“Bisa nggak sih, Nay… jalannya pelan-pelan dikit?” Nada suara Adiraja terdengar kesal ketika melihat istrinya masuk ke ruangannya dengan langkah cepat sambil membawa setumpuk laporan. Nayara menghentak kaki ringan, meletakkan dokumen di meja dengan ekspresi mengernyit kesal. “Apasih, Mas? Dari tadi loh kamu marah-marah terus. Yang hamil ini aku atau kamu sih? Kenapa mood kamu yang amburadul?” Adiraja menghela napas panjang, mengusap wajah tampannya dengan satu tangan. Jelas-jelas terlihat frustrasi. Tapi bukan karena marah—melainkan karena khawatir dan gemas karena tingkah istrinya. “Iya, kamu yang hamil. Justru itu… Makanya kamu jangan jalan cepat-cepat kayak mau lomba speed-walking. Hati-hati, baby,” ucapnya dengan nada geram tertahan. Sorot matanya terus mengikuti gerakan Nayara, w

