Tatapan mata Dirga semalam masih terbayang jelas di kepalaku, tepat ketika aku memberanikan diri bertanya, “Sebenarnya, siapa kamu, sih?” Jawabannya masih membekas sampai sekarang. “Aku bukan sekadar orang asing yang kebetulan hadir di hidupmu, Tara,” katanya. “Ada orang terdekatmu yang memintaku buat jagain kamu selama tinggal di Jakarta.” Aku masih ingat bagaimana tubuhku menegang waktu itu. “Diminta?” ulangku. Dia mengangguk, sorot matanya tajam. “Anggap aja aku agen khusus—tugasku melindungi orang, membuat mereka terbiasa dengan lingkungan baru, terutama di kota besar kayak Jakarta. Dan sekarang, tugasku itu kamu.” Aku menatapnya lama, bingung harus percaya atau tidak. Tapi nada suaranya terdengar meyakinkan. “Kenapa kamu nggak bilang dari awal?” tanyaku lirih. Dirga tersenyum

