Chapt 18. Zingi curas. Leaked Secret

2696 Words
---**--- National Laboratory of The Abacheviro., Laboratorium Hematologi., Siang hari.,            Berita itu membuatnya murka hingga melempar gelas kaca ke arah lantai. Cttaarrr!!!  “Berengsekk!! Kenapa mereka menyetujuinya?!! Apa dia tidak bisa menahan mereka dan mengatakan sebaliknya, huh?!!” teriak dr. Dishi dengan wajah sudah merah padam.            Mereka semua terdiam. Tidak ada satu orangpun yang berani menyela ucapannya. Bahkan untuk membalasnya saja, mereka masih belum berani angkat bicara. Yah, karena mereka tahu kalau Dr. dr. Dishi Ang Bei adalah pria yang tidak menerima kekalahan. Sedangkan apa yang terjadi saat ini adalah kemenangan 50% sejak munculnya penawar Zingi curas ciptaan dr. Zea Mays Coates.            Prof. dr. Zhang Binjie mendekati meja besar berlapis keramik putih disana. Dia menatap mereka bergantian. “Yang paling penting kita sudah mengetahui unsur dasar Zingi curas. Dia terbuat dari Curcuma longa dan Aspirin. Sekarang … kita hanya perlu fokus membuat racikan yang sama. Serta bahan-bahan lain yang mungkin sebagai penguatnya,” ujar Prof. Zhang Binjie.            Mereka berdua terdiam, dr. Charles Tong Mu dan dr. Fang Yin saling menatap satu sama lain. Begitu juga Chyou Guan dan Yang Yimin.            Sempat hening selama beberapa detik setelah Prof. Zhang mengucapkan kalimat tadi. Hingga Yang Yimin membuka suara. “Apa kalian sudah tahu apa nama asli Zingi curas?” tanya Yang Yimin menatap mereka bergantian.            Kening dr. Dishi berkerut. Dia berjalan lambat mendekati mereka yang ada disana, melewati serpihan gelas yang hancur tadi.            Prof. Zhang tersenyum sambil mengangguk kecil. “Tentu saja, Yimin. Zingiberales Curcuma Aspirin,” ujar Prof. Zhang.            Chyou Guan dan Yang Yimin saling menatap satu sama lain, mereka tersenyum, menganggukkan kepala. Begitu juga dengan dr. Charles yang sudah menyeringai puas. “Tidak sia-sia kita mendapatkan informasi akurat dari dia,” ujar dr. Charles.            Mereka tampak puas mengetahui bahwa orang kepercayaan mereka yang bekerja di Laboratorium Nasional Amerika Serikat masih menjaga loyalitas. Yah, dengan begini, mereka tidak perlu bersusah payah mencari informasi melalui orang-orang baru sebab mereka bisa mendapatkan informasi akurat langsung dari orang yang bekerja di Laboratorium utama.            Sementara suasana masih hening, dr. Fang Yin tidak beranjak pergi dari sana. Dia masih bergabung dengan mereka dan mengikuti topik pembicaraan yang sama.            Walau hatinya mengatakan miris. Dan entah kenapa, semakin hari, dia semakin diliputi oleh perasaan bersalah.            Keinginannya untuk keluar dari tim Laboratorium Abacheviro semakin kuat. Dia merasa sudah tidak sanggup lagi meneliti hewan-hewan yang sudah dan akan dijadikan sebagai sampel penelitian baru mereka.            Namun, disisi lain dia masih terikat kontrak dengan mereka. Apalagi ada perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa tim yang sudah keluar dari Abacheviro harus bisa menjaga rahasia yang ada, selama masih bekerja dengan mereka.            Apapun hasil penelitian yang telah dilakukan selama masih bekerja di Laboratorium Abacheviro, sepenuhnya adalah milik Abacheviro. Dan tidak berhak diambil sebagai hak pribadi.            Yah, semua perjanjian tertulis itu membuat dr. Fang Yin sangat pusing. Dia baru menyadari bahwa dulu dia tergiur dengan uang dan jaminan hidup layak untuk keluarga kecilnya kelak.            Tapi setelah mengenal nama dr. Zea Mays Coates dan juga sisi kehidupannya yang sedang ramai dibicarakan oleh publik, membuat dr. Fang Yin luluh. Dia merasa ada cahaya baru dalam hidupnya dan membuatnya yakin untuk segera memiliki keluarga kecil untuk masa depannya.            Dia pikir, untuk lepas dari bayangan Abacheviro tidaklah semudah yang dibayangkan. Karena mereka memiliki kekuatan dari segala sisi. Yah, dia tahu itu.            Sepertinya, dia harus meminta bantuan seseorang untuk membuatnya lepas dan hidup normal kembali seperti beberapa tahun lalu. Dia ingin hidup normal tanpa bayang-bayang rasa bersalah lagi.            Meminta bantun dari orang terkuat adalah jalan satu-satunya. Dia sedang mencari tahu pengusaha terkaya yang mau membantunya dan bisa percaya bahwa dia benar-benar ingin terlepas dari Abacheviro. Termasuk menyimpan rahasia besarnya karena ini juga berhubungan dengan Abacheviro yang masih dipantau oleh Badan Kesehatan Dunia hingga detik ini. “dr. Fang Yin? Kau baik-baik saja?” tanya Yang Yimin menatapnya heran sejak tadi.            Dia tersenyum dan mengangguk kecil. Kakinya melangkah, mendekati mereka. “Aku masih berpikir … apa saja yang dia campurkan ke dalam Zingiberales Curcuma Aspirin. Lalu, untuk namanya saja sudah membuatku geli. Bagaimana mungkin dia bisa memberi nama selucu itu,” ujar dr. Fang Yin berusaha untuk bersikap seperti biasa.            Mereka tersenyum mengejek, mendengar penjelasan dr. Fang Yin yang mereka anggap benar. Tidak seorangpun dari mereka yang curiga atas sikap dr. Fang Yin sebab pria itu masih bersikap sama dan menunjukkan kekompakan dalam kinerja tim seperti biasanya. ---**--- 1 hari kemudian., Orcha’s Place Apartment, Washington D.C, USA., Kamar Zea., Malam hari.,            Amber Maurent Coates, wanita itu masih merasa nyaman tidur di samping kanan sang cucu, Zea Mays Coates. Sementara Erica Mays Coates, dia tidur di sisi kanannya. Berada diantara cucu yang sangat ia sayangi adalah kenyamanan tersendiri bagi Amber. “Aku percaya padamu, Sayang. Kau pasti bisa melakukannya besok. Tuhan akan selalu melindungimu,” ujar Amber menoleh ke kiri, menatap sang cucu yang sudah mengulum senyum.            Erica juga belum tidur. Mereka masih belum mengantuk meski jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.30 waktu Washington D.C. “Semua teman-temanku juga mendukungmu, Kak. Keluarga mereka sangat berharap padamu. Semua guruku, semuanya. Mereka sangat berharap kalau penelitianmu tetap dilanjutkan, Kak.”            Zea menoleh ke kanan, melirik Erica yang berbicara sambil menatap ke arah langit kamar. “Kau tahu, Kak? Semua surat terbuka itu, itu adalah bentuk dukungan dari mereka untukmu. Bahkan mereka selalu menandai aku di postingan mereka sebagai perwakilan darimu, Kak. Kau tahu itu, bukan?” ujar Erica lantas menoleh ke kiri.            Zea tersenyum tipis sambil mengangguk kecil. “Iya, aku tahu.”            Amber merasa sulit bergerak. Dia menegakkan tubuhnya lalu bersandar pada kepala ranjang. “Pelan-pelan, Nek.” Zea membantu sang Nenek tersayang.            Begitu juga Erica, dia ikut menegakkan tubuh dan duduk saling berhadapan. “Mereka sangat menyesali karena kau sudah menutup semua akun media sosialmu. Padahal mereka ingin kau tahu bahwa masyarakat sangat mendukungmu. Mereka ingin kau kuat dan tidak takut dengan hukum. Bahkan keluarga dari teman-temanku siap menyewa banyak pengacara jika kau dituntut atas penawar itu, Kak.” Erica menjelaskannya sekali lagi.            Zea duduk di hadapan mereka sambil tersenyum tipis. Yah, dia suda tahu itu. Tidak hanya dari bibir sang Adik, tapi dia tahu informasi itu melalui teman satu timnya, dari Hugo dan Rega yang rajin melihat berita terbaru di media sosial.            Amber tersenyum mengusap lengan kanan sang cucu. “Setiap usaha, pasti akan ada hasilnya, Sayang. Kau harus yakin … kalau penelitianmu akan berhasil. Karena selain namamu kembali harum, kau juga bisa melindungi kami semua,” ujar Amber menyemangati cucu kebanggaannya.            Erica tersenyum tipis. Dia sangat menyayangi sang Kakak, tapi rasanya begitu sulit bagi dia untuk menunjukkan itu secara langsung.            Sebagai seorang Adik, dia hanya membantunya lewat doa saja. Ataupun membantu sang Kakak membereskan barang-barangnya di mobil atau lemari kamarnya yang sedikit berantakan. “Kau sudah sampai sejauh ini, Kak. Itu artinya Tuhan selalu mendampingimu. Ayah dan Ibu pasti mendoakan kita dari langit,” ujar Erica ikut menyemangati sang Kakak.            Zea terus mengulum senyum. “Aku berjanji tidak akan membuat malu kalian. Penelitian ini akan aku tuntaskan sampai akhir. Aku sudah berjanji pada Ayah dan Ibu untuk mendamaikan bumi ini. Aku yakin Tuhan pasti akan mempermudah jalanku,” ujarnya lalu mendekati sang Nenek. Dia memeluknya.            Begitu juga Erica, dia memeluk sang Nenek. “Aku sangat menyayangi kalian, Kak. Aku hanya ingin kau tetap baik-baik saja,” ujar Erica berusaha menahan emosi agar tidak ketahuan bahwa dia sedikit bersedih dan haru.            Zea mengusap lembut puncak kepala sang Adik. Dia tahu kalau Adik semata wayangnya ini memang terkenal dengan sikap cuek.            Tapi dia tahu kalau anak kecil berusia 11 tahun ini masih tergolong manja. Hanya saja, keadaan yang memaksanya untuk bersikap dewasa.            Yah, karena Zea tidak mau adiknya menjadi sosok yang cengeng. Sementara dia lebih sering menghabiskan waktunya diluar rumah demi menyelesaikan penelitiannya selama ini. ..**.. Monodnaviria Immunodeficiency Virus 2198, yang lebih akrab disebut sebagai virus Monodna IV-98. Virus yang juga dibenci oleh pengusaha kelas menengah ke atas. Virus ini tidak memandang bulu. Siapa saja bisa merenggang nyawa dalam hitung hari. Terutama bagi orang-orang yang suka berpergian jauh, masuk dan keluar negeri. Lalu, terdapat penawar baru yang hampir disahkan sebagai penawar ampuh dari Monodnaviria Immunodeficiency Virus 2198. Penawar yang dinamai Zingi curas. Informasi terbaru dari orang-orang yang dipercayai bahwa Zingi curas memiliki nama asli yang tidak disebut dalam rapat besar bersama dewan perwakilan Badan Kesehatan Dunia. Nama lain dari Zingi curas yaitu Zingiberales Curcuma Aspirin. ---**--- Beberapa hari kemudian., AKA Times Square, New York, USA., Ruangan kerja., Malam hari.,            Di sisi lain, seorang pria masih nyaman berada di ruangan kerja pribadinya. Hotel ini adalah satu hotel terkemuka, salah satu warisan bisnis dari keluarganya yang sudah turun temurun.            Hotel ini adalah hotel favoritnya jika ingin melepas penat. Karena dia tahu kalau seluruh anggota keluarganya pasti mengetahui jejaknya bila keluar dari New York. Dia masih memperhatikan situasi yang semakin memburuk. Memang itu bukan urusannya. Tapi karena virus yang menjadi pandemik sejak 1 tahun terakhir turut membuat sebagian keluarganya sakit. Bahkan beberapa diantara keluarganya meninggal dunia secara mendadak.            Hal itu membuatnya geram dan kesal. Apalagi setelah mengetahui desas-desus berita yang belum diketahui kebenarannya, mengatakan bahwa virus Monodna IV-98 adalah buatan manusia yang sengaja dipraktekkan langsung ke lapangan.            Dia masih duduk di kursi kebesarannya, sambil memandang laptop pribadinya diatas meja kerja. Jemari kanannya masih bertumpang dagu dan sedikit mengusap bibirnya yang berwarna merah merona. “Penelitian itu sudah berjalan sejak 4 hari yang lalu, Tuan. Dan sampai sekarang, belum ada perkembangan berita terbaru. Sepertinya … mereka masih merahasiakan kondisi pasien Monodna,” ujar seorang pria yang merupakan sekretaris pribadi pria yang berseberangan meja dengannya.            Pria itu mengangguk kecil, mendengarkan semua penjelasan sekretaris pribadinya. “Menurutmu … apa penelitiannya akan berhasil?” tanyanya melirik pria itu.            Dia mengangguk dan tersenyum tipis mendengar pertanyaan Tuan Besarnya. “Sepertinya akan berhasil, Tuan. Karena simpanse saja bisa sembuh ketika disuntikkan virus tersebut, apalagi manusia, Tuan. Jadi saya merasa kalau penelitian dr. Zea akan berhasil,” ujarnya serius. Braakkk!!            Dia memukul meja kerjanya sekuat mungkin hingga sekretaris pribadinya terkejut dan memegang d**a. “Astaga, Tuan!” ketusnya spontan.            Pria itu memicingkan mata ke arah sekretaris pribadinya. “Kau menyamakan manusia dengan hewan, huh?? Secara tidak langsung kau mengatakan kalau aku adalah hewan?? Apa kau pikir, kau bukan hewan juga?!” ketusnya dengan rahang mengeras. Glek!            Sial! Dia salah bicara. Ah, tidak. Lebih tepatnya, dia salah memilih kalimat yang tepat agar Tuan Besarnya ini tidak tersinggung.            Padahal kalimatnya barusan adalah hal kecil dan tidak perlu dijadikan masalah. Namun, seharusnya dia juga paham bahwa karakter Tuan Besarnya ini adalah mudah tersulut emosi kepada siapa saja, terkecuali kepada keluarganya sendiri.            Jarum jam menunjukkan pukul 11.25 malam waktu New York. Sudah tengah malam seperti ini, seharusnya menjadi waktu istirahatnya. Namun, pekerjaan tambahan justru membuatnya terjerumus ke dalam masalah baru. Ujungnya, dia pasti akan diberi banyak pekerjaan lain yang tidak masuk akal nantinya. “Ti-tidak, Tuan. Bukan maksud saya mengatakan seperti itu. Tapi … saya, saya hanya mengatakan kalau simpanse memiliki kemiripan DNA seperti manusia. Itu sebabnya, me-mereka bisa terjangkit virus Monodna IV-98 dan bisa disembuhkan dengan Zingi curas, Tuan. Begitu maksud saya,” jelasnya panjang lebar sembari menurunkan pandangannya ke layar Ipad yang tengah ia pegang.            Dadanya masih naik turun, menahan gejolak emosi yang sempat tersulut. Kini, dia melepas pandangannya dari pria itu dan kembali menatap layar laptop.            Hening, pria itu kembali membuka suara ketika melihat ekspresi Tuan Besarnya masih menatap informasi yang dia dapat selama beberapa hari terakhir. “Saya tahu kalau virus ini memang sangat meresahkan, Tuan. Tapi … apakah Anda tidak berniat untuk melindungi dr. Zea jika saja penelitian ini gagal, Tuan? Atau … setidaknya memberi dia kekuatan dan fasilitas lebih agar penelitiannya berjalan sempurna. Karena kita tahu kalau banyak sekali orang-orang yang ingin menjatuhkannya melalui berbagai macam cara,” ujarnya seraya mengungkapkan saran dan pendapatnya saja.            Dia menghela napas panjang. Tidak mau merespon, matanya tetap fokus pada layar laptopnya. “Saya dengar dan saya masih mencari tahu kebenarannya, Tuan. Informasi terbaru tapi saya belum berani memastikannya,” sambungnya lagi hingga mata elang pria itu meliriknya tajam. Glek!            Dia hampir susah bernapas bila sudah terjadi adegan seperti tadi. Jangan sampai kejadian lalu terulang kembali, dimana pria ini tidak segan menggertaknya dengan satu senjata api berukuran kecil hanya karena kesalahpahaman kecil. “Ada pengkhianat di tim dr. Zea. Di acara rapat bersama dewan perwakilan Badan Kesehatan Dunia, dr. Zea sama sekali tidak menyebutkan nama asli Zingi curas, Tuan.”            Dia mengerutkan kening, menatap lekat sekretaris pribadinya. “Iya, Tuan. Beliau hanya mengatakan bahwa penawar virus Monodna IV-98 adalah Zingi curas. Beliau tidak menyebutkan nama aslinya. Tapi … tidak tahu dari mana, berita itu menyebar di informasi pribadi Laboratorium Abacheviro. Mereka tahu bahwa nama asli Zingi curas adalah Zingiberales Curcuma Aspirin, Tuan.”            Matanya mengerjap berulang kali. “Zingi apa??” tanyanya sedikit tidak paham. “Zingiberales Curcuma Aspirin, Tuan. Tadinya hanya pihak Abacheviro saja yang tahu itu. Tapi ternyata berita itu tersebar luas di media sosial. Dan saat dr. Zea mengetahui kabar itu dari media sosial. Mereka bilang kalau dr. Zea murka. Dia bahkan tidak tahu menahu kalau ternyata rahasianya bocor karena pengkhianat di Laboratorium mereka. Tapi … menurut informasi, dr. Zea sama sekali tidak menganggap bahwa ada pengkhianat dalam timnya,” jelas pria itu.            Melihat respon diam Tuan Besarnya, dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Saya … hanya kasihan terhadap dr. Zea, Tuan. Banyak yang mengatakan kalau dr. Zea selalu berpikiran positif dan percaya terhadap timnya. Tapi, tidak sedikit yang mengatakan kalau ada salah satu atau sebagian pengkhianat dari timnya. Karena kalau tidak, rahasia dan nama asli Zingi curas tidak mungkin bocor seperti sekarang ini, Tuan.”            Dia masih mendengarkan penjelasan dari sekretaris pribadinya ini. Yah, dia juga sudah mendengar selentingan itu dari semua adik perempuannya. “Mungkin … kalau saja Anda menjadi tameng untuk dr. Zea, mungkin mereka tidak berani berkutik, Tuan. Apalagi … Negara kita dan Negara mereka membutuhkan perusahaan kita untuk berperang,” ujarnya lagi.            Diam, dia sama sekali tidak membuka mulutnya untuk bicara. Hanya helaian napas berat yang keluar dari bibirnya.            Dia melepas pandangannya dari pria itu, lalu memejamkan matanya sambil memijit kening. Saat dia hendak memutar kursi kebesarannya ke arah jendela kaca di belakangnya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dddrrrttt…            Matanya terbuka dan langsung melihat ke layar ponselnya. Mommy is calling… ‘Ada apa dia memanggilku?? Astaga!’ bathinnya sambil menghela napas panjang.            Tidak menungggu lama, dia segera menjangkau ponselnya yang terletak di dekat laptop. Sembari melirik sekretaris pribadinya yang masih menatapnya, dia menjawab panggilan telepon dari sang Mommy. “Hallo, Mom. Ada apa?” tanyanya membuka pembicaraan sembari membenarkan kemeja hitam yang sudah berantakan di tubuhnya. “…” “Aku baru saja selesai rapat, Mom. Ada apa? Apa mereka mencariku lagi?” “…”            Dia memutar malas bola matanya. “Ya, ya, ya … aku akan selalu menjaga diri, Mom. Dan katakan pada Daddy, aku akan kembali 3 hari lagi. Jangan tanya aku sedang berada dimana. Yang pastinya aku masih di sekitar New York.” “…”            Lagi-lagi, dia memutar malas bola matanya. Entahlah, dia sedikit terganggu bila sang Mommy menyuruhnya untuk mendengarkan nasihat dari sang Daddy.            Dia beranjak dari duduknya, lalu berjalan mendekati jendela kaca dan melihat ke arah luar sana. Tangan kanannya masuk ke dalam kantung celana hitam panjangnya. “Baiklah, Mom. Aku akan menghubungi Daddy besok.” “…” “Tidak, Mom. Ini sudah malam. Aku tidak yakin bisa menahan emosiku kalau berbincang dengannya.” “…” “Iya, ya. Maafkan aku, My Love. Apa aku boleh menutup panggilan telepon kita??” “…” “Okay, Mom. Aku akan mengingatnya. Aku mencintaimu, Mom.” “…” “Aku sangat merindukanmu, Mom.” Tutt… Tutt… Tutt…            Sambungan telepon terputus dari arah sana. Dia menghela napas dan menatap ke arah luar. Setiap Negara menjadi sepi. Itu karena kehidupan tidak lagi aman sejak kedatangan virus baru yang membuatnya mengumpat kesal hampir setiap hari.            Virus itu membuatnya tidak sebebas dulu. Yang lebih mengesalkan lagi, virus itu membuat sebagian bisnis keluarganya menurun 2% dari biasanya. Baginya, itu sangat fatal.            Diam, dia kembali berbalik badan dan menatap sekretaris pribadinya yang mulai membereskan meja kerjanya. “Aku menunggu kebenaran informasi itu,” ujarnya sambil berjalan mendekati meja kerjanya.            Suara bariton itu membuatnya mendongakkan kepala. “Kalau itu memang benar. Aku akan mendampinginya,” sambungnya lagi. “Baik, Tuan. Saya akan segera menemukan jawabannya.” * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD