Rebutan Parkir

955 Words
Setelah kehebohan pagi hari yang Dira lakukan hingga membuat Maminya menjerit-jerit, Dira memasuki mobil kesayangannya. Ia melajukan mobilnya pelan.  Malas sebenarnya, itulah alasan mengapa Dira melaju menggunakan kecepatan dibawah normal. Hatinya menjerit tidak rela, seakan waktu weekends-nya kali ini terlalu cepat berlalu. Pandangannya semakin buyar kala melihat sebuah sepeda motor yang memasuki gerbang sekolahnya. Gadis itu sengaja memelankan kembali laju mobilnya yang sudah teramat pelan itu, hatinya mencelos sakit. Ia hafal betul siapa pemilik motor tersebut. Bersama dengan kenangan yang tiba-tiba saja menderu datang, mengeluarkan awan hitam kelabu dengan petir yang menggelegar hingga membuat pilu hatinya kembali. Satu nama dengan seribu kenangan indah yang berakhir menyakitkan mengalun indah di dalam hangatnya luka yang masih terasa. Rio Ardiansyah. Laki-laki yang telah menghianatinya. Laki-laki yang menempatkan dirinya menjadi satu-satunya wanita terkejam karena menyakiti hati wanita lain dalam kisah cinta mereka. Dira harus rela, karena sejatinya bukanlah dia yang memiliki nama tersebut. Entah itu hati ataupun hidupnya. Bukan Dira pemilik sesungguhnya lelaki itu. “Move on Dir, Move on!” tangannya mencengkeram kemudi, erat! Tidak sanggup terus menatap pilu seseorang yang telah menghancurkan hatinya, Dira melajukan kembali mobil kesayangannya ke arah parkiran khusus siswa di Angkasa Jaya.  Entah mengapa, masih ada perasaan tidak rela, laki-laki yang selama ini bisa memenangkan hatinya itu membuat kesalahan fatal dalam hidupnya. Ketidakrelaan yang selalu menghadirkan tanya dalam hati dan benaknya, mengapa laki-lai itu bisa bahagia tanpanya? Sedangkan dirinya masih hidup dalam cinta dan luka yang sama? Jika saja boleh, Dira ingin egois dengan mempertahankan hubungannya dengan Rio. Namun, hati kecilnya sebagai wanita memberontak tatkala tahu bukanlah dirinya pemilik paling besar dalam cinta yang bersemayam dihati laki-laki itu. Tin... Tiin... Tiiin.... “Woi Ibab, cepetan kek! Upacara udah mau mulai nih. Mobil Lo emang nggak bisa cepet ya parkirnya?!” Demi apa, tiba-tiba saja rasa sedih yang Dira rasakan berubah menjadi rasa jengkel yang teramat parah, dan sumber kekesalannya kini berada tepat di belakang mobil. Dira memicingkan mata melihat pemilik mobil bernomor polisi, D 111 PTA itu. Hell, demi kura-kura ninja. This is Jakardaaaah Bro, bukan Bandung. Platnya kenapa pakai area kota lain. Tapi kok, berasa kenal ya kalau itu plat-nomor seandainya dieja. D 1 1 1 PTA DIIIPTA Dira mengadahkan kepala keluar dari jendela mobilnya. Melihat ke arah anak pemilik mobil tersebut. “Weeehh, anak Onta! Cepetan! Ntar gue digasak Bu Marni lagi. WEEEHHHH!!!.” teriak Dipta berang karena mobil di depannya tak kunjung memarkirkan diri dengan benar. “Cumiiiii!!” Dipta kembali berteriak. Namun di dalam mobil Dira belum mengetahui siapa gerangan pengemudi kendaraan bar-bar dibelakangnya.  ‘Sialan, gue dikata-katain.’ maki Dira dalam hati. “Ibaaaaaabbb dah ah, woiiiiii!!!” Anak laki-laki berseragam sama dengannya itu tengah berteriak sembari setengah badan melongok keluar dari jendela mobil yang dikemudikannya. “Diraaaaaa.” “Ya, Salam. Beneran tuh anak micin ternyata,” batin Dira mengelus dadanya sendiri. Tiin.. Tiiiiiiin..... “Dira, Weh. Dir.” teriak Dipta sekali lagi. Muka Dipta sudah merah padam. Bisa gawat dia kalau kali ini dihukum sama Bu Marni lagi. kesempatan pergi ke rumpun tetangga bisa lenyap sudah. “Weh, nih anak kurang belaian kali ya. Bukannya cepet malah ngejogrok aja mobilnya.” “Dira, sini gue buntingin Lo, biar pinteran dikit. Nggak lola.” Kesal dengan ucapan Dipta, dengan perasaan dongkol Dira melihat ke arah spion tengahnya. “Dipta babi, awas lo ya.” desis Dira tajam, lalu mengoper porsneling mobilnya menjadi ‘R’. Dengan tersenyum Dira menginjak pelan pedal gas mobilnya. Dan... Bruuukkkkk. “Diraaaaaaaa!!! Mobil kesayangan gue ibaaaaaaaab.” Murka Dipta dengan emosi meluap-luap keluar dari mobilnya. “Makan tuh mobil.” Sungut Dira kesal, lalu melajukan mobilnya mencari parkiran, sebelum dirinya benar-benar dihukum kembali karena terlambat.      Dira keluar dari mobil setengah berlari ke arah lapangan upacara. “Didir, Didir. Sini sama Dillia.” Ucap sahabat Dira bernama Dillia. Pelan-pelan Dira berjalan mengendap agar tidak ketahuan kalau dirinya terlambat. “Pradipta Darmawaaaaan. Maju ke depan!” Dira menghentikan lang kaki saat pembina upacara yang tengah melakukan sambutan berpatah-patah kata itu, meneriakkan nama salah satu siswa. “Diptaaaa!!”  Astagaa! Untung si babi yang ketahuan- batin Dira lega. “Hadir Bapak.” teriak Dipta kencang lalu berlari ke tengah lapangan membuat seluruh siswa dan siswi Angkasa Jaya terbahak. Belum lagi para guru yang menahan tawa mereka melihat cucu dari pemilik sekolah begitu menggelikan tingkahnya. “Kamu terlambat upacara lagi?” tanya sang guru yang tengah bepidato. Dipta menganggukan kepalanya santai sembari terus memakan snack di tangannya. “Alasannya apalagi Dipta?” “Adik kamu  telat bangunin atau Bunda kamu nangis ditengah jalan lagi?” tanya guru tersebut membuat Dipta tampak bepikir keras. Ekspresi Dipta itu loh yang bikin Dira pengen nabok bolak-balik pakai sepatu, sedangkan kaum hawa yang lain ingin mencubiti pipi Dipta karena gemas. “Bukan Pak.” interupsi Dipta. Guru tersebut membulatkan matanya, bukannya diam saja, tapi Dipta malah mengelak dengan alasan yang selama ini sering Dipta jadikan alat untuk terlambat upacara itu. “Terus apa?” tanya gutu tersebut galak. “Saya abis ketemu bidadari surga pak.” ucap Dipta mengedipkan satu matanya ke arah Dira yang hampir saja terkena serangan jantung itu. “AAAAAaaaaa.” teriak para siswi histeris melihat don juan mereka mengerling nakal entah pada siapa itu. “Playboy sialan.” Gerutu Dira dalam hati. “Bidadari apaan lagi kamu, puter lapangan sana!!” Titah sang guru yang langsung dibalas dengan satu acungan jempol kiri Dipta membuat para gadis dan laki-laki memekik keras karena kelakuan Dipta yang menurut mereka keren itu. “Go Dipta, Go!” seruan itu membuat upacara bendera berubah menjadi ajang pekikan semangat untuk Dipta.   Hoeeekkk!! Ingin sekali rasanya Dira siram semua fans-fans Dipta dengan air muntahan. Semoga saja mata manusia-manusia yang tergila-gila pada Dipta segera menemukan cahaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD