---**---
National Laboratory of The Abacheviro.,
Laboratorium Virologi.,
Ruangan rapat.,
Malam dini hari.,
Sudah hampir 1 jam yang lalu dia mendengarkan pembicaraan mereka. Hari ini dia sengaja mengatakan lembur kepada mereka dengan alasan kalau dia harus menyelesaikan penelitian yang tertunda dan harus menyerahkan hasilnya langsung kepada Prof. dr. Zhang Binjie.
Sebenarnya penelitian barunya sudah siap sejak siang tadi. Tapi dia harus melakukan ini demi mendengarkan pembicaraan mereka.
Ternyata benar dugaannya, kalau Dr. dr. Dishi Ang Bei, Prof. dr. Zhang Binjie, dan dr. Charles Tong Mu tengah merencanakan sesuatu terhadap tim dr. Zea Mays Coates.
“Lalu … apa yang akan kau lakukan, dr. Dishi?” tanya Prof. Zhang menatapnya lekat.
Dr. dr. Dishi menyeringai.
“Aku berharap kau tidak berniat menumpahkan darah lagi, dr. Dishi.” Timpal dr. Charles mencurigai sesuatu.
Seringaian itu membuat Prof. Zhang dan dr. Charles sedikit bergidik ngeri. Pria ini tidak pernah pandang bulu terhadap siapapun.
Bahkan dia tidak berduka sedikitpun atau mempermasalahkan sebagian anggota keluarganya yang meninggal karena virus Monodna IV-98. Yah, mereka sudah tahu kalau karakter Dr. dr. Dishi Ang Bei adalah pria yang kejam.
“Tapi aku harus melakukannya, Professor. Aku tidak mau dia dan penawar sialannya itu merusak virus kita,” ujar dr. Dishi dengan rahang mengeras.
Dia menatap lekat mereka berdua dan kembali melanjutkan kalimatnya.
“Sebelum kita menemukan virus yang lebih kuat dari ini … aku harus menghentikannya. Aku … aku mau dia mati.”
Deg!
Prof. Zhang dan dr. Charles saling menatap satu sama lain.
“Kalau virus itu tidak bisa membunuh dia dan timnya. Setidaknya dia harus mati sebelum penawarnya diberi label legal. Aku tidak bisa menerima kekalahan terhadap Dokter Muda itu,” sambungnya lagi.
Dia tersenyum iblis.
“Dia saja bisa menemukan penawarnya yang bahkan kalian sendiri masih mencari tahu itu dan masih menelitinya. Lalu kenapa kita bisa kalah dengan dia? Dia bukan tandingan kita, Professor.” Dr. dr. Dishi menatap lekat Prof. Zhang.
“Dan kau … dr. Charles. Pengalamanmu dengannya tidak bisa disamakan. Bagaimana mungkin kau menerima kekalahan dengan cara seperti ini??” ujarnya kembali mempengaruhi dr. Charles.
Prof. dr. Zhang Binjie dan dr. Charles Tong Mu hanya diam saja. Apa yang dikatakan oleh dr. Dishi memang ada benarnya.
Namun, menyerang wanita yang usianya lebih muda, itu sama saja mereka sedang menyerang cucu atau putri mereka sendiri. Jika untuk perkelahian tidak sehat seperti ini, entah kenapa mereka tidak pernah mau menyetujuinya.
Sementara di sisi lain, pria itu masih berdiri di sisi lemari yang terhimpit diantara lemari buku lainnya. Dia masih mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi.
Yah, dr. Fang Yin sengaja menunggu lama disini hingga malam dini hari seperti ini hanya untuk mendengarkan pembicaraan mereka sekaligus ingin mengetahui rencana mereka yang sebenarnya.
Tapi sayangnya, mereka tidak membahas itu. Tidak mau berada lama disini, sebab dia pikir akan sia-sia.
Namun yang jelas, dia sudah tahu niat jahat dr. Dishi terhadap dr. Zea. Sepertinya, dia memang harus meminta seseorang untuk melindungi dr. Zea dari serangan apapun.
Hanya orang itu yang bisa membantunya sebab dia memiliki kekuasan tertinggi di Amerika. Bisa dikatakan, bahwa Negara mereka saja membeli kapal selam dari perusahaannya.
Perusahaan yang diagung-agungkan oleh Amerika. Perusahaan yang menjadi alasan utama Amerika tetap unggul dan kuat dari segi persenjataan militer sejak dulu hingga peradaban sekarang ini.
---**---
Beberapa hari kemudian.,
National Laboratory of The United States, Washington D.C, USA.,
Laboratorium Biologi.,
Siang hari.,
Zea baru saja selesai membereskan beberapa barangnya disana. Mungkin, selama berada di Swiss, dia akan meninggalkan banyak bukunya di Laboratorium pribadinya. Itu sebabnya dia akan membawanya pulang sementara sampai dia kembali ke Washington D.C.
Tapi tidak, sebagian buku lagi akan dia bawa ketika pergi nanti sebagai jaga-jaga saja. Karena dia juga perlu referensi penting terkait Zingi curas. Sekaligus catatan kecil dengan bahasa yang hanya dia seorang yang mengerti itu.
“Kau yakin akan pergi seorang diri, Zea?” tanya Prof. Calder memperhatikan Zea yang masih memasukkan beberapa buku ke dalam tasnya.
Dia melirik Prof. Calder sambil mengangguk mantap.
“Iya, Professor. Saya yakin. Kenapa kalian selalu menanyakan hal yang sama?? Aku baik-baik saja. Ini tidak perlu dikhawatirkan. Aku sudah sering ke Jenewa sebelumnya,” ujar Zea menjelaskan supaya tidak membuat mereka khawatir berlebihan.
Mereka semua saling melirik satu sama lain. Sahabat akrabnya berjalan mendekati Zea sembari membawa beberapa tumpukan buku lalu disodorkan ke arah wanita yang terlihat sibuk sekali.
“Terima kasih, Rega.” Zea tersenyum sekilas melirik Rega yang sejak pagi membantunya.
“Zea … cobalah berpikir kembali. Mungkin … saran Axton ada benarnya. Kau bisa mengajak salah satu dari kami. Kau bisa … mengajakku barangkali?? Atau dr. Viona?? Atau … siapapun yang ingin kau ajak sebagai temanmu??” ujar Rega tersenyum tipis sambil memperhatikan mereka satu persatu.
Yah, mereka tidak perlu khawatir lagi mengenai alat pelindung diri atau masker penutup mulut. Sebab tubuh mereka sudah dinyatakan memiliki antibodi dari virus Monodna IV-98.
Zingi curas telah membuat mereka kebal terhadap serangan virus. Mungkin lebih tepatnya, Zingi curas benar-benar lemah ketika mereka mengkonsumsinya selama 1 minggu beberapa waktu lalu.
Tadinya, mereka berharap kalau Zea akan mengizinkan mereka untuk membawa Zingi curas agar dikonsumsi juga oleh keluarga mereka. Namun, Zea mengatakan itu akan terjadi setelah Badan Kesehatan Dunia memberi label legal untuk Zingiberales Curcuma Aspirin atas nama dirinya.
Zea menghentikan gerakan tangannya, lalu menghela napas menoleh ke kiri, melihat Rega.
“Hey? Kenapa kau sekhawatir itu, Rega??” ujarnya menatap lekat Rega, lalu pandangannya melihat mereka yang duduk dan berdiri melihat ke arahnya.
“Ada apa dengan kalian?? Aku bukan anak kecil lagi … aku bisa pergi seorang diri. Lagi pula … aku tidak mau merepotkan kalian. Aku pergi bersama utusan mereka, bukan?? Aku akan menggunakan jet pribadi mereka. Tidak mungkin mereka mencelakakanku,” ujarnya membuat mereka percaya.
Prof. Calder dan Prof. Gil hanya diam saja dan tidak mau banyak bicara lagi. Zea memang keras kepala.
Apa yang sudah menjadi keyakinannya, akan tetap dia jalankan. Akan sangat susah bila mengubah keputusannya di awal.
Axton beranjak dari duduknya lalu mendekati meja panjang itu.
“Kami tahu kalau kau sering pergi kesana, Zea. Tapi ini bukan soal khawatir untuk urusan lain atau menganggapmu sebagai anak kecil,” ujarnya menatap lekat Zea. Axton masih melanjutkan kalimatnya.
“Tapi ini menyangkut keselamatanmu. Kau pergi seorang diri. Tidak ada teman dan siapapun yang bisa kau mintai tolong. Kau tahu kalau situasi belum baik-baik saja bukan?? Pasti banyak orang-orang yang mengincarmu, Zea. Terutama … cairanmu itu. Juga semua catatanmu,” sambung Axton menjelaskan sembari menatap mereka bergantian.
Zea tertegun mendengar pernyataan Axton. Dia melirik Rega, lalu menatap mereka semua.
“Aku akan ikut denganmu. Terserah kau akan menyetujuinya atau tidak, Zea. Tapi aku sudah menyiapkan semua barang-barangku. Aku akan ikut kau pergi ke Jenewa nanti,” sahut dr. Viona tersenyum menatap mereka satu persatu.
Dia masih diam menatap mereka semua. Entahlah, Zea bingung kenapa mereka bersikeras mengkhawatirkan dirinya.
Padahal, ini hanya untuk rencana mudah. Dia pergi ke Swiss karena pekerjaan. Seharusnya mereka tidak perlu berpikir berlebihan seperti itu, pikir Zea.
“Tapi bukankah undangan hanya berlaku untuk 1 orang saja??” tanya Zea mencoba untuk mengingatkan mereka. Entahlah, Zea sama sekali tidak merasakan apapun.
Hugo langsung menyahut cepat.
“Tapi jet mereka cukup untuk menampung beberapa orang yang akan ikut denganmu, Zea. Dan aku akan ikut denganmu. Aku akan menyewa hotel yang sama denganmu. Setidaknya kau, aku, dan dr. Viona berada di satu hotel yang sama,” sahut Hugo sambil tersenyum lebar.
Dia juga mengkhawatirkan hal yang sama. Bukan Hugo tidak mempercayai Badan Kesehatan Dunia. Namun, dia tidak mempercayai orang-orang di sekitar mereka. Terutama sebagian orang yang bekerja di Laboratorium besar ini.
“Itu ide yang bagus. Ada pria dan wanita yang menjadi temanmu selama di perjalanan nanti,” sahut dr. Atlas tersenyum tipis.
Dan sebenarnya dia juga ingin mengajukan diri untuk ikut dengan Zea. Tapi entah kenapa dia yakin kalau Zea akan menolak itu. Daripada dia mengalami penolakan, lebih baik baginya untuk tidak menawarkan diri.
Prof. Gil tersenyum.
“Suaramu akan kalah dengan kami, Zea.”
Semua orang beralih menatap Prof. Gil Beker yang masih melanjutkan kalimatnya.
“Kau sudah lihat? Semua mengkhawatirkan hal yang sama, yang bahkan kami sendiri tidak tahu, kami mengkhawatirkan sesuatu apa. Tapi … semua terfokus padamu, dr. Zea. Kau menjadi sorotan utama siapapun. Dan karena kau sedang sibuk … sehingga pikiranmu tidak berkeliaran ke arah yang lain selain memikirkan satu tujuan utamamu,” ujar Prof. Gil tetap membuat Zea membungkam mulut.
Axton kembali membuka suara.
“Aku juga akan ikut. Jadi seimbang … ada 2 laki-laki dan 1 wanita yang menemanimu. Anggap saja kami hanya ingin pergi berlibur ke Swiss.” Dia menatap mereka sambil mengendikkan bahu.
“Kami bisa membeli tiket sendiri. Tapi … yang kami inginkan hanya berada di dekatmu saja, Zea. Memastikan jika kau baik-baik saja. Sebab yang akan mengawasimu dalam perjalanan nanti … pasti para pria bukan?” sambung Axton lagi demi membuat Zea percaya.
Prof. Calder Dilbert tersenyum. Dia beranjak dari duduknya lalu berjalan mendekati mereka sambil membawa sebuah buku, catatan kecil miliknya.
“Dengar, dr. Zea. Axton tidak bermaksud mengatakan kalau mereka bisa saja melecehkanmu selama di perjalanan. Tapi hal lain yang mungkin saja tidak ada dalam pikiranmu,” ujar Prof. Calder.
Kening Zea berkerut. Dia masih berdiri menatap mereka tengah berbicara kepadanya.
“Maksud kalian, Prof?” tanya Zea tidak mengerti.
Mereka saling menatap satu sama lain.
“Kami juga tidak mengerti, kenapa kami bisa berpikiran sesuatu yang tidak tahu apa. Tapi … kami semua memiliki firasat lain yang sama. Sangat susah untuk menjelaskannya, Zea.” Prof. Calder tersenyum padanya.
Zea menatap mereka dengan ekspresi bingung. Dia menoleh ke kiri, melihat Rega yang sudah mengusap lengan kirinya.
“Oke. Jadi sudah ditentukan … dr. Viona, Axton, dan Hugo akan ikut pergi bersamamu. Dan aku berharap … kau bisa membujuk mereka agar tiga orang dari tim kita ikut bersamamu, berada di jet yang sama denganmu. Untuk selanjutnya … aku pikir terserah mereka jika tidak mengizinkan dr. Viona, Axton, dan Hugo masuk ke Laboratorium mereka. Yang paling penting … kau tetap memiliki teman selama di perjalanan,” jelas Rega panjang lebar.
Tidak hanya Prof. Calder dan Prof. Gil, tetapi mereka yang lain juga mengangguk setuju dengan penjelasan Rega bermaksud sama. Yah, karena mereka semua sudah membahas ini sebelumnya.
Mereka sudah sepakat untuk meyakinkan Zea atas kekhawatiran dan firasat mereka tanpa alasan. Ini semua demi keselamatan Zea dan ketenangan mereka selama Zea pergi ke kota Jenewa yang berada di Swiss.
Zea menurunkan pandangannya. Matanya mengerjap berulang kali, seakan dia sudah terpojok dan tidak bisa berkutik.
Dia bisa saja memandang mereka yang sepertinya ingin tahu tentang pembicaraannya terhadap Badan Kesehatan Dunia nanti. Namun, mendengar penjelasan mereka yang tidak masalah jika tidak diizinkan masuk ke dalam Laboratorium Kesehatan terbesar di dunia, akhirnya Zea memutar otak untuk berpikir logis.
“Kami akan ikut, Zea. Tapi kami tidak akan ikut denganmu ke kantor mereka,” ujar Hugo sambil membenarkan posisi mainan di tali pinggang buatannya. Dia melirik ke arah Zea sekilas.
“Biarkan kami tenang dengan perjalananmu, Zea. Aku sendiri tidak akan fokus bekerja disini jika kau pergi seorang diri,” sahut Rega lagi.
Zea menatap mereka bergantian. Setelah bungkam selama beberapa menit, akhirnya Zea kembali membuka suara.
“Kalian yakin … mau ikut denganku? Aku … tidak mau merepotkan kalian,” ujarnya dengan nada bicara sedikit rendah.
Dr. Viona tersenyum.
“Kau menganggap kami sebagai apa, Zea? Ini bukan soal merepotkan, tapi ini melindungimu, menemanimu. Supaya mereka yang tetap tinggal disini merasa tenang. Tidak berpikir bahwa kau akan terluka. Selama di perjalanan nanti, aku yakin kau tidak akan fokus terhadap ponselmu. Sementara kami hanya bisa menghubungimu lewat ponsel. Dan itupun kalau kau sudah turun dari jet atau kau sudah tidak sibuk lagi,” jelas dr. Viona tanpa memudarkan senyuman di wajahnya.
Glek!
Zea mengangguk kecil. Dia pikir, apa yang dikatakan oleh timnya sungguh ada benarnya.
“Kalau mereka melarangmu, aku yang akan berkomunikasi langsung dengan Kepala Laboratorium ini,” ujar dr. Viona menambahi pembicaraan mereka.
Sikap diam Zea, mereka anggap sebagai persetujuan langsung. Setelah pembicaraan itu, Zea mengatakan setuju dengan keputusan mereka.
Tidak hanya Zea, tapi dr. Viona, Axton, dan Hugo juga akan bersiap-siap untuk pergi ke Jenewa, Swiss. Selebihnya, mereka akan mengurusnya bersama-sama.
*
*
Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)