Viren menghentikan mobilnya tepat di halaman depan mansion keluarga Wijaya. Lampu-lampu taman menyala tenang, tapi amarah di d**a Viren tak bisa dibungkam. Langkah kakinya cepat dan tak ragu. Tak peduli waktu sudah larut, tak peduli jika etika keluarga mengajarkan sopan santun—malam ini, dia harus mendapatkan jawaban. Pintu ruang tamu terbuka dengan kasar. Suara dentumannya membuat dua pelayan yang sedang merapikan meja kaget bukan main. "Apa yang kamu lakukan, Viren?!" suara berat Wijaya menggema dari balik kursi, terlihat terkejut dan marah. "Mana Mama?" suara Viren tak kalah keras. Matanya liar mencari sosok ibunya. "Viren! Ada apa ini? Kenapa kamu masuk seperti orang kemasukan setan?!" Wijaya bangkit, suaranya meninggi. "Jawab pertanyaanku saja, Pa! Mana Mama?!" Suara langkah kak

