---**---
3 hari kemudian.,
Summerset Hangshan Apartment.,
Malam hari.,
Dia sudah menunggu hampir 1 jam di apartemen mewah ini. Bukan tanpa alasan baginya menyewa mahal apartemen ini demi berjumpa secara pribadi dengan pria penguasa Amerika. Pria pemilik Bank Sentral nomor 1 di Amerika.
Yah, dr. Fang Yin sudah menghubungi langsung sekretaris pribadi pria itu dan mengatakan bahwa ini berhubungan dengan Zingi curas dan dr. Zea yang tengah menjadi pembicaraan media massa. Dia tahu, bahwa berita ini mampu menarik perhatian pria penguasa itu.
Setelah kedatangan pria itu, dia tidak berbasa-basi dan langsung bertanya inti pembicaraan mereka. Tidak mau membuat pria itu marah atau menunggu lama seperti dirinya, dr. Fang Yin langsung mengatakan apa yang dia inginkan.
Sudah hampir 20 menit dia menjelaskan, tapi pria itu masih diam saja di posisi duduknya menyilang sambil melihat ke arah luar sana.
“Tolong aku, Tuan. Hanya kau yang bisa membantu dr. Zea. Dia benar-benar dalam keadaan bahaya. Dr. Dishi bisa melakukan apapun untuk menggagalkan dr. Zea menuju Jenewa. Aku … aku tidak mau sampai terjadi sesuatu dengan dr. Zea. Karena yang memahami Zingi curas … hanya dia seorang. Dan … kita semua sangat membutuhkan itu,” jelasnya lagi panjang lebar.
Pernyataan dr. Fang Yin direspon seringaian iblis oleh pria itu hingga dr. Fang Yin terdiam dan kaku. Dia beranjak dari duduknya lalu mengancingkan kembali kancing jas hitam pekatnya.
Kakinya melangkah hendak keluar dari sana. Dan dr. Fang Yin langsung berdiri, mencegah kepergiannya.
“Tolong, Tuan yang Terhormat! Tolong bantu saya untuk melindungi dr. Zea! Saya tahu … ini kesalahan tim saya—” ucapan dr. Fang Yin langsung terhenti.
“Dan kau ingin aku yang menyelamatkan dr. Zea sementara kalian yang merencanakan ini sejak awal??” ujarnya kembali berbalik badan, lalu menatap lekat dr. Fang Yin.
Glek!
Suara bariton itu membuatnya susah menegukkan salivanya sendiri. Mata elang pria itu menyorot makna berbeda. Dia mulai bergidik ngeri dan menurunkan pandangan sebab dia juga bersalah dalam pembuatan dan penyebaran virus Monodna IV-98 tahun lalu.
Pria itu menyeringai lalu memasukkan kedua tangannya di kedua saku celana panjangnya.
“Kalian menolak mentah-mentah tuduhan itu. Lalu … kau menjadi pengkhianat dalam timmu sendiri,” ujarnya bernada datar.
Dr. Fang Yin diam saja mendengar semua ucapannya. Yah, karena itu memang benar.
“Sudah seharusnya kalian menerima hukuman setimpal,” sambungnya lagi.
Hening, hampir 1 menit mereka hening dan tidak ada yang membuka suara. Bahkan sekretaris pribadi dan dua orang pengawal pribadinya saja tidak berani mendekatinya.
Sebab mereka tahu bahwa sebagian anggota keluarga Tuan Besar mereka meninggal dunia karena diserang oleh virus Monodna IV-98. Lalu sekarang, Tuan Besarnya ini tengah berhadapan langsung dengan salah satu orang yang turut berjasa dalam pembuatan dan penyebaran virus ganas itu.
“Bahkan hukuman mati pun tidak akan pernah cukup. Dibandingkan nyawa manusia yang sudah habis di muka bumi ini.”
Glek!
Dia masih terdiam. Tidak mungkin dia membantah ucapan pria penguasa ini sebab semua ucapannya adalah benar.
Tidak mau mengeluarkan banyak kata-kata, dia kembali berbalik badan dan hendak melanjutkan kalimatnya. Dr. Fang Yin bergegas menghentikannya sekali lagi dan kembali memohon.
“Tuan Abraham! Kumohon tolong aku. Tolong lindungi dia. Aku sangat mencintainya,” ujarnya lagi hingga pria pemilik kekuasaan nomor 1 di Amerika itu menghentikan langkah kakinya.
Dia berbalik badan, menatap dr. Fang Yin dengan ekspresi datar. Pernyataan barusan sangat sensitif sekali di indera pendengarannya.
Keheningan semakin terasa kala tatapan tajam itu semakin menyudutkannya.
“Kau yang mencintainya. Bukan aku,” jawab pria itu lalu berbalik badan dan kembali melanjutkan langkah kakinya menuju lift pribadi yang ada di ujung sana.
“Tuan Abraham! Kumohon, dengarkan aku! Aku akan melakukan apapun untukmu! Kumohon, selamatkan dr. Zea, Tuan!”
Dua pengawal bertubuh besar itu mengeluarkan senjata api dari balik kemeja hitam pekat mereka, lalu menodong ke arahnya. Mereka berjalan mundur dan memerintah agar dr. Fang Yin tidak menghentikan langkah kaki Tuan Besar mereka lagi.
“Tuan Abraham! Aku rela menukar nyawaku! Tolong, selamatkan dr. Zea, Tuan!”
“Minggir! Jangan halangi jalan, Tuan Besar kami!”
“Tuan Abraham! Kumohon, Tuan! Demi Tuhan, tolong dia, Tuan!”
Ting!
Pintu lift terbuka mereka masuk ke dalam sana. Dua pria bertubuh besar itu masih menodongkan senjata api mereka ke arah dr. Fang Yin hingga pintu lift tertutup kembali.
Pria itu menatap datar dr. Fang Yin. Rahangnya sudah mengeras sejak tadi.
Ting!
..**..
2 hari kemudian.,
Keputusan sudah bulat dan Zea menyetujuinya. Dia akan pergi ke Swiss bersama dr. Viona Jocasta, Axton Bouncour, dan Hugo Jenkinson.
Tim mereka menyiapkan semua bahan-bahan atau catatan penting yang mungkin akan berguna bagi mereka nanti, terutama bagi Zea yang akan berhadapan langsung dengan Dewan Badan Kesehatan Dunia. Pagi itu, Zea beserta tim yang akan ikut dengannya, mereka berpamitan kepada yang lain. Termasuk berpamitan kepada Kepala Laboratorium Nasional Amerika Serikat serta perwakilan dari masing-masing Departemen Laboratorium.
Tim yang akan membawa mereka menuju Swiss memberitahu bahwa jet telah siaga di Bandar Udara Nasional. Lalu mereka akan pergi kesana siang ini juga.
Prof. Calder Dilbert dan Prof. Gil Beker berpesan kepada mereka bertiga agar tetap mengawasi gerak-gerik Zea. Sebab wanita itu pasti akan lengah karena fokusnya terus berpusat pada Zingi curas.
Tentu saja mereka sudah paham dengan apa yang dikatakan oleh dua orang senior mereka. Sampai di Jenewa nanti, mereka juga akan tetap mengikuti Zea. Jika saja tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam kantor Badan Kesehatan Dunia, maka mereka bertiga akan menunggu di lobi umum.
Yah, mereka sangat ketat menjaga Zea karena tahu bahwa Dokter Muda cerdas itu masih menjadi pusat perhatian dunia atas penemuan barunya yang membanggakan. Sangat memungkinkan bagi siapa saja untuk mencelakakannya.
Demi menghindari hal yang tidak diharapkan, mereka sengaja mengikuti Zea. Ini lebih baik dari pada Zea pergi seorang diri dan membuat mereka tidak tenang sepanjang perjalanan Zea atau selama dia berada di Swiss.
…
Siang itu, mereka langsung berangkat menuju Bandar Udara menggunakan mobil pribadi. Hanya satu koper berisi pakaian lengkap mereka masing-masing serta catatan penting lain.
Tidak banyak yang mereka bawa sebab fokus mereka hanyalah penawar Zingiberales Curcuma Aspirin atau yang dikenal dengan Zingi curas. Zea membawa 20 ml penawar Zingi curas dengan botol kaca tebal, lalu dibungkus dengan kain linen rami. Bisa dipastikan bahwa botol kaca itu sangat tertutup dan tidak mudah retak bila terlempar jauh.
…
Sesampainya di Bandar Udara mereka langsung bergerak menuju satu helikopter yang sudah siaga. Belum bertanya apapun, mereka saling menatap satu sama lain dengan ekspresi bingung.
Zea membuka suara dan bertanya kepada mereka, kenapa mereka pergi menggunakan helikopter sementara jarak antara Washinton D.C dengan Swiss sangatlah jauh. Lalu, salah satu utusan dari Badan Kesehatan Dunia menjawab bahwa mereka akan singah ke Kota Rochester terlebih dahulu dengan menggunakan helikopter. Setelah itu, mereka akan langsung berangkat ke Swiss menggunakan Jet.
Tidak mau banyak bertanya, mereka mengikuti apa yang dikatakan oleh 2 orang pria itu. Helikopter terlihat baik-baik saja. Jika saja ada yang berniat buruk, sepertinya tidak mungkin kalau mereka mencelakakan diri mereka sendiri.
…
Dalam perjalanan.,
Siang hari.,
Mereka berempat duduk di area belakang. Sementara 2 orang pria itu duduk di depan untuk mengendalikan helikopter.
Helikopter ini terlihat kecil, mungkin karena helikopter ini untuk umum.
“Astaga! Kenapa kursinya kecil sekali!” gumam Hugo mendengus kesal sejak tadi. Sebab dia sangat tidak nyaman dengan area sempit seperti ini, membuatnya sulit bernapas lega.
Axton mencoba untuk menggeser tubuhnya hingga terjepit di area pintu.
“Sudah? Bukan kursinya yang kecil, tapi tubuhmu perlu menyesuaikan diri dengan kursi ini!” sahut Axton tidak kalah ketus.
Hugo memutar malas bola matanya. Dia melempar pandangan ke arah luar sana untuk melepaskan rasa kesalnya. Sementara dr. Viona dan Zea sudah tertawa sejak tadi.
“Apa kalian tidak bisa damai satu menit saja? Sejak tadi kalian terus bertengkar, seperti sepasang kekasih saja,” ujar Zea menatap Axton dan Hugo bergantian. Dia terus mengusap botol Zingi curas yang berada di area pinggangnya.
Yah, Zea sengaja menyimpannya dibalik tali pinggangnya. Bukan takut untuk terambil siapapun, tapi dia hanya takut bila melupakan barang yang ia bawa atau mungkin terselip di saku tas.
Axton menatap Zea yang duduk berhadapan dengannya. Karena area duduk penumpang helikoper ini cukup terbilang sempit hingga kedua lututnya bergesekkan dengan kaki Zea.
“Kalau dia tidak mencari masalah, mungkin aku akan baik-baik saja,” sahut Axton menoleh ke kiri, melihat Hugo yang ternyata ikut menatapnya.
Mereka berdua saling membuang wajah satu sama lain sampai dr. Viona tertawa sambil menahan perut.
“Oh Tuhan … bagaimana mungkin aku akan menghadapi kalian sampai 2 minggu ke depan?? Apa aku harus membeli obat anti tawa??” ujar dr. Viona menyindir Axton dan Hugo yang semakin terlihat kesal.
Zea menggelengkan kepalanya.
“Oh iya … aku membawa sandwich tadi. Aku pikir ada di ransel kecilku itu,” ujar Zea memberitahu, menunjuk ransel miliknya yang ia bawa.
Sigap, Hugo langsung menoleh ke arah posisi dimana ransel Zea berada.
“Baiklah … biar aku yang membantumu, dr. Zea.” Hugo sangat antusias sekali.
Zea dan dr. Viona tertawa geli melihat betapa antusiasnya Hugo bila mendengar soal makanan. Namun, belum sempat Hugo mengambil ransel Zea, tiba-tiba saja Axton membuka suara dengan ekspresi bingung.
“Apa ini rute menuju Kota Rochester??” tanya Axyon melihat ke arah luar sana.
Mereka bertiga langsung melihat jendela kaca. Dengan kening berkerut, mereka juga merasa bingung.
Kemudian, dr. Viona menatap Axton dan Hugo bergantian. Zea mulai terlihat khawatir. Mata mereka saling memandang penuh kecurigaan.
Tanpa menunggu waktu, Axton langsung melirik ke arah depan.
“Maaf?? Kalian yakin kita tidak salah rute??” tanya Axton sedikit bersuara keras.
Dua orang pengendali helikopter menatap satu sama lain sambil menyeringai. Mereka berdua hanya diam dan enggan menjawab pertanyaan Axton.
Sikap diam mereka membuat mereka berempat semakin heran.
“Hallo?? Apa kalian mendengar pertanyaan kami?? Kalian tidak tuli bukan??” tanya Hugo kembali menegaskan.
Hening, tidak ada jawaban dari pengendali helikopter itu. Zea dan dr. Viona langsung menoleh ke arah belakang.
“Maaf, Pak?? Kalau boleh tahu, rute ini mengarah kemana ya??” tanya Zea hati-hati.
Dia kembali menatap mereka bertiga bergantian.
“Mengarah Amerika bagian Selatan,” jawab salah satu pria itu tegas.
Deg!
“Amerika bagian Selatan??” gumam Hugo bertanya-tanya.
Axton dan dr. Viona mengerutkan kening.
“Tunggu dulu. Amerika bagian Selatan?? Maksud kalian??” ujar Zea langsung melihat ke arah bawah.
Yah, mereka tengah menuju Amerika bagian Selatan. Tepatnya, rute ini mengarah ke Hutan Hujan Amazzon.
“Bukankah ini … menuju Hutan Hujan Amazzon?? Tapi bukankah kita akan ke Kota Rochester terlebih dulu sebelum ke Swiss??” tanya Zea lagi.
Axton dan Hugo saling menatap satu sama lain.
“Diamlah, kalian! Kami yang punya kendali disini!”
Deg!
Zea membelalakkan mata mendengar jawaban tidak suka salah satu dari mereka. Dia melihat perjalanan mereka menuju tengah Hutan Hujan Amazzon.
“Hey, hey, hey! Kalian mau membawa kami kemana?? Bukankah ini daerah Amazzon??” tanya Hugo mulai khawatir.
“Apa kalian yakin kita ke arah sini, Tuan-Tuan??” timpal dr. Viona ikut bertanya dan mulai khawatir.
Axton langsung membuka sabuk pengamannya. Dia pikir, ada yang tidak beres disini.
“Apa maksud kalian?! Kalian mau membawa kami kemana, huh?!” ketus Axton langsung beranjak dari duduknya dan membuka sabuk pengaman Zea. Dia memberi isyarat dan meminta Zea untuk berpindah posisi.
Zea mengangguk paham dan langsung melakukan apa yang dipinta oleh Axton. Termasuk dr. Viona juga melakukan hal yang sama.
“Diam, berengsek!! Ini bukan urusan kalian!” ketus salah satu pria itu.
Hugo tidak tinggal diam. Dia juga turut membuka sabuk pengamannya.
“Hey! Kenapa kalian mara-marah! Apa kalian menyembunyikan sesuatu dari kami?!” tanya Hugo mulai tersulut emosi. Dia menyerahkan ransel yang ia pegang kepada Zea, sang pemilik.
“Diamlah! Kalian akan bersenang-senang di Hutan ini!” ketus salah satu pria sambil tertawa keras.
Axton geram. Dia membuka jaring pembatas diantara mereka.
“Hey! Tenanglah! Jangan macam-macam sama kami!” ketus salah pria saat tahu bahwa Axton mencoba untuk menarik pembatas jaring itu.
“Kalian mau membawa kami kemana, huh?!” ketus Axton geram lalu masuk ke dalam area mereka.
Pria itu berusaha untuk menahan jaring pembatas, tapi sayangnya tenaga Axton jauh lebih kuat hingga membuatnya tidak bisa menahan lebih lama.
“Diam, berengsek!! Jangan ikut campur!” sahut pria yang tengah mengendalikan helikopter lalu mempercepat laju helikopter mereka.
“Dasar, pengkhianat!” ketus Axton geram lalu melayangkan satu tinjuan ke arah salah satu dari mereka yang mencoba untuk mendorongnya ke belakang.
Buugghh!!
“Aahkkk!”
“Astaga, Axton!”
“Axton!!”
“Oh, Tuhan! Ada apa ini?!”
*
*
Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)