58

1393 Words

Adiraja duduk di tepi ranjang rumah sakit, masih memeluk lembut tubuh istrinya yang kini jauh lebih hangat. Tangannya membelai pipi Nayara, menatap mata sendunya yang mulai cerah kembali. Lalu… dengan napas yang tertahan, Adiraja menunduk, menyentuhkan bibirnya ke kening Nayara. Lama. Seolah ia tengah menyampaikan ribuan doa lewat ciuman itu. Dilanjutkan ke kelopak matanya. Pipinya. Garis rahangnya. Dagu yang dulu selalu ia usap saat Nayara diam dalam gelisah. Dan akhirnya… bibir tipis itu. Adiraja menciumnya begitu pelan, begitu dalam. Penuh rindu dan rasa bersalah yang belum habis ditebus. “Maaf…,” bisiknya di antara sela napas. “Maaf, karena aku terlalu percaya dunia ini cukup aman untuk membiarkanmu pulang sendirian.” Nayara menahan air matanya. Tapi bibirnya membalas ciuman itu p

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD