Nayara masih duduk memeluk tubuhnya sendiri di pojok sofa ruang kerjanya. Bahunya bergetar pelan. Pandangannya kosong ke lantai, seolah jiwanya sedang tertinggal di lorong waktu lima tahun silam. Luka yang seharusnya sudah terobati itu… ternyata masih bernapas. Masih menggores ketika pria bernama Rakendra Mahadipa berdiri begitu dekat. Audrey hanya mampu menatapnya dengan kekhawatiran, lalu beranjak pergi setelah menyadari seseorang sudah berdiri di ambang pintu—Adiraja. Pintu ruangan terbuka kasar, hingga sedikit membentur dinding. Nafas Adiraja memburu. Tubuh tegapnya memancarkan kemarahan. Matanya gelap, seperti malam tanpa bintang. Dia tidak bicara apa-apa. Hanya menatap Nayara—istrinya—yang menggigil, meremas siku-sikunya sendiri seolah bisa menahan semuanya sendiri. Sial. Pikira

