Episode 3

1065 Words
Dimas terlihat semangat menyantap minuman cokelatnya, bahkan dia memesan dua gelas minuman yang sama dan diminumnya sendiri tanpa memedulikan Bryan yang juga ikut menikmati minumannya. Sedangkan Bryan baru menghabiskan setengah gelas soda cokelatnya, sedangkan Dimas sudah menghabiskan bergelas gelas minuman cokelat. Bryan mengakui rasa cokelat yang dibuat di kafe ini berbeda dengan rasa cokelat yang biasa dia beli di toko cokelat yang akhirnya berujung tidak menyukainya karena rasanya yang menurut dia eneg. Tapi saat Bryan merasakan minuman dari kafe ini, seakan umurnya kembali ke 17 tahun, bukan melebih - lebihkan tetapi dia memang merasakan perbedaan aura di dirinya saat menyantap minuman cokelat tersebut. Meskipun umur 25 bagi kebanyakan orang masih tergolong muda, tetapi karena minuman inilah jiwa semangat Bryan muncul, seakan menjadi lebih segar. Dan sepertinya penyataan yang dikatakan Dimas beberapa menit yang lalu akan benar - benar terkabul tentang menjadikan tempat ini menjadi tempat favoritnya. Namun seketika mata Bryan menangkap sosok wanita yang baru saja memasuki kafe ini, dengan pakaian rapi khas kantoran seperti dirinya. Bryan berpikir mungkin dia adalah manager kafe ini, karena pakaian wanita tersebut yang begitu rapi, tidak sama dengan pakaian yang digunakan para pegawai di kafe sekaligus toko roti tersebut. Bryan terus menatap tubuh molek wanita itu yang tertutup rapi dengan rok pendek yang terlihat pas di pinggulnya, serta jas kantoran yang menutupi kemeja didalamnya tak dapat menutupi kemolekkan tubuhnya. Mata Bryan seolah - olah menelanjangi seluruh tubuh wanita itu. Bahkan untuk mengalihkan perhatian pun dia tak sanggup, karena pesona yang dimiliki wanita ini begitu sangat memikat. Apalagi saat dilihatnya wanita itu sedang sibuk berbicara dengan pegawainya. Wajahnya yang terlihat serius, serta alis tipis nan seksinya yang sesekali terangkat saat terlihat bingung mampu membuat gairah dalam diri Bryan muncul. Oh! Jangan lupakan bibir mungil itu yang berwarna merah maroon seakan menggoda Bryan untuk mencicipi bibir yang terlihat ranum itu. Hidungnya yang mungil tapi masih terlihat mancung membuat keindahan wajah wanita itu bertambah berkali kali lipat. Beruntunglah Bryan masih bisa bernafas hingga saat ini, untuk bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan ini. Bryan tak dapat mengontrol detak jantungnya yang terus berdetak sangat cepat saat matanya mulai menelisik semakin dalam pesona wanita itu. Bahkan gairahnya pun hampir terpancing keluar. Matanya tak sekalipun berkedip, seakan tak mau melewatkan keindahan tersebut, Bryan takut jika dia berkedip barang sesaat wanita itu akan lenyap dari pandangannya. "Ah Bryan, ternyata wanita pemilik kafe ini bernama Felicia. Hem ternyata dia berumur 32 tahun, yah... 7 tahun lebih tua dari kita. Dan ah! apa ini? Dia punya anak? Jangan - jangan ia juga memiliki seorang suami. Yaah.... padahal dia begitu cantik." Tiba - tiba Dimas berceletuk kearah Bryan sambil menunjukkan foto Felicia yang didapatnya dari internet ke hadapan Bryan, tetapi yang diperlihatkan malah asik melamun tidak menghiraukan semua perkataan Dimas. "Bryan...." Satu kali Dimas mencoba memanggil Bryan, tapi masih tidak ada respon. Bryan terlalu asik dengan penglihatannya saat ini. "Bry Bryan..." Kali ini di tambahinya satu suku kata untuk memanggil Bryan, tetapi tetap tidak ada respon.  "BRYAN!" Akhirnya dengan sebal Dimas berteriak dimuka Bryan. Dan tingkah lakunya itu berhasil membuyarkan pandangan Bryan kepada sosok wanita itu. Tidak hanya Bryan yang terkejut, tapi hampir seluruh pengunjung memandang kearah meja mereka, akibat teriakan Dimas yang begitu keras. "Ada apa? Kenapa kamu berteriak?" Bryan bertanya dengan kesal tentang maksud teriakan Dimas tadi. "Lo dipanggil - panggil malah gak nyahut. Liatin apa sih lo." Dimas celingak celinguk kearah mata pandang Bryan dan mulai mendapati jika sedari tadi Bryan menatap kearah Felicia. "Ekhem... Aku hanya tidak sengaja melihat gadis yang disana." Dengan deheman kecil untuk menetralisir perasaannya, Bryan menjawab pertanyaan Dimas sambil menunjuk kearah wanita yang dilihatnya dengan dagu. Dimas mengikuti arah pandang Bryan lalu tersenyum kesenangan setelah mengetahui apa yang sedari tadi dilihat oleh kedua mata Bryan. "Ah! Itu dia!" Dimas memukulkan kepalan tangannya diatas tangan lainnya yang dibuka seakan ingat sesuatu. Dimas kembali mengalihkan perhatiannya kearah Felicia, lalu mencocokkannya dengan foto yang sedari tadi dilihatnya di dalam telepon genggamnya. "Kenapa dengan dia?" Bryan bertanya bingung saat melihat ekspresi Dimas yang seakan tahu sesuatu sambil menatap wanita itu dan Dimas secara bergantian. "Dia adalah Felicia. Pemilik kafe ini, tadi gue udah jelasin profil dia ke elu. Eh lo malah terpesona dulu sama dia." Dimas menggeleng - gelengkan kepalanya tanda kecewa karena Bryan telah menyia - nyiakan informasi penting yang dia sampaikan tadi. Tapi tak melunturkan senyum kesenangannya saat melihat Bryan ternyata menyukai Felicia. "Coba kau ulangi." Bryan meminta Dimas untuk mengulangi perkataannya. Tadi Bryan tidak fokus akibat kedatangan Felicia. "Gak ada pengulangan. Lo cari tau aja sendiri. Gue duluan yah, masih ada kerjaan yang gue urus. Lo juga balik ke kantor sana, istirahat makan siang udah habis loh." Dimas mengingatkan Bryan untuk kembali ke kantornya. Sedangkan dirinya sendiri bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan sahabatnya itu. Dia sudah merasa puas dengan hasil kerjanya yang membuat Bryan jatuh cinta. Dimas tahu bahwa Bryan sekalipun tak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, bahkan diusianya yang 25 tahun ini Bryan masih tetap berkutat pada pekerjaan dan karirnya. Inilah saatnya Bryan untuk mulai memikirkan kisah cinta. Tidak mungkin kan dia akan melajang hingga tua? Apalagi Bryan termasuk seorang pria yang sangat digandrungi para wanita, hanya dengan menunjuk salah satu saja dia pasti akan mendapatkannya. Tetapi sayangnya Bryan tidak ada maksud untuk ke tahapan yang lebih serius lagi. Begitulah pikir Dimas terhadap sahabatnya itu. Kurang baik apa Dimas menjadi sahabat Bryan. Tetapi Bryan malah mengganggap Dimas sebagai pengganggunya selama ini, Dimas merasa sedikit kecewa. "Ehm yah setelah ini aku kembali ke kantor." Bryan masih ingin melihat Felicia, terutama gestur tubuhnya yang membuat Bryan terpikat. Jantungnya masih berdetak tak karuan saat pertama kali melihat Felicia. Ini adalah jatuh cinta yang pertama bagi Bryan di dalam kehidupannya. Dan Bryan sangat menikmati perasaan ini. Aku pasti akan mendapatkanmu Bryan menatap sekilas kearah Felicia yang sedari tadi berjalan kesana kemari menanggapi berbagai argumen para pengunjungnya, sekaligus kelalaian pegawainya yang tak hanya satu atau dua kali membuat kesalahan. Setelah puas melihat sosok Felicia, akhirnya Bryan memutuskan untuk beranjak dari tempatnya untuk kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaannya. Bryan bertekad akan mendapatkan hati Felicia bagaimanapun caranya. Dia menjadi sosok yang begitu sangat ambisius saat ia menginginkan sesuatu, dan ia juga bisa menjadi posesif setelah ia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya.  Sepertinya Bryan akan menjadikan tempat ini menjadi tempat favoritnya seperti apa yang diharapkan Dimas. Lebih tepatnya bukan cokelatnya yang membuatnya favorit, tetapi Felicia lah alasan Bryan menjadikan tempat ini sebagai tempat favoritnya. To Be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD