Aku baru saja keluar dari gedung kantor, udara sore sudah mulai terasa dingin. Dan seperti biasa, Dirga sudah menunggu diatas motor, bersandar santai sambil memainkan kunci di tangan. “Cepet, Ra. Mendung sebentar lagi pasti turun hujan,” katanya begitu melihatku. “Dirga, aku lapar. Kita mampir angkringan, yuk.” Wajahnya langsung berubah kaku. “Angkringan?” ulangnya datar. “Iya, itu loh. Angkringan depan gang. Tahu kan? Yang nasi kucingnya enak banget.” Aku tersenyum manis. Bukannya mengiyakan, Dirga malah menatapku dengan ekspresi aneh. “Nggak mau. Mending langsung pulang— aku akan masak makan malam.” Aku tertegun. “Kenapa nggak mau?” Dirga memasukkan kunci ke lubang starter, tapi belum menyalakan mesin. “Soalnya penjual angkringan itu suka sama kamu.” Aku melongo. “Hah?” “Jelas b

