 1 bulan. Dan itu … juga tidak bisa sebanyak yang kalian mau,” ujar Hugo sambil tersenyum.            Zea mengulum senyum sambil mengangguk paham. “Ya, ya, ya … aku mengerti. Lagi pula, aku hanya mau garis panjang seperti ikat pinggangmu ini. Aku menyukainya. Aku berniat akan menempelnya di sepanjang meja kerjaku di rumah,” ujar Zea.            Rega mengangguk kecil. “Iya, aku juga. Tapi kalau bisa, aku ingin warna merah muda saja. Aku mau menempelnya di sekitar cerminku,” ujar Rega mengungkapkan keinginannya.            Axton menyeringai mendengar permintaan dua wanita itu. “Hey … kenapa kalian tidak memesan di toko yang menyediakan jasa yang sama?? Kalian bisa memesan sesuai ingin kalian, bahkan dengan jangkau cepat jika kalian sanggup membayar dua kali lipat,” ujar Axton seraya bercanda.            Zea dan Rega tertawa kecil mendengar penjelasan Axton. Yah, itu memang ada benarnya. Lebih baik seperti itu dari pada mereka menyusahkan Hugo dan pria itu mungkin akan terancam terkena sanksi bila tidak menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.            Mereka menyodorkan jam tangan dan ikat pinggang itu ke arah Hugo. Lalu pria itu segera meraihnya. “Apa cara membuatnya berbeda? Aku pikir, ini pasti bukan yang pertama.” Axton menyelidik, menatap Zea dan Rega sambil tersenyum heran.            Hugo mengangguk kecil. “Iya, benar. Tadinya aku pikir semua bahan sudah tercampur rata. Lalu aku bertanya kembali pada temanku. Dia mengatakan kalau aku perlu menambah sedikit saja Fosfor dan Seng sulfidanya. Lalu ada campuran pendukung lain yang ternyata bisa membuat campuran utama jauh lebih terang. Lalu aku menyuruh temanku untuk mencetak sesuai yang aku inginkan. Setelah itu, dia menyelesaikan pekerjaan terakhir. Hanya begitu saja,” jelas Hugo panjang lebar. “Aku yang membuat bahan mentahnya. Tapi aku meminta tolong temanku untuk mencetaknya. Kalian tahu sendiri … aku tidak mempunyai pabrik besarnya,” ujarnya sambil tertawa geli lalu memakai ikat pinggangnya kembali.            Mereka saling mengobrol bersama dan berusaha untuk melupakan sejenak mengenai topik pembahasan saat rapat besar tadi. Apa yang menjadi pembahasan mereka saat ini cukup menarik dan tidak memakan emosi juga konsentrasi tinggi.            Namun, ketika enak berbincang, tiba-tiba saja Hugo mengalihkan topik pembicaraan mereka. “Oh ya … aku lupa mau mengatakan ini. Sebenarnya aku ingin membahasnya bersama dengan yang lain. Tapi aku pikir, aku bercerita kepada kalian supaya tidak lupa.” Hugo memakai kembali jam tangan miliknya.            Axton menatap bingung Hugo. “Mengenai apa? Zingi curas?” tebak Axton.            Zea dan Rega menatap lekat Hugo. “Begini … aku mendengar berita dari temanku yang membantuku mencetak ini. Orang-orang di perusahaannya mengatakan kalau berita mengenai Zingi curas sudah terdengar sampai di telinga pasien Monodna.” Deg!            Mereka saling menatap satu sama lain. Terutama Zea, jantungnya mulai berdegup kencang. “Lalu??” sahut Rega cepat.            Axton memperhatikan ekspresi Zea mulai berubah. “Aku tidak mau banyak bertanya kecuali dia menjelaskan itu padaku. Karena dia tahu kalau aku mengenal Zea bahkan kita berada di satu tim yang sama. Sepertinya temanku sangat menghormati privasi Zea. Apalagi mereka paham kalau banyak sekali pro dan kontra juga tidak sedikit yang mengatakan kalau—” ucapan Hugo terhenti. Dia merasa sungkan untuk meneruskan ucapannya. “Kalau apa??” sahut Zea cepat. “Kenapa kau berhenti, Hugo! Cepat teruskan! Kalau apa??” ujar Rega tidak sabar.            Axton menarik napas panjang. Benar dugaannya, ternyata banyak sekali dalang licik dibalik berita penuh kontroversi ini. Dia menjadi kasihan terhadap Zea. Wanita yang ia kagumi sejak dulu.            Hugo melirik Axton. “Kalau Zea sudah gila,” sambungnya terpaksa.            Axton dan Rega melirik Zea yang terdiam dengan ekspresi datar. “Saat dia mengatakan itu. Aku bilang padanya kalau Zingi curas benar sudah diteliti. Dan dia juga mengatakan hal yang sama. Boss perusahaan tempat dia bekerja juga sudah mengetahui hal itu,” ujar Hugo menatap serius mereka. Dia masih melanjutkan kalimatnya. “Kalian tahu?? Aku masih berpikir keras, siapa yang menjadi pengkhianat di tim kita?? Kenapa semua orang tahu mengenai Zingi curas itu?? Sementara ini sudah menjadi rahasia disini. Apalagi saat penelitian bersama simpanse?? Bukankah itu sangat rahasia??” sambung Hugo lagi.            Zea menurunkan pandangannya, menatap ke arah meja keramik putih di hadapn mereka. “Itu artinya ada satu pengkhianat di tim kita. Atau mungkin … apa ruangan ini diberi alat penyadap suara atau chip? Atau CCTV tersembunyi??” ujar Axton mulai mencurigai sesuatu. Deg! Glek!            Mereka semua terdiam dan berpikir keras. Zea membenarkan posisi duduknya yang mulai membuat panas bokongnya sendiri. “Maksudmu … tim kita tidak berkhianat. Tetapi ada benda kecil penghantar informasi dari ruangan ini begitu??” tanya Zea berusaha bersikap tenang. Sebab dia sedikit khawatir, jika saja benda yang ia pikirkan benar terletak di ruangan laboratorium pribadinya.            Rega berpikir cepat. Dia merasa kalau apa yang telah terjadi sudah diluar batas kemampuan mereka.            Bahkan Zea sendiri tidak akan mungkin bisa menutup dan meredam berita buruk diluar sana mengenai Laboratorium mereka, terutama mengenai Zea. Tidak, Rega tidak bisa menerima hujatan yang dilayangkan terhadap Zea di kemudian hari. Mungkin, mereka perlu melakukan sesuatu agar seluruh masyarakat percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Zea adalah benar. Jika masyarakat mendukung, itu artinya pemerintah tidak akan berani bertindak lebih terhadap Zea. Atau masyarakat mungkin akan melakukan demonstrasi besar-besaran dan melakukan perkumpulan umum di jalan raya. “Bagaimana jika berita ini tersebar luas? Apa kau mau membuka suara melalui keinginan pasien Monodna??” tanya Rega menatap mereka bergantian.            Tersirat ekspresi bingung di wajah mereka, membuat Rega kembali melanjutkan dan menjelaskan maksudnya. “Tidak hanya kau, Hugo. Aku juga sudah mendengar selentingan yang seperti itu. Hanya saja … aku belum berani membukanya disini. Tapi … kalau ini sudah terlanjur, kenapa kita tidak membakarnya saja?? Kita rencanakan ini semakin matang. Kita sebarkan berita ini supaya pasien Monodna bisa mendengarkan lebih lanjut. Bagaimana??” Rega menatap mereka bergantian. “Hanya kita berempat saja yang tahu. Jangan beritahu Professor Calder dan Professor Gil. Kalau bisa, dr. Atlas dan dr. Viona juga tidak boleh tahu ini.”            Zea tertegun. Axton dan Hugo saling menatap satu sama lain. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD