Random

1943 Words
Dari dalam rumah Dika keluar sambil membawa dua koper miliknya dan juga milik istrinya. Keduanya akan berangkat ke puncak pagi ini. Tidak ada salah nya ia ikut beberapa hari. Sekaligus liburan, terakhir ia liburan yaitu tahun baru dua tahun yang lalu bersama teman-teman nya. Setelah itu tidak ada, kecuali lebaran idul Fitri bersama keluarga nya. Jadi, menuruti permintaan Kandil untuk menginap di puncak bukan lah hal yang sulit. "Pergi dulu, Ma. Pa" pamit Dika menyalami kedua orang tua Kandil. "Assalamualaikum". Salam nya kemudian. "Waalaikumsalam, hati-hati nyetir nya Dik". Jawab mereka. Dika hanya mengangguk, kemudian langsung masuk ke dalam mobil nya bersama dengan Kandil yang sudah lebih dulu berada di dalam. Mobil nya itu melaju dengan santai keluar dari pekarangan rumah kedua orang tua Kandil. Lalu mulai bergabung dengan pengendara lain. Selama perjalanan menuju puncak, tidak ada banyak yang bisa mereka obrolkan. Dika, lebih suka menutup mulutnya sambil fokus pada jalan. Dan Kandil sepertinya masih ingin melanjutkan tidur nya. Dika hanya melirik sebentar pada istrinya yang duduk santai dengan menatap luar jendela. Ia hanya mengulum senyum kecil. Jalanan menuju puncak begitu lancar, mungkin bukan weekend atau libur. Jadi, lancar karena orang-orang pada sibuk bekerja. Sehingga jalanan menjadi sedikit lengang. Setengah perjalanan di habiskan Kandil dengan menutup kedua mata. Dan, kemudian saat kembali bangun jalanan yang tadi di apit oleh gedung-gedung atau bangunan. Kini sudah berganti dengan alam kehijauan. Dengan jalanan yang menanjak dan juga belokkan sedikit tajam. Kandil melirik Dika yang tetap fokus menyetir dengan santai. Satu tangan nya di atas setir, sedangkan satu lagi bertumpang pada dasbor pintu mobil. Merasa di pandangi, Dika menoleh sebentar. Kandil melempar senyum nya. Membuat Dika juga mengulum senyum tipis. Ia mulai bosan dengan suasan sepi, dan mengeluarkan hp untuk menyalakan musik melalui lospeaker mobil Dika. Menekan tombol power, dan ia menyalakan bluetooth di hp nya. Agar bisa menyambung ke lospeaker musik mobil suaminya. Tembang lama milik band Roullete terdengar, membuat Dika menoleh ke arah musik nya. Awalnya tak mengerti apa yg sedang kurasakan Segalanya berubah dan rasa rindu itu pun ada Sejak kau hadir di setiap malam di tidurku Aku tahu sesuatu sedang terjadi padamu Bait pertama mulai terdengar mengalun di telinga nya. Ia tau lagu ini, salah satu lagu yang pernah populer di masa nya. Sudah sekian lama ku alami pedih putus cinta Dan mulai terbiasa hidup sendiri tanpa asmara Dan hadirmu membawa cinta sembuhkan lukaku Kau berbeda dari yang ku kira Kandil bersandar kembali pada kursi nya. Dengan tangan mulai bermain dengan hp nya. Dika bisa merasakan jika, sesekali Kandil melirik pada nya. Lalu kemudian tiba-tiba Kandil ikut menyanyikan lirik lagu tersebut. " Aku jatuh cinta kepada dirinya Sunguh sungguh cinta oh apa adanya Tak pernah ku ragu namun tetap selalu menunggu Sungguh aku jatuh cinta kepadanya ..". Dika melirik ke samping nya sebentar, kuping nya begitu nyaman mendengar suara lembut milik istrinya. Tidak sebagus suara Isyana atau Raisa memang. Tapi, suara Kandil sangat nyaman di kuping nya. Jika di poles sedikit lagi, ia yakin Kandil bisa menjadi penyanyi terkenal menyaingi Isyana atau Raisa. Akhirnya sisa perjalanan mereka di temani oleh musik yang berputar melalui hp Kandil. Sesekali istrinya itu ikut bernyanyi, dan dari hampir sepuluh lagu tidak ada lagu-lagu Band nya muncul di sana. Dan ia tidak mau mempertanyakan nya. *** Dua jam atau lebih perjalanan, akhirnya keduanya tiba di villa milik keluarga Kandil. Dika langsung turun dan mengangkut barang-barang mereka. Sedangkan Kandil sudah lebih dulu menuju villa bertemu seorang pria paruh baya yang menyambut kedatangan mereka. "Assalamualaikum, Mang Kardi". Salam Kandil dengan nada riang dan bersemangat. "Waalaikumsalam, Neng. Kumaha damang?" Tanya Mang Kardi dengan dialek Sunda. "Baik, mang. Mang sehat? Keluarga sehat?". Tanya Kandil kembali. "Sehat atuh," jawab beliau terlihat akrab dengan Kandil. Melihat Dika membuka bagasi mobil, Mang Kardi langsung menghampiri nya dan membantu membawakan barang-barang mereka. "Gak apa, saya bisa sendiri". Kata Dika tidak enak. "Gak papa,. Kang. Biar saya aja yang bawa kedalam". Ujar Mang Kardi. Dika menoleh pada istrinya, ia pun menghela napas ketika Kandil mengangguk. Dan membiarkan mang Kardi membawakan barang-barang bawaan mereka. Ia menyusul di belakang mang Kardi untuk masuk kedalam villa. Villa milik keluarga Kandil cukup besar. Memiliki dua lantai dan bergaya Eropa. Suasana nya juga nyaman dan sejuk. "Punten, Neng. Semua bahan-bahan makanan sudah di siapkan oleh istri saya di dapur. Dan kalau ada apa-apa, Neng tau saya dimana". Ujar Mang Kardi setelah meletakkan koper mereka dan kembali ke bawah. "Iya mang, makasih." Jawab Kandil dengan ramah. "Oh ya, mang. Kenalin ini suami nya Kandil". "Dika" kata Dika mengulurkan tangan nya untuk berkenalan. Dan beliau menyambutnya dengan ramah. "Kardi, kang." Jawab Beliau. Kemudian menarik kembali yangan nya. " Kalau begitu saya pulang dulu, kalau ada apa-apa atau butuh sesuatu bisa telfon aja". Pesan beliau sebelum pamit. Dan Dika hanya mengangguk penuh terimakasih. Lalu mengantar beliau dengan matanya untuk pergi. "Kamar nya di atas, kamu mau istirahat dulu?". Kata Kandil padanya. Dika mengangguk, kebetulan badan nya sudah pegal dan lelah. Ia butuh istirahat paling lama dua jam. Kandil membawa nya naik ke lantai dua. Memasuki salah satu kamar dari dua kamar di sana. Ia langsung menghela napas lega begitu masuk dan menemukan suasana yang begitu nyaman. Membuat dirinya tenang. Ia berjalan mendekati jendela, lalu melihat Kandil menggeser pintu jendela itu sehingga menuju balkon. Di sanalah ia sempat tertegun. Pemandangan penuh kehijauan, masih asri dengan alam. Juga pedesaan yang begitu tenang dan membuat matanya nyaman untuk memandang. Kandil bisa melihat tatapan kagum dari suaminya. Bahkan kedua sudut bibir yang tertarik membentuk senyum. Membuatnya lebih tertarik untuk melihat pria itu dari pada pemandangan di depan sana. Bahkan,. Tidak segan-segan mengabadikan sosok yang terlihat hangat itu dengan kamera nya. Ckrek.!. Suara jepretan itu membuyarkan semuanya. Dika menoleh, dan mengernyit heran ketika Kandil mengarahkan lensa kamera ke arah nya. "Ini pertama kali aku lihat kamu senyum seperti itu". Kata Kandil melihat hasil foto nya. Dika menatap nya cukup lama, Kandil tau itu. Entah kenapa, pria itu selalu menatap nya lama. "Kamu suka tempat nya?". Tanya Kandil kemudian membalas tatapan Dika. Pria itu mengangguk, menoleh kedepan dengan tersenyum lagi. Lalu kembali pada Kandil. "Suka" jawaban itu singkat, padat dan jelas. Kandil terkekeh sendiri. Memandang jauh kedepan mengagumi pemandangan yang luar biasa bagus yang tidak akan pernah ia dapatkan di ibu kota. "Bagus deh" kata Kandil melirik suami nya sebentar. Dika menghela napasnya. Ikut memandangi kedepan. Sebelum kemudian ia mulai menyentuh leher nya dan merenggang kan nya. Membuat Kandil menoleh padanya. "Kamu tidur aja dulu, aku mau keliling bentar". "Sendiri?" Tanya Dika dengan dahi berkerut. "Kenapa? Aku terbiasa sendiri. Lagi pula, di sekitaran villa aja". Jawab Kandil heran. Dika tidak menjawab, pria itu berbalik masuk kedalam kamar. Kandil hanya memandang dengan bingung. Pria itu benar-benar membuatnya bingung. Lalu, ikut masuk kedalam. Dan melihat Dika berbaring di atas kasur. Ia tidak mau menganggu, memilih berjalan melintasi ruang kamar dan menuju pintu keluar. Membiarkan suami nya beristirahat. *** Setelah Dika tidur hampir tiga jam. Pria itu terbangun dan tidak melihat istrinya di kamar. Membuatnya memilih bangun dan keluar dari kamar setelah membasuh muka. Matanya mengitari seluruh isi Villa mencari keberadaan Kandil. Ia bahkan sempat mencari kedapur, tapi tidak ada. Ia langsung berjalan keluar Villa, dan mengitarinya untuk mencari sang istri. Lalu menemukan nya di sebuah gazebo yang terdapat di halaman belakang. Kandil sedang duduk menikmati pemandangan. Tanpa sadar Dika menghela napas lega. Ia pun berjalan menghampiri istrinya. Mungkin mendengar suara langkah,. Wanita itu menoleh dan tersenyum melihat Dika mendekat. "Sudah istirahat nya?". Tanya Kandil memberi ruang untuk pria itu duduk di samping nya. "Hm" jawab nya singkat. Ia ikut melihat ke kejauhan. Ada pemandangan persawahan yang luas di bawah sana. Banyak suara kicau burung yang terdengar. Dika menoleh ke samping, dan mendapati Kandil lagi-lagi menatap nya. Membuatnya mengenyitkan dahi bingung. Kandil tersenyum, ia mengusap lipatan yang tercipta di dahi suami nya. ."Nanti cepet tua lho, gitu terus" kata Kandil terkekeh. Dika tersenyum tipis, ia melihat sekitar. Cukup menyenangkan berada di tempat yang jauh di kebisingan. "Mau jalan-jalan gak?". Tawar Kandil. Dika menoleh, saat melihat binar mata penuh semangat itu. Ia tidak tega menolak, akhirnya mengangguk. Membuat Kandil langsung melompat dari duduk nya dan mengajak nya dengan semangat. "Ayo, aku mau nunjukin sesuatu yang lebih bagus dari sekedar memandang dari sini" ajak nya menggandeng lengan suami nya. Dika menjadi ikut bersemangat mendengarkan hal itu. Ia pun menuruti tawaran itu. Dengan bersepeda mereka berdua menuju tempat yang di maksud oleh Kandil. Dan ia seketika menyesal. Melihat beberapa orang sedang bermain layang-layang. Bukan layangan yang biasa ia terbangkan saat kecil. Namun, layangan besar yang bisa di naiki ikut terbang bersama. "Kamu mau naik itu?" Tanya Dika cemas. Dan Kandil mengangguk dengan semangat. Dika memandangi orang sekitar, tidak terlalu ramai pengunjung nya. Karena hari biasa mungkin. Hanya ada beberapa orang yang menjadi petugas mungkin. Kandil langsung menarik tangan nya mendekati salah satu dari mereka. "Kang Ijal!". Seru Kandil menggil salah satu laki-laki yang sedang sedang menyiapkan layangan. "Eh!. Neng Kandil!". Seru pria itu tidak kalah semangat. Kandil langsung berlari mendekat. Dika menyusul dibelakang dengan tatapan tajam penuh intimidasi nya. Ia tidak suka melihat Kandil terlalu bersemangat mengobrol dengan laki-laki asing itu. "Mau terbang hari ini?". Tanya Laki-laki bernama Ijal itu. "Iya, bisa kan?". "Ya bisa atuh, untuk Neng Kandil semua bisa di atur!". Jawab Ijal dengan nada merayu. "Ekhem!". Keduanya terkejut mendengar deheman itu. Dan langsung menoleh pada Dika. Ijal langsung kaget sendiri dan merasa takut begitu melihat Dika menatap nya terlalu tajam. "Saha?". Tanya Ijal pada Kandil dengan suara pelan. "Suami ku". Ijal langsung salah tingkah, menatap maaf pada Dika. Membuat Kandil tersenyum-senyum geli sendiri melihat muka ketakutan Ijal. Dan menikmati muka datar Dika yang terlihat menggemaskan buatnya saat ini. "Suami nya mau ikut juga?". "Iya". "Tidak!". Mereka menjawab secara bersamaan. Membuat Kandil langsung menoleh bingung. "Kamu gak mau naik?". "Aku gak pernah naik itu". Kata Dika bergidik ngeri pada pelayang lain yang baru saja melompat dari bukit tinggi tempat mereka berada. Ia tidak bisa membayang kan jika diri nya yang lompat begitu. Jantung nya pasti tidak akan terselamat kan lagi. Ia phobia ketinggian, dan demi apapun tidak akan mau jika di minta ikut terbang seperti itu. "Ya, coba. Seru kok". Kata Kandil. Dika menggeleng tegas, membuat Kandil bingun sendiri. Ia pun mendekat dan menarik lengan suami nya. "Ayo lah!. Masa aku sendiri. Kita udah jauh-jauh kesini. Dan aku sengaja ngajak kamu kesini buat nikmati pemandangan nya. Aku jamin kamu gak akan nyesal". "Dari awal aku ngeliat, aku sudah menyesal ke sini". Jawab Dika. Kandil menatap tidak percaya. Bagaimana Dika bisa mengatakan hal itu?. Membuat nya marah dan juga kecewa. "Oke!. Terserah kamu!". Kandil pun langsung berbalik menghampiri Ijal kembali. Meninggalkan nya begitu saja. Dan Dika tidak memperdulikan nya, ia hendak pergi. Namun, saat melihat Kandil akan benar-benar ikut terbang dengan layangan besar itu membuatnya was-was dan cemas. Dika kembali menghampiri istrinya yang keras kepala. "Kamu mau naik?". Tanya Dika. "Iya!". Jawab Kandil dengan ketus. Ijal mulai memasangkan pengaman ke pinggang istrinya. "Bahaya Kandil!". Kata Dika kesal. "Gimana kalau jatuh?". "Ini aman Dik, aku sudah sering melakukan ini". Jawab Kandil. Maka Dika tidak lagi mengatakan apapun. Pria itu membiarkan Kandil melakukan nya. Ia memilih untuk menunggu saja. Sesekali bergidik sendiri ketika matanya menatap ke bawah sana. Lalu menghela napas kasarnya. Ia memilih mundur, dan memperhatikan istrinya yang sedang bersiap dengan di beri beberapa arahan oleh Ijal. Ia akan membunuh pria itu dan menutup tempat ini jika istrinya kenapa-napa. Itu yang ia niatkan dalam hati begitu melihat Kandil mulai berseru sambil berlari dan melompat. Jantung nya langsung berdetak kencang saat itu juga. Bahkan ia nyaris hendak berlari untuk menghentikan nya. Suara seruan kencang Kandil terdengar. Istrinya terlihat menikmati terbang di atas sana. Ia menghela napas, matanya terus mengikuti arah layangan yang membawa istrinya terbang. Tidak lepas sedetik pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD