"maafkan karyawan saya pak." Felicia membungkukkan badannya untuk meminta maaf kepada Bryan.
"Biar saya bersihkan." Felicia kembali membungkukkan badan untuk membersihkan kemeja Bryan dengan lap yang diambilnya dari meja di dekatnya. Dia menggosok - gosok bagian perut Bryan yang terkena tumpahan cokelat. Begitu susah hilang.
Sedangkan Bryan hanya menatap tangan Felicia yang sedang menggosok - gosok kemejanya, lalu matanya menjalar dari tangan Felicia menuju keatas dan berhenti kearah kerah gaun yang digunakan Felicia nampak menggantung dan terbuka, memperlihatkan belahan dadanya yang tampak mulus dan sintal dari balik gaunnya dan mampu membuat Bryan meneguk ludahnya kasar, ada perasaan ingin memegang kedua gundukan itu di dalam benaknya dan ingin merasakannya dikedua tangannya. Tapi pikiran mesumnya segera ditepis saat melihat Felicia yang kembali berdiri tegak.
"Sepertinya sangat sulit membersihkannya. Ehm mungkin saya bisa menawarkan untuk mencuci kemeja bapak sebagai tanda permintaan maaf?" Felicia menawarkan alternatif lain untuk bertanggung jawab atas perbuatan pelayannya itu.
"Tidak perlu, saya masih harus pergi ke kantor." Bryan menolak dengan halus penawaran Felicia.
Tetapi Felicia adalah seorang wanita yang keras kepala, dia dengan keukeuh meminta Bryan untuk menyerahkan kemejanya. "Mungkin bapak bisa menunggu di kantor saya sembari kemeja bapak di bawa ke laundry. Dengan begitu bapak tidak perlu kembali ke kantor dengan baju kotor akibat ulah karyawan saya." Felicia membuat penawaran bagus agar Bryan mau membiarkannya bertanggung jawab.
Gadis yang menarik.
Bryan berdecak kagum di dalam hati atas sikap tanggung jawab yang dimiliki Felicia. Dengan berpura - pura berpikir sejenak, akhirnya Bryan menyetujui saran tersebut dan mengikuti Felicia yang mengantarnya menuju ruangannya yang kebetulan berada diantara toko roti dan kafenya.
"Maaf jika ruangan saya sedikit kotor pak." Felicia berkata dengan malu karena melihat ruangannya yang belum dirapikannya akibat kesibukannya sehingga membuatnya tidak sempat bersih - bersih. Dengan segera Felicia merapikan berkas - berkasnya dan membersihkan sofa di ruangannya agar Bryan dapat duduk dengan tenang diatas sofa tersebut.
"Silahkan duduk pak." Felicia mempersilakan Bryan untuk duduk. Dan Bryan mengangguk sambil duduk diatas sofa yang tadi telah dibersihkan Felicia.
Setelah memastikan Bryan duduk dengan nyaman, Felicia beralih kearah lemari yang berada di samping meja kerjanya dan membukanya untuk mengeluarkan sebuah kaos. Itu adalah kaos bekas mantan suaminya yang tertinggal saat mantan suaminya dulu masih menjadi suami sahnya.
"Ekhem... Euhm mungkin bapak bisa melepas kemeja bapak dan menggantinya dengan ini." Felicia sedikit berdehem untuk menetralkan suaranya yang gugup karena dengan lancangnya menyuruh pelanggan membuka baju dihadapannya. Sedangkan Bryan yang melihat kegugupan dari wajah Felicia hanya bisa tersenyum kecil. Sangat lucu.
Saat Bryan mulai membuka jasnya dan melepaskan satu persatu kancing kemejanya, tiba - tiba Felicia berseru kepadanya "tu-tunggu pak. Saya akan berbalik badan." Dengan cepat, Felicia membalikan badannya membelakangi Bryan yang sedang berganti baju. Sedangkan Bryan hanya terkekeh geli melihat Felicia yang tampak salah tingkah.
"Selesai." Bryan berucap setelah kaos yang diberikan Felicia telah terpasang dengan baik di badannya. Dengan gerakan pelan, Felicia berbalik kearah Bryan.
Wow...
Mata Felicia tercerahkan saat melihat kaos itu yang sangat pas ditubuh Bryan, bahkan kaos itu tak mampu menyembunyikan otot - otot keras yang dimiliki Bryan. Bahkan perut sixpack yang dimiliki Bryan pun tercetak jelas di dalam kaos tersebut. Kaos itu terlihat kekecilan jika dipakai oleh Bryan, memang gestur tubuh Bryan sedikit lebih gagah di bandingkan gestur mantan suaminya yang kurus. Bahkan Felicia sempat berpikir, mungkin tubuh mantan suaminya akan patah jika dulu ia terlalu kuat memeluknya karena gestur tubuh suaminya yang kurus ditambah lagi kegemaran mantan suaminya yang suka minum - minuman keras bahkan berjudi demi sebungkus sabu - sabu. Tapi sekarang ia bersyukur telah berpisah dengan mantan suaminya itu yang kerjanya hanya berjudi dan menghabiskan uang hasil kerja Felicia.
"Felicia..." Bryan memandang kearah Felicia yang menatap dirinya dengan tatapan kesedihan, Bryan merasa bingung saat Felicia memandangnya dengan sedih. Dalam pikiran Bryan, dia berharap Felicia juga terpesona akan dirinya. Tetapi nyatanya tidak, saat ia melihat raut kesedihan terpancar dikedua bola mata Felicia.
"Ah eh. Bapak kok tau nama saya?" Felicia tersadar dari lamunannya akan mantan suaminya.
"Ehm yah, siapa yang tidak mengenal pemilik kafe ini." Bryan mencoba menggoda Felicia sambil mengangkat kedua bahunya, berusaha menghibur Felicia yang masih tampak sedih.
Sedangkan Felicia hanya menanggapi godaan itu dengan tersenyum manis, yang membuat hati Bryan lumer seketika. Senyuman yang sangat manis, semanis cokelat yang selalu dinikmatinya akhir - akhir ini.
"Biar karyawan saya yang akan membawa kemeja bapak ke laundry terdekat. Bapak bisa menunggu sebentar di ruangan saya." Felicia mengambil kemeja Bryan yang diletakan diatas meja lalu membawanya untuk menemui karyawan dan menyuruhnya mengantarkan kemeja itu ke laundry kilat yang ada di dekat kafe.
Setelah memberikan kemeja Bryan kepada karyawannya, Felicia kembali memasuki ruangannya untuk berpamitan kepada Bryan karena ia harus kembali ke kesibukannya mengatur para karyawannya. Dan Bryan mengijinkan dengan isyarat anggukan kepala.
Saat Felicia meninggalkan ruangan, Bryan mulai menjelajah isi kantor Felicia. Mulai dari meja kerja dengan setumpuk berkas - berkas tentang toko roti dan kafenya hingga ke arah lemari yang berdiri di pojok ruangan, lalu matanya beralih kearah cardigan Felicia yang tersampir rapi di punggung kursi kerjanya. Jangan lupakan bunga - bunga plastik yang memperindah ruangan tersebut yang sengaja diletakkan di tempat - tempat tertentu. Selain semua itu, Bryan terfokus pada wewangian dari parfum Felicia yang menguar di udara memenuhi ruangan, karena Felicia yang baru meninggalkan ruangan. Harum cokelat yang menentramkan. Entah sejak kapan Bryan mulai menyukai aroma ini, bahkan menjadikannya candu.
Setelah asik menghirup aroma yang menelisik hidungnya, tiba - tiba Felicia datang memasuki ruangan sambil membawa secangkir cokelat panas ditangannya.
"Maaf pak atas ketidaknyamanannya akibat perilaku karyawan saya. Sehingga bapak harus menunggu lama di ruangan saya." Felicia berkata penuh kesopanan kepada Bryan yang duduk dengan tenang di sofa yang ada di ruangan Felicia.
"Tidak masalah." Bryan memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman.
Felicia berjalan untuk duduk di sofa lain yang ada di sebelah Bryan sembari menaruh cangkir cokelat panas di hadapan Bryan.
"Silahkan diminum pak." Felicia menyorongkan cangkir ke tepi meja agar Bryan dapat menggapainya.
"Oh iya." Bryan mengambil cangkir itu dan mencecap sedikit rasa manis dan hangat yang berasal dari cokelat tersebut. Sedangkan Felicia menatap Bryan dengan senyuman sopan.
Setelah merasakan legitnya rasa cokelat itu, Bryan menaruh kembali cangkirnya diatas meja dihadapannya.
"Bryan..." Bryan mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Felicia.
"Felicia..." Felicia membalas uluran tangan itu dengan sopan.
Bagaikan terkena setruman listrik, Bryan merasakan gelenyar aneh yang menjalar melalui sentuhan tangan mereka. Dan Bryan suka akan rasa yang dihasilkan dari sentuhan tangan mereka.
"Ah aku ingat! Kau adalah seorang pengusaha yang telah sukses diusia muda itu bukan? apakah aku benar?" Felicia teringat tentang identitas Bryan dan berkata tanpa sungkan kepada Bryan tentang apa yang diketahuinya tentang Bryan, seolah mereka telah kenal cukup lama. Sedangkan Bryan yang melihat reaksi tiba - tiba dari Felicia hanya tersenyum samar, tetapi dalam hatinya ia berteriak kegirangan karena Felicia mengetahui identitasnya.
"Kalau tidak salah ingat, usiamu baru 25 tahun kan? Ah diusia semuda itu sudah berhasil mengembangkan perusahaan dengan cabang dimana - mana. Hebat" Felicia terus melontarkan pujian - pujiannya kepada Bryan yang berhasil membuat Bryan salah tingkah. Pujaan hatinya begitu tau seperti apa identitas dirinya, sedangkan Bryan hanya tahu sekilas bahwa Felicia adalah pemilik dari kafe dan toko roti ini. Untuk selebihnya Bryan tidak tahu banyak. Betapa memalukannya Bryan terhadap dirinya sendiri yang tidak mencari tahu identitas Felicia. Bagaimana bisa mendapatkan hati Felicia? Kalau Bryan tidak mengetahui apa - apa tentang Felicia.
"Ah maafkan saya yang berbicara lancang." Felicia memohon maaf dengan cepat saat dilihatnya kepala Bryan yang menunduk meratapi kebodohannya.
"Tidak masalah." Bryan menampilkan senyum termanisnya untuk menenangkan Felicia.
Beberapa jam kemudian, karyawan yang diperintahkan Felicia untuk mengantarkan kemeja Bryan ke tempat laundry akhirnya datang.
"Bu, kemejanya sudah dicuci." Ucap karyawan itu ketika telah dipersilakan masuk, lalu menyerahkan kemeja yang telah bersih dan harum khas laundry kepada Felicia.
"Terima kasih. Sekarang kamu kembali kerja." Felicia memerintahkan karyawannya untuk kembali kerja dengan tegas.
"Baiklah bu, saya permisi." Karyawan itu berpamitan untuk meninggalkan ruangan Felicia lalu membiarkan Felicia kembali berdua dengan Bryan.
"Ini pak kemejanya." Felicia menyerahkan kemeja Bryan kepada pemiliknya.
"Panggil Bryan saja." Bryan berkata sambil menerima kemeja dari tangan Felicia, dengan sesekali mengambil kesempatan mengelus kulit lembut punggung tangan Felicia.
"Ah oke Bryan." Felicia memanggilnya dengan nada gugup, seolah ini adalah pertama kalinya ia memanggil seseorang langsung dengan namanya Kecuali karyawannya.
Setelah itu tanpa menunggu persetujuan dari Felicia. Bryan segera membuka kaos yang dipakainya dan menggantinya kembali dengan kemejanya, kemudian memakai jasnya yang tersampir di lengan sofa. Sedangkan Felicia menundukkan kepalanya dengan wajah memerah, saat mengetahui Bryan sedang berganti baju.
"Terima kasih untuk kaosnya. Kalau begitu saya permisi dulu." Bryan menaruh kaos tersebut diatas meja, lalu berpamitan untuk kembali ke kantornya. Dan Felicia membalas perkataannya dengan mengangguk sopan sambil mengantarkan Bryan keluar dari ruangan.
To Be Continued....