Pernikahan

1614 Words
Seharusnya hari ini akan menjadi hari paling membahagiakan untuk ku. Karena merupakan hari pernikahan ku. Namun, rasa itu tidak aku rasakan. Semenjak subuh tadi, aku hanya menghela napas lelah dan berat ku. Ada rencana untuk kabur saja dari pernikahan ini. Tapi, itu sama saja aku bunuh diri. Egois. Karena, jika mau lari seharus dari semenjak sebulan yang lalu. Jika sekarang, aku akan menambah masalah lain yang lebih besar. Selain nama besar di makhluk dingin dan kaku itu. Nama besar keluarga ku juga di pertaruhkan. Aku menghela napas berat lagi entah untuk keberapa kali nya. Menatap pantulan diri ku sendiri yang sudah siap dengan riasan pengantin ku. Bahkan aku tidak berminat untuk menilai hasil karya Mbak Emilia perias pengantin terbaik di tanah air. Ya, seharusnya polesan nya tidak perlu lagi aku ragukan, Bukan?. "Dek!". Suara panggilan itu membuat ku menoleh ke belakang. Tania, kakak pertama ku berdiri di sana memperhatikan ku dengan Lamat. "Kamu kenapa ?" Tanya Kak Tania dengan raut wajah bingung dan heran. Aku hanya menggelengkan kepala saja. Lalu kembali menoleh pada cermin di depan ku. Huft!. Entah apa yang harus keperbuat agar aku tidak terjebak dengan manusia dingin dan kaku juga egois seperti Muhammad Randika Ramadhan. Si cowok manusia purba yang sayang nya paling ganteng se-SMA Garuda dulu. Dan, sekarang malah naik kelas menjadi se- Indonesia, mungkin. Itu juga Fans-fansnya yang akan mengatakan begitu. Tunggu, bicara tentang Fans. Aku sempat mengechek akun media sosial ku. Yang jumlah followers nya langsung bertambah drastis semenjak resmi di lamar dan tunangan dua bulan yang lalu. Lalu, aku memutuskan untuk mengunci nya. Karena, merasa tidak lagi memiliki privasi. Karena ada beragam komentar yang masuk. Mulai dari yang baik, sampai yang paling tidak masuk akal sekali pun. Dan, dm-dm yang cukup sangat mengganggu. Sehingga aku harus menonaktifkan semua notifikasi sosmed ku. Tok tok tok Suara ketukkan pintu menghentikan lagi lamunan dan fikiran ku. Mama kali ini, beliau terlihat mengulum senyum bahagia menatap ku. Semua keluarga ku tampak berbahagia hari ini. Terutama kedua saudara ku yang akan mendapatkan adik ipar seorang Dika. Si superstar. Bahkan Kak Lyra, kakak ipar ku juga fans beratnya Dika. Tapi, tidak berani untuk meminta foto bersama saat bertemu. Takut dengan aura Dika yang sangat mengintimidasi. Sudah begitu, masih saja mengidolakan nya. Apa hanya aku yang tidak mengidolakan nya di dunia ini?. "Ayo keluar, sudah mau di mulai ijab kabul nya". Kata Mama mendekat padaku. Aku menghirup udara banyak-banyak dan kemudian menghembuskan nya dengan kasar. Dika benar, sudah tidak ada lagi jalan keluar untuk ku. Baik itu dua bulan yang lalu atau bahkan sekarang. Jadi, aku hanya memilih mengangguk. Kak Tania membantu ku bersama Mama. Membawa ku keluar dari kamar ku untuk menuju kebawah. Dimana akad akan dimulai sebentar lagi. Begitu aku menuruni anak tangga. Semua mata langsung menoleh. Termasuk Dika yang sedang duduk berhadapan dengan Papa. Aku langsung menyunggingkan senyum begitu melihat tatapan itu. Terlihat berbeda kali ini. Ada pancaran kagum dan terpesona di sana. Bagus!. Teruslah seperti itu. Karena aku akan membuat mu bertekuk lutut di depan ku. Mama membawaku duduk tidak jauh dari Papa, Dika dan juga para saksi. Bisa ku lihat sahabat-sahabatnya Dika yang juga personil dari Band nya. Dan aku mengenal ketiga nya bahkan sangat akrab dengan salah satu nya. Yaitu Danis. Karena, dulu kita sama-sama berada dalam club' basket sekolah. Pria dengan senyuman tengil itu melambaikan tangan padaku. Yang ku balas dengan senyuman saja. "Kita mulai!". Aku kaget mendengar suara super dingin itu. Bahkan,. Bukan hanya aku. Papa juga ikut kaget. Ku lihat, Papa Gunawan, Bapak nya Dika juga sama. Beliau bahkan sampai menepuk pelan pundak putranya. Sedangkan aku bisa mendengar suara kekehan dari ketiga sahabat-sahabatnya Dika. Yang membuat Dika langsung melempar tatapan tajam. Lalu dengan sekelip mata, Danis, Alvan dan Radit menutup mulut nya. "Baik, mari kita mulai". Kata pak Harto yang menjadi penghulu. Beliau mempersilahkan Papa dan Dika untuk saling bersalaman. Gerak Dika terlihat sangat santai tapi bercampur kaku. Dengan tatapan lurus pada Papa. Bahkan, justru yang terlihat gugup adalah Papa ku. Apa pria itu terlalu menakutkan? Sampai Papa merasa grogi. Papa sudah pernah menikahkan Kak Tania. Jadi, mana mungkin bisa gugup. Bahkan dulu bisa sangat santai. Malah, Mas Dimas yang gugup. Ini kenapa sebalik nya?. Dan Papa akhirnya mulai semua kalimatnya dengan lancar dan juga tegas. Dan membuatkku menghela napas berat. Karena, aku akan resmi menjadi istri nya Dika mula detik itu juga setelah saksi menjawab Sah. " Saya terima nikah dan kawin nya Kandil Hutama binti Wildan Hutama dengan mas kawin seperangkat alat sholat, dan Mas kawin seberat 75 gram emas juga uang satu juta rupiah di bayar Tunai!" Dika menjawab dengan lantang dan dalam satu tarikan napas. Membuat semua tampak kagum dan terkejut. "Saksi, Sah?". "Sah!". Maka resmi sudah aku menjadi istri untuk Dika. Harus siap mengabdikan hidup ku pada pria dingin yang kaku nya kelewatan. *** Senyuman terlihat bahagia terus kami umbar kan. Ketika menerima tamu undangan yang bersalaman dengan kami berdua. Bahkan Dika juga ikut tersenyum, meski tipis. Sepertinya aku harus mengajarkan bagaimana caranya tersenyum pada suami ku itu. "Selamat ya, Bro" Danis datang dan memeluk Dika. "Thanks". Jawab Dika datar. Always!. Lalu Danis beralih padaku, saat pria tengil itu akan memeluk ku. Dika lebih dulu menarik kerah belakang jas pria itu sehingga mundur. Padahal aku juga sudah siap mundur. Danis hanya menunjukkan cengiran badung khas nya. Membuat Dika menatap tajam, dan Alvan juga Radit sudah terkekeh melihat kelakuan Danis yang memang jika bercanda suka membuat orang kesal. "Dikit ah, posesif banget!". Gerutu Danis akhirnya hanya menyalami ku saja. "Selamat ya, Kandil. Sabar-sabar aja sama si Batu Es ini." Katanya pada ku. Aku hanya mengulum senyum melirik suami ku yang sudah mendelik pada sahabat nya. "Thanks, Dan". Jawab ku. Kemudian setelah Danis di susul Alvan. Cowok kalem yang selalu bisa menghipnotis cewek-cewek dengan senyum dan juga suara merdu nya. Dia adalah Vokalis band yang di naungi Dika. "Selamat ya, Kandil." Aku mengangguk terimakasih. "Tolong jaga sahabat gue ya". Pesan nya lagi. Membuat ku mengerutkan dahi dan langsung melirik pada Dika. Tapi, suami ku itu hanya acuh dan memeluk Radit. Sedangkan Alvan tidak lagi melanjutkan tatapan tanya ku. Langsung berlalu turun dari pelaminan. Berganti dengan Radit yang kini menyalami ku dan mengucapkan selamat. Lalu di susul oleh Jessica Verlia, aktris yang namanya sedang melambung di dunia perfilman. Dia kekasih nya Radit. Rasanya kedua kaki ku sudah mulai merasa pegal berdiri terus menyalaki tamu yang datang. Mengumbar senyum yang aku sendiri tidak tau jujur atau bohong. Ku lirik Dika yang juga terlihat lelah, bahkan peluh sudah muncul di sekitaran kening nya. "Dik" panggil ku dengan suara pelan. Dia menoleh pada ku, dengan tatapan tanya. "capek" keluh ku. Dika menoleh ke arah lain, tepatnya pada tamu yang masih mengantri untuk bersalaman. Aku menyalami salah tamu, rekan bisnis Papa. Mengumbar senyum manis ku. "Bentar lagi" suara Dika terdengar pelan. Aku menghela napas, berharap acara salaman ini cepat selesai. Kedua kaki ku rasanya sudah tidak sanggup berdiri lagi. *** Acara pernikahan ku dan Dika selesai pukul sepuluh malam. Setelah akad di pagi hari dan sore nya langsung berlanjut ke resepsi. Sengaja aku menjadikan nya satu hari, biar capek nya juga satu hari saja. Dan memang sangat melelahkan. Tubuh ku rasanya pegal. Kedua betis ku terasa sakit karena lebih banyak berdiri. Bukan keputusan baik jika harus berendam larut malam begini. Jadi, aku memutuskan untuk menyirami tubuh ku saja seperti nya. Selagi aku membersihkan riasan di wajah ku. Dan, menyuruh Dika untuk mandi lebih dulu. Hanya lima belas menit, Dika sudah kembali keluar dengan muka lebih segar. Hanya berlilit handuk dan setengah toples pria itu melintas di belakang ku. Dan demi apapun ia sempat menangkap rona merah di muka pria itu. Membuatnya menahan senyum geli nya. Ia membuka koper nya, dan mengambil pakaian santai. Kemudian kembali ke kamar mandi untuk memakai baju nya. Aku menebak, Dika terbiasa tidak membawa baju ganti ke dalam kamar mandi. Tidak lama kemudian pria itu kembali keluar dengan kaus putih polos dan celana training panjang. Sedangkan aku masih berusaha untuk membersihkan riasan dan segala asesoris yang melekat pada ku. Ku lirik Dika langsung mengeluarkan laptop nya. Dan duduk di sofa depan jendela kamar ku lalu mulai berkutat dengan entah apapun yang ada di laptop ku. Selesai dengan melepaskan asesoris pada diriku. Aku langsung beranjak untuk segera mandi. Badan ku sudah gerah, rasa pegal masih aku rasakan. Namun, sepertinya aku harus kembali menundanya. Karena, resleting baju ku seperti nya macet. Membuatku kesal dan menghela napas kasar. Kembali keluar dari dalam kamar mandi. Tidak punya pilihan lain selain meminta tolong suami ku yang sedang sibuk itu. "Dika" panggil ku keluar dari kamar mandi. "Hm?" Gumam nya tanpa menoleh. Aku menghela napas, berdiri di depan meja, menatap lelah dengan kegiatan suami ku. "Dika". Barulah Dika mengangkat matanya ke arah ku. Menatap tanya tepat pada mata ku. "Bisa bantu aku, resleting nya macet". Kata ku. Dahi itu berlipat, menatap ku cukup lama. Kemudian, bergerak dari sofa berjalan memutari meja kecil itu menghampiri ku. Aku langsung berbalik memunggungi nya. Malu sebenar nya. Tapi, aku tidak punya pilihan lain. "Dika? Kamu masih di situ kan?". Kata ku, karena aku merasa Dika tidak melakukan apapun. Aku meminta nya membantu menurunkan resleting baju ku di belakang. Dia malah diam tidak melakukan apapun. Beberapa detik kemudian, aku mulai bisa merasakan pergerakkan di belakang ku. Aku tidak merasakan sentuhan apapun di tubuh ku. Seperti nya pria itu melakukan nya sehati-hati mungkin. Membuat ku tersenyum kecil. Sepertinya malam ini aku bisa istirahat dengan baik. "Terimakasih". Kata ku setelah ia selesai. Pria itu bahkan langsung berbalik kembali duduk ke sofa sebelum aku mengucapkan terima kasih. Dan aku langsung kembali berjalan ke kamar mandi. Sepertinya rencana ku berubah. Mungkin lebih baik aku berendam dengan air hangat. Sesekali tidak akan ada pengaruh, lagi pula dengan air hangat. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD