"Maksud kamu ?"
Khalif menghela napas berat nya, lalu menyandarkan diri di kulkas. "Tadi siang aku menemui Opa kamu yang terhormat itu " ujar Khalif.
Ia kembali mengingat pertemuan nya dengan pak Taufan Dwiki. Hal, yang baru sekarang ia memberanikan diri untuk datang kembali, setelah enam tahun yang lalu.
Khalif memasuki sebuah rumah besar dan mewah milik Taufan Dwiki. Melirik pada Romi, pria yang sangat di kenal nya berjalan satu langkah di depan nya.
"Duduk lah, saya akan panggilkan pak Taufan " ucap Romi, pengawal pribadi Taufan.
Khalif mengangguk, dan menatap kepergian pria bertubuh tegap itu. Sambil menunggu Khalif memilih memandangi sekeliling nya.
Banyak terdapat foto yang terpajang rapi di dinding.
Dan paling besar adalah foto keluarga. Lengkap di sana. Ia tersenyum samar. Hingga sebuah deheman membuat perhatian nya teralih.
"Ekhem " 
"Assalammualaikum, Pak " salam Khalif dengan sopan dan ramah.
"Walaikumsalam "jawab Taufan datar, sambil melangkah menuju sofa yang ada di hadapan Khalif. "Jadi, sudah punya modal besar kamu? Sehingga berani menemui saya ?" 
Khalif mengernyit heran, ternyata orang tua itu masih mengingat nya. Tidak lupa padanya.
"Kamu yakin, kalau kamu sudah pantas untuk cucu saya ?" Tanya Taufan dengan tatapan mengintimidasi Khalif.
Tapi, laki '- laki dalam balutan kemeja merah marun itu tidak gentar. Ia bahkan membalas menatap Taufan.
"Ya, kalau tidak, saya tidak ada di hadapan Bapak sekarang " jawab Khalif.
Taufan menyunggingkan senyum sinis. Ia duduk dengan angkuh. Menatap Khalif semakin tajam. " kamu kenal Boby ? Anak nya Harlan Briptama. Dia pewaris dari Harlan Briptama. Saya akan menjodohkan shania dengan Boby. "
Tangan Khalif mengepal kuat. Ada perasaan marah dan kecewa sekaligus. Tapi sebisa mungkin ia mengendalikan nya.
"Shania dan Boby hanya berteman, Shania tidak mencintai nya. Anda mau melihat cucu bapak selama nya hidup menderita ?"
"Tau dari mana kamu, kalau Shania akan menderita jika bersama Boby? Mereka kenal sejak kecil, sudah saling tau satu sama lain. Jadi, ya.. tidak akan sulit untuk mereka saling jatuh cinta " ucap Taufan melibas habis keyakinan Khalif.
Laki - laki muda itu tampak geram sendiri. "Anda hanya kakeknya, bukan orang tua nya. Jadi, anda tidak berhak untuk mengatur Shania harus hidup sama siapa ?"
"Lalu untuk apa kamu datang ke sini ?"
"Saya datang hanya untuk memenuhi janji saya pada anda enam tahun yang lalu, saya datang karena saya ingin berterimakasih dengan Bapak Taufan Dwiki yang terhormat. Karena berkat hinaan dan cacian anda. Saya bisa seperti ini. Dan saya juga mau berterimakasih karena berkat anda saya harus mengubur impian saya. " ucapnya penuh penekanan, sambil matanya melirik tajam pada Romi.
Taufan hanya terawa mendengar nya. " ya, sama - sama. Saya ikut senang melihat mu sekarang. " 
Khalif menghela napas berat nya. Lalu menyandarkan punggung nya di sofa. Menatap kosong pada meja di depanya. "Boleh kah saya menikahi shania ?"
"Tadi, kamu bilang. Kamu tidak membutuhkan restu ku. Dan sekarang kamu malah bertanya ?"
"Maaf, tapi saya hanya ingin menghormati anda sebagai kakek dari wanita yang saya cintai. Saya sangat mencintai Shania. Dan Shania juga menyayangi anda. Saya tau, restu dari anda dapat membuat Shania tenang. Ia sangat menghormati kakek nya. Dia sangat mencintai kakek nya. " ujar Khalif pelan. Kemudian ia kembali menatap Taufan. "Nanti malam saya dan orang tua saya akan melamar cucu Anda. Jadi, saya mohon tolong beri restu untuk kami " ucap Khalif pada Taufan.
"Lalu, Opa menyetujui nya ? " tanya Shania, setelah mendengar cerita Khalif. Laki - laki itu mengindikkan bahu nya. Ia menatap nanar pada Shania.
"Kamu mau nikah sama aku kan ? Aku gak bisa nunggu lebih lama lagi. Shan " ujar Khalif menggengam dua tangan Shania.
"Kamu tau aku..."
"Gak akan bilang iya, sebelum opa kamu bilang iya ?" Sela Khalif. Shania mengangguk lemah.
Khalif mendesah lelah, melepaskan tangan Shania. Jawaban Shania jelas mengecewakan nya.
"Kamu mau nikah sama Boby ?"
"Gak ada pilihan lain kan ?" Tanya Shania, takut.
Khalif menelan ludah nya, lalu tersenyum lirih dan kemudian tertawa sumbang. Ia menengadah ke atas berharap air matanya tidak menetes.
"Yaudah, kalau itu mau kamu "
Shania langsung terperanjat panik. Ia menatap tidak percaya kalau pria itu menyerah begitu saja. 
"Ayah ku pernah berpesan. Berhentilah saat kamu mulai lelah, jangan memaksa kan diri. Karena,sesuatu yang di paksa tidak akan baik. " ujar Khalif, menatap kosong pada lantai. Lalu kemudian menatap Shania yang terlihat ketakutan. "Dan jika, sekarang kamu saja tidak mau melangkah bersama ku, aku menyerah Shan. Aku capek " ucap Khalif. 
Shania terdiam, lalu melangkah maju mendekati Khalif. Ia menangkup wajah tampan pria itu. Menatap bola mata itu dengan lekat dan penuh rindu juga cinta yang luar biasa.
"Hanya segini ?" Tanya Shania, meremeh kan. 
Khalif mengernyit heran, kemudian tersenyum getir mendengar pertanyaan enteng dari Shania. Ia menarik tangan Shania di pipi nya. Lalu, mundur selangkah.
"Kamu bilang hanya segini! ? Maksud kamu!? Kamu fikir selama ini aku ngapain ?! Hm?! Diam? Tidak melakukan apapun? !" Shania tau, ada kemarahan dan kecewa dalam diri Khalif. Mata cowok itu memerah menatap nya.
"Kamu tidak mencintai ku, Khalif " ucap Shania. Membuat Khalif menatap tidak percaya pada wanita itu. Mata nya memerah menatap nyalang pada Shania.
Khalif tersenyum getir, dan tertawa pedih. Ia mengangguk, tidak lagi sanggup berbicara.
"Kamu, menganggap begitu ?" Tanya Khalif. Shania diam, ia menelan ludah nya sendiri. "Menurut kamu aku hanya terobsesi sama kamu ? Aku tidak mencintai mu ?" 
Khalif menghela napas lelah nya. Ia benar - benar lelah sekarang. "Baik. Anggap saja kamu benar. Mulai saat ini, detik ini juga. Aku tidak akan per...."
Ucapan Khalif terhenti, karena Shania yang tiba - tiba saja mencium nya. Tapi, Khalif langsung tersadar dan mendorong tubuh wanita itu pelan. "Apa maksud mu?"
Shania tersenyum puas. "Kamu jahat "
"Shania, aku tidak menger..."
"Itu balasan enam tahun kamu pergi tanpa kabar. Dan tiba - tiba kembali dengan cara yang hampir membuat ku syok hampir mati ?" Ujar Shania geram, Khalif diam menatap lekat pada Shania.
"Kamu mempermain kan ku ?"
"Itu balasan buat kamu "
"Enggak lucu !"
"Aku bukan pelawak "
"Kamu.....aarghhhm.... " geram Khalif, menatap Shania dengan kesal luar biasa. Tapi, Shania tersenyum puas. Ia kembali mengikis jarak antara keduanya dan memeluk leher Khalif.
Ia menatap pria itu dengan penuh kekaguman dan ke haruan yang luar biasa. Matanya berkaca - kaca. "Maaf kalau aku menyakiti mu, " ucap Shania.
Khalif mendengus ke samping. Lalu mengangguk tanpa menatap Shania. Membuat gadis itu terkekeh geli.
Cup
Shania mengecup pelan pipi Khalif. Membuat cowok itu menatap nya. Shania tersenyum senang, jemari nya memainkan ujung rambut belakang Khalif.
"Kita tidak perlu restu Opa, buat menikah. Karena yang nanti berjabat tangan dengan mu saat di ijab kabul bukan Opa, tapi Papa. Dan aku rasa, Papa ku menyukai mu. " ujar Shania.
"Hm " respon Khalif. Membuat Shania terkekeh geli. Menyadari kalau kekasih nya itu masih marah akibat kelakuan nya tadi.
"Yuk kedepan, lagi " ajak Shania, menggandeng lengan Khalif. Kembali membawa pria itu keruang tamu.
"O..pa" ucap Shania kaget saat kembali ia bukan hanya mendapati kedua orang tua nya dan keluarga Khalif. Melainkan Sang Opa yang tengah duduk di dekat Pak Wahed dan tengah mengobrol seru. Ia menoleh tanya pada Khalif, dan cowok itu malah mengindikkan bahu acuh. Shania mencibir Khalif. Lalu beralih pada Mama Papa nya. Yang tersenyum penuh kebahagian ke arah nya.
"Baiklah, saya rasa semua udah sepakat. Pernikahan akan berlangsung bulan depan " ucap Taufan dengan lantang. Pak Wahed dan ibu Rosmiati, ibu nya Khalif mengangguk setuju.
"Ya, saya setuju. Lebih cepat lebih baik. " ucap Pak Wahed.
Keynal tersenyum melihat sang papa mertua. Lalu melirik anak sulung nya yang masih keheranan dan cukup kaget dengan keputusan sang Opa.
"Opa, ini ... "
"Apa ? Kamu gak mau nikah sama Khalif ?"
"Hah? Bukan! Tentu saja aku mau! Cuma.. opa... opa gak marah? Opa merestui ku dengan Khalif ?" Tanya Shania tidak percaya.
Taufan mendesah berat,lalu mengendik dagu nya pada Khalif. "Kalau bukan karena kegigihan nya dan juga ke setiaan nya. Opa ogah punya menantu seperti dia " ujar Sang Opa.
Yang langsung membuat semuannya tertawa geli. "Ya.. Opa harus akui sama kegigihan dan cinta nya yang begitu besar. Jadi... Opa setuju saja " ujar sang Opa seolah tidak ikhlas. Shania tersenyum haru lalu langsung berhamburan kepelukkan sang opa. Sambil mengucapkan beribu terimakasih.
***
Acara lamaran pun selesai, Keluarga Khalif juga sudah pamit pulang. Taufan juga sudah pamit ke kamar. Ia akan menginap malam ini.
Kini hanya ada Shania yang duduk di halaman depan rumah nya bersama Khalif. 
Ia memilih pulang belakangan nanti. Karena, Shania menahan nya sebentar. Gadis itu sedari tadi terus memeluk lengan kanan Khalif. Sambil matanya tidak henti - henti nya menatap pada jari manis kiri nya. Sebuah cincin yang memiliki berlian kecil sebagai pemanis. Sebagai cincin tunangan nya dengan Khalif malam ini.
Yap!
Acara lamaran itu sekaligus pertunanganan kedua nya.
"Suka ya ?" Tanya Khalif. Shania tersenyum, ia menoleh pada Khalif. Lalu mengecup lembut pipi pria itu.
"Ya, makasih " ucap Shania. Khalif tersenyum.
"Itu aku beli saat aku mendapatkan gaji pertama ku. Dulu, sekitar tiga tahun yang lalu " jawab Khalif. Shania menoleh tidak percaya. Selama itu ?
"Selama itu ?" Khalif tersenyum dan mengangguk. "Makasih ya. " ucap Shania dengan penuh haru.
Khalif tersenyum, ia kembali menatap kolam ikan di hadapan mereka berdua. "Kamu suka jadi Artis ? Bukan nya dulu kamu mau jadi seperti Mama mu, ya ?"
"Jadi Artis.. itu... cuma pelampiasan aja. "
"Maksud kamu ?"
"Ya.. karena aku tidak ingin terus memikirkan kamu. Jadi artis kan pasti sibuk. Dan.. aku juga mau ngasih kabar ke kamu. Kalau aku baik - baik saja. Dan masih setia menunggu "
"Masa sih? Seminggu yang lalu aku liat si lambe - lambe post foto kamu sama seorang pria lagi makan berdua di restoran mewah dan romantis. " ujar Khalif mencibir.
Shania bukan nya marah malah tertawa keras. Membuat Khalif mendelik.
"Cieee.. cemburu.. hahaha. " ucap nya meledek sambil memainkan dagu Khalif. "Mereka itu cuma foto , itu cuma sandiwara sayang... lagian itu aku gak tau lho. Alias aku di jebak sama si Rando sutradara sialan itu. Cuma buat promo film baru ku "
"Dasar artis cuma sensasi doang " cibir Khalif. Membuat Shania semakin gemas dan mengecup berkali - kali pipi Khalif.
"Love you " bisik Shania.
Khalif tersenyum. Ia melirik kesal pada Shania karena ia tidak bisa marah pada gadis itu.
"Berarti kalau kita nikah nanti kamu berhenti jadi artis gapapa dong " Shania mengerut kan dahi nya. Menatap penuh tanya pada Khalif.
"Kamu gak suka aku jadi artis ? " dan dengan jujur Khalif menggeleng. "Kenapa ?"
"Dilan, bilang rindu itu berat. Tapi, dilan salah. Yang berat itu bukan rindu. Tapi nahan cemburu "
"Hahahhaha... apaan sih. Kamu.. hahahha " tawa Shania pecah. 
"jadi, gimana? "
"Gimana apa nya ?" Ujar Shania, berusaha untuk meredakan tawa nya. 
"Kamu mau gak berhenti main film atau sinetron?"
"Aku fikir - fikir dulu deh " jawab Shania menahan tawa nya. Melihat muka Khalif yang langsung cemberut. Dan kemudian mendengus kesal. Membuat Shania kembali tertawa.
Terlihat jelas kalau malam ini Shania sangat bahagia. Bahkan, orang yang tidak mengenal nya pun pasti akan memikirkan hak yang sama. Saat melihat tawa lepas milik shania malam ini.
Tidak sadar jika keduanya sejak tadi terus di perhatikan oleh tiga orang dari balik jendela kamar masing - masing. Ve dan Keynal, ikut merasa senang melihat Shania tertawa lagi dengan begitu lepas tanpa beban apapun. Sudah lama mereka tidak pernah melihat tawa anak sulung nya.
Begitu juga dengan Taufan, ia bahkan sampai mengusap sudut matanya. Ada perasaan bersalah karena selama ini ia menyiksa cucu nya sendiri.
Ia bukan tidak peka, jika selama enam tahun ini Shania kehilangan semangat hidup nya. Dan Shania juga menghindari nya.
Ia tau, Shania memilih tinggal pisah juga karena lelah berpura - pura baik - baik saja. Tapi, nyatanya ia terpuruk dan tidak lagi sanggup untuk bangkit.
Jadi, ia memilih menyerah, dan menebus semua kesalahan nya yang dulu. Merestui hubungan keduanya. Lagi pula, Khalif sudah membuktikan keseriusan nya dan juga begitu setia pada Shania.