"Yah, abang nanti beli kelereng ya? " 
"Kelereng lagi? Yang kemarin kemana ,?"
"Abis, kemarin kalah semua. Tuh, Om Afdhal gak pandai main nya. Malah kalah main sama Bang Ahmad juga Bang Fadel. "
"Yaudah, minta ganti sama Om Afdhal " 
"Gak mau, abang mau Ayah belikan lagi " 
Khalif dan Kinal hanya bisa menertawakan ke frustasian Dika yang pagi - pagi sudah di todong sang anak.
"Turutin aja semua permintaan nya, manjain terus. " sindir Kinal, sambil menyuapi Bilqis nasi, di pangkuan nya.
"Iya, nanti ayah beliin, tapi jangan suruh Om Afdhal yang main lagi. Nanti biar Ayah aja yang main. Ya. ?" Ujar Dika, melirik jail ke istri nya.
"Masa kecil kurang bahagia tuh " sindir Kinal, Khalif tertawa mendengar nya. Sedangkan Rezky sudah bersorak girang.
"Lif, nanti sore jadi liat tanah ,?" Tanya Dika, kini menoleh pada Khalif.
"Jadi, bang. Kalau masalah disain nya kan abang ahli nya. Atau nanti, aku ajak Shania sekalian, biar dia aja lah yang ngurus. Khalif gak ngerti gitu - gituan " jawab Khalif.
Dika mengangguk, "yaudah, nanti malam ajak Shania aja ke sini. Kita bicarain sekalian nanti abang tunjukkin beberapa contoh. Ingat! Kamu gak boleh tinggal di apartemen. Mana, kunci nya " ujar Dika. 
Khalif mendengus malas. "Udah kasih kak Kinal kemarin " jawab nya.
Awal nya Khalif ingin tinggal pisah saja dengan keluarga kecil abang nya. Ia mau tinggal sendiri di apartemen. Tapi, ayah nya melarang. Karena, takut kalau - kalau Khalif khilaf. Apalagi apartemen milik Dika yang akan di tempati Khalif, berada satu gedung dan juga selantai dengan apartemen Shania.Jadi, ayah nya menyuruh Khalif untuk tinggal sama Dika untuk sementara waktu. Sampai ia dan shania menikah nanti. Dengan begitu Khalif juga bisa di awasi. Dan tentu saja Dika sangat setuju.
"Kuliah pagi, dek ?" Tanya Khalif, pada seorang laki - laki tampan yang baru saja memasuki ruang makan. Duduk di samping Kinal.
"Ya, bangdek " jawab Afdhal. Adik nya yang memang kebetulan sedang menginap di rumah Dika semalam. Adik nya ngekos sendiri. Karena kemarin lagi libur, dan juga abis ngunjung ke rumah abangnya.
"Duluan bang, kak, assalammualaikum " ujar Afdhal, ia menyalami abang - abang nya dan juga kakak ipar nya sebelum pergi.
"Khalif juga deh, ada presentasi pagi ini " ujar Khalif. Menyusul. Dika mengangguk, 
Khalif melajukan mobil nya menyusuri jalanan perkampungan. Dika, abang nya sengaja memilih tempat tinggal di perkampungan. Dengan alasan, terlalu penat jika di tengah kota. 
***
Selama seminggu ini ia bekerja di kantor baru nya. Khalif masih merasa semua nya berjalan dengan lancar. Dan juga, sudah lumayan untuk beradaptasi.
"Pak, anda di minta pak Harlan untuk ikut makan siang dengan beliau " ujar, Tiara yang siang ini bertandang ke ruangan nya.
Khalif mengangguk sekilas, "baik, sebentar lagi saya akan menyusul " ujar Khalif. Tiara mengangguk, dan kemudian pamit.
Khalif membereskan pekerjaan nya yang sedikit lagi. Lalu, setelah selesai mulai mematikan laptop nya.
***
Di lokasi yang berbeda, Shania tampak di sibukkan dengan kerjaan nya. Ia sedikit kewalahan karena Winda yang masih belum datang, setelah ia liburkan selama empat hari. Dan selama empat hari juga Shania merasa kewalahan sendiri.
Tanpa Winda, maneger sekaligus asisten pribadi membuat Shania harus menghandle semuanya sendiri. Mulai dari menyiapkan baju, menyetir, ngatur jadwal, ngadepin para menegement dan juga tawaran yang terus berdatangan. Dan, ia juga di ribet kan dengan memilih milah tawaran yang datang.
"Sorry, Shan.. gue telat banget ya.. sorry. Tadi, nemenin ibu ke pasar sebentar " ujar Winda, yang baru tiba di hadapan nya dengan napas tersengal. Shania hanya berdecak, ia menatap kesal pada Winda.
"Loe, udah gue kasih libur juga. Kurang, liburan nya ?!" Ketus Shania, kemudian langsung berlalu masuk kedalam kemudi.
Winda hanya bisa menggerutu dengan sifat yang berubah - rubah dari sang artis. Dan memilih ikut masuk dan menempati bagian kemudi.
"Syuting, hari ini sampai sore ya. Gue ada janji sama orang " ujar Shania, sambil memainkan ponsel nya.
"Janjian sama Boby ?" Tanya Winda dengan nada godaan nya.
Shania melirik sinis, "bukan!" 
"Masa sih? Terus , ? " 
"Kepo deh loe, nyetir yang bener !" Ketus Shania lagi, membuat Winda mendadak cenberut.
Shania hanya mengulum senyum nya sambil terus membalas chat yang masuk ke ponselnnya.
Winda hanya melirik heran dengan sang majikan nya yang entah kenapa sejak tadi lebih suka senyum - senyum sendiri. Hingga akhir sesuatu mencuri perhatian nya. Saat ia melirik kepo pada ponsel Shania. Dan malah mendapati sesuatu benda yang ada di jari manis kiri Shania.
"Wahh.. wah... apa tuh, silau amat, Mbak " sindir Winda.
Shania melirik nya dengan tajam. Tapi, kemudian tersenyum. Dan dengan bangga ia menunjukkan jari tangan kirinya pada Winda.
"Bagus, enggak ?" Tanya Shania.
"Di lamar? Kok Boby gak modal sih. Ngelamar kok pake cincin murahan gitu .. aw.. " celetuk Winda. Dan langsung mendapati pukulan kesal oleh shania di bahu nya.
"Malah lihat harga nya. Lagian ini bukan dari Boby. Gue sama Boby gak ada apa - apa ya. Kita cuma temenan doang " ketus Shania.
"Yee.. loe ya Shan, gak peka banget sih. Jelas - jelas Boby naksir mati sama loe. " jawab Winda. "Terus, itu cincin kalau bukan dari Boby dari Siapa ?"
"Calon suami lah "
CITTTTT
"Winda!!" Jerit Shania kaget, karena Winda menghentikan mobil secara mendadak. "Loe udah bosen kerja sama gue !"
"Sorry sorry, Shan.. gue kaget " ujar Winda panik. "Lagian, apa tadi. Loe bilang calon suami ? Sejak kapan ? Kok gue gak tau !?" 
"Loe kan selama ini gak pernah dekat sama siapapun " cerecos Winda penasaran.
Shania mendengus malas," nanti juga loe bakal tau. Cepet jalan lagi, gue lagi males dengar Si Gerald ngomel - ngomel kayak laki yang gak pernah di kasih jatah sama istri nya " ujar Shania malas.
"Loe gitu, mulai rahasia - rahasiaan sama gue "
"Heh! Loe asisten merangkap menejer ya. Tolong profesional " ujar Shania. Winda mendengus malas. Dan kembali melajukan mobil menuju tempat syuting mereka hari ini.
***
Khalif, memasuki sebuah restoran mewah di salah satu hotel berbintang. Dan ia langsung di sambut oleh seorang pelayan yang membaw nya menuju ruang vip.
"Silah kan, pak. Bapak sudah di tunggu Pak Harlan di dalam " ucap sang pelayan pada Khalif.
Khalif mengangguk dan tidak lupa mengucapkan terima kasih sebelum memutuskan untuk membuka pintu.
Cklek
Khalif memamerkan senyum nya pada Pak Harlan yang sedang duduk bersama seorang gadis di samping nya. Wanita yang tidak di kenal nya dan juga masih muda.
"Assalammualaikum, Pak. Maaf saya telat " ujar Khalif.
"Ah.. tidak apa - apa. Ayo duduk. Saya sudah pesan makan siang buat kita " ujar Pak Harlan dengan suka cita.
Khalif mengangguk sopan, ia duduk di hadapan wanita yang sejak tadi sibuk dengan tab nya. Sehingga tidak memperdulikan kehadiran Khalif.
"Oh ya, Khalif. Kenalin ini Araya, anak sulung saya. Kakak nya Boby. Dia baru kembali dari Inggris. " ujar Pak Harlan, yang menyadari lirikkan Khalif. "Araya !" Tegur Harlan, 
Wanita itu mendengus sejenak, dan dengan terpaksa ia meletakan tab nya di dalam tas. Dan baru ia menoleh ke depan.

"Khalif " ucap Khalif, mengulurkan tangan kanan nya.
"Araya, panggil Raya, aja " balas Raya, membalas jabatan tangan Khalif.
Khalif mengangguk, dan melepaskan jabatan tangan itu.
"Ini yang Papa selalu ceritakan sama kamu. Khalif anak nya pintar, di usia semuda itu dia sudah bisa mengemban tanggung jawab yang besar " ujar pak Harlan memuji Khalif.
Khalif hanya bisa tersenyum manis, Raya melirik cowok di depan nya. Penampilan Khalif sangat santai hari ini. Hanya mengenakan baju garis - garis yang di baluti switer biru juga celana panjang.
"Oh.. lumayan " gumam Raya, acuh tidak acuh.
"Oya, Lif. Saya dengar kamu mulai melakukan kan rancangan baru ?"
"Iya pak, ada satu aplikasi yang sekarang lagi saya rancang. Ya, . Mudah - mudahan dalam bulan ini udah bisa lauching. Lusa, akan saya kasih laporan nya sama Bapak " jawab Khalif, dengan lugas.
"Wahh.. saya gak salah pilih. Kamu memang pekerja keras ya "
"Saya di beri tanggung jawab, dan amanah sama Bapak. Jadi, semua harus saya lakukan dengan baik. Saya tidak mau mengecewakan bapak " jawab Khalif, dengan penuh sopan.
Harlan mengangguk senang, ia melirik pada anaknnya yang sedang menikmati makan siang nya. Tapi, ia tau kalau anak sulung nya juga menyadari lirikkan nya. Dan Raya, hanya diam memilih untuk menikmati makan siang tanpa ingin perduli dengan percakapan keduanya.
Ia tau jelas, maksud dan tujuan Papa nya mengajak makan siang nya hari ini.
***
Di sebuah taman, Shania sedang berhadapan dengan seorang Pria tampan. Rado, yang manjadi lawan main nya. Keduanya sedang melakukan adegan romantis dengan tatapan yang begitu mesra.
"Aku janji bakal terus ada buat kamu " ujar Rado.
Shania menanggapi nya dengan senyum penuh cinta. Terus menatap lawan main seolah pria itu adalah pria yang sangat di cintai nya.
"Aku pegang janji kamu, Ren " ucap Shania. Rado mengangguk, dan langsung merengkuh Shania dalam pelukkan nya. Dan shania, membalas pelukkan itu dengan erat.
"Makasih, sayang. Aku bakal terus jaga kamu dan cinta kita " Shania mengangguk. 
Cut!
Teriakan Gerald sang sutradara membuat Shania langsung melepaskan pelukkan nya dan juga memberi jarak dengan pria itu.
"Shan, dinner sama gue yuk " ajak Rado, membuat Shania menoleh malas padanya.
Tapi, kemudian ia memicing matanya ke belakang Rado. Dari kejauhan ia melihat sosok Khalif yang berjalan sambil menatap nya.
"Gue gak mau "
"Ck.. ayo lah Shan. Ini itu kesempatan bagus buat ngebangun cemistry kita biar semakin bagus " ujar Rado. Shania menatap nya, lalu menggeleng dengan senyum manis nya.
"Gue duluan " pamit Shania. Dan berlalu pergi tanpa menunggu jawaban.
Winda menatap heran saat Shania tidak menuju ke arah nya. Malah menghampiri pria tampan dalam balutan pakaian santai. Mengenakan kacamata hitam juga tas yang tersampir di bahu nya.

"Hai, kok gak bilang kalau mau ke sini " sapa Shania saat tiba di hadapan Khalif yang berdiri di depan nya dengan kedua tangan berada di dalam saku celana.
"Kejutan dong " jawab nya, memberi senyum pada Shania.
Shania mengulum senyum, lalu memilih untuk memeluk sejenak tunangan nya itu. Membuat semua orang menatap heran juga mulai penasaran dengan kedua nya. Bahkan, ada beberapa orang yang mengambil gambar.
Khalif, mulai melirik risih pada sekitar. "Kamu udah selesai kan ?" Tanya Khalif.
Shania mengangguk, tadi memang scene terakhir nya hari ini. "Udah, mau pergi sekarang ?"
Khalif mengangguk, "yaudah, aku ambil tas sama beres - beres bentar ya. " ujar Shania, yang sadar akan ke tidak nyamanan Khalif.
"Aku temenin " Shania mengulum senyum. Lalu menggandeng khalif agar ikut dengan nya.
Khalif di buat salah tingkah saat beberapa wartawan mendekati keduanya. Dan mulai kepo.
"Maaf, ya.. sorry.. sorry.. " ujar Shania, dengan sopan. Ia terus membawa Khalif menuju ruang istrahat nya.
Winda sudah menunggu dengan tatapan penuh ke ingin tahuan.
"Win, gue lagi buru - buru. Jadi, gue duluan ya. Mobil nya loe bawa aja. " ujar Shania, menyambar tas tangan nya.
"Ah.. ya... oke. " respon Winda yang masih menatap terpesona pada sosok Khalif yang sedang tersenyum ramah padanya.
Ketika kedua nya keluar, lagi - lagi para wartawan infotaiment kembali memburu keduanya.
"Shania, kasih tau dong. Siapa cowok di samping nya.."
"Apakah pacar mu ? "
Dan berbagai pertanyaan lain nya. Shania tidak menjawab, ia hanya tersenyum penuh misteri. Terus berlalu menuju mobil Khalif.
"Mas, kekasih dari Shania Agatha ya. ? Kasih komentar sedikif dong Mas. "
"Temen - temen. Sorry ya.. kita lagi buru - buru. Nanti deh, kapan - kapan ya. Dah semua... dah.. " ucap Shania, sebelum akhir nya masuk kedalam mobil. Begitu juga Khalif.
Para wartawan hanya bisa mendesah kecewa. Sedangkan, Shania tertawa puas di dalam mobil membuat Khalif heran.
"Kenapa ? Kamu aneh " respon Khalif.
"Abis, mereka lucu kepo gitu.. yaudah. Biar deh. Biar mereka mati penasaran "
"Bilang aja, gak mau ngaku. Takut, di tinggal fans nya ya atau a..."
"Apa an sih.. kamu tuh ya.. "
"Ye... gitu aja ngambek .. " goda Khalif, mencubit pipi Shania dengan gemas.
"Ini kita mau kemana ?" Tanya Shania, mulai memeluk manja lengan Khalif.
"Kerumah bang Dika. Katanya mau liat lokasi rumah. Terus, abang juga mau ngasih lihat beberapa contoh disain rumah sama kita " ujar Khalif.
Shania mulai senyum - senyum sendiri membayangkan dirinya dan Khalif tinggal dalam satu atap yang akan menjadi saksi kebahagian dirinya dan juga anak - anak mereka nanti.
"Atau kamu punya lokasi sendiri ? "
"Kamu pengen nya di mana? Aku sih ikut kamu aja " jawab Shania.
"Aku sih pengen nya dekat - dekat dengan bang Dika sama bang Radit aja. "
"Yaudah, cari dekat situ aja "
"Yakin, itu perkampungan lho. Bukan komplek kayak perumahan mewah "
"Gapapa, cuma pinggiran kota ini kan ?"
"Emang kamu bisa tinggal dan bersosialisasi sama orang - orang di sana "
"Bisa kok, liat nanti aja. Nanti juga terbiasa sendiri. " jawab Shania, tanpa masalah. Tentu saja, bagi nya asal bersama Khalif, maka tidak akan ada lagi masalah untuk nya. Hidup nya sekarang seolah terasa ringan. Bahkan, terlalu ringan.
Khalif tersenyum senang, ia mendaratkan satu kecupan manis di kening Shania. Dan, bersyukur, walau Shania type gadis manja jika bersamanya. Tapi, gadis nya itu tidak pernah mengeluh dengan apapun yang ia berikan.