Masa Lalu, Biarlah Masa Lalu....

845 Words
Brukkk!!! “Auh.. Kalau jalan pake mata dong. Woy!" Amuk Dira tajam sambil mengambil tas punggungnya yang terjatuh di atas lantai. Mimpi apa dia pagi-pagi ditabrak oleh orang lain ketika hendak masuk ke dalam kelasnya. Belum lagi tasnya yang tadi belum sempat ia lemparkan ke kelas sebelum menuju lapangan upacara meluncur hebat. Kan berat tasnya. Mana harus kucing-kucingan sama Bu Marni lagi. Belum lagi masalah Maminya pasti berantakan. ‘Sial banget Gue.’ batinnya. “Dir...” Dira sepertinya kenal betul dengan suara makhluk satu ini. Makhluk ciptaan Tuhan, yang sudah mematahkan hatinya begitu saja. Membuat kepercayaan dalam dirinya turun, karena sempat percaya pada makhluk berjenis kelamin berbeda dengannya ini. Bahkan laki-laki ini adalah jenis lelaki yang meluluh lantahkan hatinya yang sudah porak-poranda. “Dir.” Sapa Rio lagi. “Hai, Yo.” Sapa Dira kaku. Terkesan dingin malahan. Andai saja ada yang peka terhadap dirinya, pasti orang itu tahu bahwa selama ini ia mengenakan topeng dibalik sikapnya yang terkesan dingin. Topeng itu? Kapan Dira bisa membukanya dan mengatakan dengan lantang pada orang itu, bahwa hatinya tercabik dengan luka yang dalam. Ia ingin orang itu tahu, ia tak baik-baik saja setelah kepergiannya. “Awas Lo.” Usir salah satu temannya pada makhluk didepanya ini. Gadis berani itu bernama Dhanisa. Dhanisa akan jadi orang pertama yang berada di garda depan, jika dirinya terluka. Pokoknya tipe sahabat sejati banget. Semua musuh Dira ya musuh Dhanisa. Termasuk playboy nomer dua Angkasa Jaya ini. Rio Ardiansyah sudah Dhanisa tetapkan sebagai musuh dalam persahabatan mereka. “Gue pengen ngomong sebentar aja sama lo Dir, gue mau minta maaf.” Kata Rio mencekal tangan Dira yang hendak melewatinya. Dira menoleh kesamping, melihat ke arah anak laki-laki berseragam sama dengannya itu. Bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman. Meski terlihat jelas, jika senyuman itu adalah bentuk keterpaksaan belaka. Topengnya yang selalu melekat tanpa pernah bisa ia lepaskan. “Nggak ada yang perlu kita omongin lagi Yo.” Ucapnya pelan. “Gue udah Maafin lo kok, moga bahagia sama Brenda ya.” Timpal Dira lalu melepas jemari Rio dari pergelangan tangannya. Dira lantas berjalan bersama dua sahabatnya, meninggalkan ketiga anak remaja laki-laki yang tadi menghadangnya. Senyuman simpul yang sarat akan duka tadi tidak lepas dari penglihatan Dipta. Dipta menatap nanar punggung gadis yang tadi dicekal oleh tangan sahabatnya tersebut. Meski sebenarnya rasa dendam akan kejadian tadi pagi masih meliputi hatinya. Tidak etis rasanya, jika Dipta meminta pertanggung jawaban mobilnya ditengah hawa duka yang berselimut dihati sahabat dan gadis yang baru saja melewatinya itu. Gara-gara mantan sahabatnya itu, mobil kesayangannya harus penyok dibagian depan. Lihat saja nanti, ia pasti akan membalas hal yang sama jika mood gadis itu sudah kembali lagi. Bukan Dipta namanya jika tidak membalas kekejaman gadis tersebut. ‘Singa betina, awas aja ntar.’ Kekeh Dipta dalam hati. Ya, masa mau teriak-teriak. Emang dia anak alay apa. “Sabar Bro.” Dipta menepuk pundak sahabatnya. Sahabatnya itu balas tersenyum lalu mengangguk padanya. Rio, Rio maksudnya siapa lagi yang mantannya Dira. Masa Aldo yang sedari tadi godain cewek-cewek lewat sih. Nggak mungkin. “Setidaknya dia udah maafin gue, gue bisa hidup damai sama Brenda sekarang.” Katanya membuat Dipta dan sahabatnya satu lagi tersenyum mengangguk. “Onta, jalan! Tuh, Rio udah jalan.” Omel Dipta menarik kerah baju Aldo. Aldo melambaikan tangannya ke udara, “Aelah, Ibab Lo Dip, nggak bisa liat temen seneng Lo ah.” Maki Aldo karena kesenangannya diganggu oleh Dipta. Bel tangan istirahat berbunyi. Membuat seluruh anak Angkasa Jaya berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing. Begitu juga dengan The Somplak Cs, ketiga anak laki-laki itu sudah bersiap dengan gaya andalan mereka di depan kelas, guna menyatroni para bidadari cantik disekolah mereka. Tak kerkecuali Rio, yang notabennya sudah memiliki pacar disekolah lain. Berpapasan dengan Dira, Dipta menyunggingkan seringainya. Matanya menatap tajam Dira yang hendak keluar dari kelasnya itu. “Anak micin, awas.” Sergah Dira menarik ujung kemeja Dipta yang tidak dimasukkan ke dalam celananya itu. Sampai tubuh Dipta tertarik kebelakang. Rio menggelengkan kepalanya, mereka berdua memang tidak pernah akur selama ini. “Duileh, bidadari cantik. Mau kemana sih?” tanya Dipta songong menghadang jalan Dira. Dhanisa dan Dillia yang sudah melewati pintu menatap Dipta gemas. Dhanisa bahkan ingin sekali menggetok kepala Dipta itu. “Heh, Ibab. Awas.” Kata Dira gemas. Ingin sekali rasanya menarik rambut Dipta yang jambulnya mengalahkan ujung Monas itu. “Neng, mau dengerin Abang nyanyi nggak?” Dipta menaik-turunkan alisnya menggoda Dira. “Awas ih.” Dira bukannya menjawab, malah mendorong tubuh Dipta dengan emosinya. Dipta tertawa terbahak saat mantan dari sahabatnya itu berjalan menghentakkan kaki melewatinya. “Masa lalu biarlah masa lalu, jangan kau ungkiiit jangan tinggalkan aku, masa lalu.....” Dipta menyanyikan lagu dangdut itu dengan nada yang amburadul, yang penting suaranya kencang, Dira bisa mendengarnya. Pantatnya bisa goyang. Aldo yang ada disamping Dipta terbahak, lalu ikut berjoget bersama si pentolan gengsnya itu. “Hobaaa, Angkasa Jaya digoyang.” Teriak Aldo sambil menggoyangkan pantatnya. Dira dengan cepat berbalik dan berjalan ke arah Dipta yang masih asik berjoget itu. “Masa lal.... Auh, Singa sakit!” jerit Dipta kesakitan karena rambut indahnya ditarik oleh Dira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD