Selesai menjemur cucian nya yang tidak seberapa. Kandil langsung memutuskan untuk memasak untuk makan siang.
Kedua orang tuanya masih belum terlihat hingga ia selesai masak.
Membuatnya menelfon, dan ternyata terkaan nya benar. Mereka berada di rumah Bang Rangga, semalam menginap di sana dengan alasan ingin memberi waktu untuk ia dan Dika sebagai pengantin baru.
Ia hanya menghela napas, dan kemudian memutuskan untuk naik ke kamar nya lagi. Siapa tau suami nya itu masih tidur.
Namun salah, ketika ia membuka pintu. Dika seperti dengan terburu mengancingi kemeja merah bata nya di depan cermin.
Dengan rambut yang sedikit basah. Pertanda ia sudah membersihkan diri.
"Kamu.. mau kemana?". Tanya Kandil heran dan bingung.
Dika menaikkan mata nya pada cermin di depan nya. Menatap Kandil yang berdiri di belakang nya.
"Aku harus ke kantor". Jawab Dika seperti biasa.
Jawaban itu berhasil membuat Kandil melongo. Menatap tidak percaya pada Dika.
Ayolah, mereka baru menikah kemarin. Baru 24 jam. Dan sekarang Dika harus bekerja?. Yang benar saja.
Bahkan ia sendiri sudah mengambil cuti nikah nya selama satu Minggu. Sedang kan Dika?.
"Kamu gak ambil cuti?". Tanya Kandil sudah menahan kesal.
"Aku gak bisa meninggalkan pekerjaan ku". Jawab Dika tanpa rasa bersalah.
Pria itu langsung beralih pada laptop nya yang terbuka. Sambil memasang dasi nya.
Melihat itu membuatnya semakin emosi. Tapi ia menahan nya. Di hampiri suami nya yang seperti terburu itu. Ia menarik lengan itu agar memutar menghadap nya. Di ambil alih dasi itu dan menyimpulkan nya.
Dika sampai terperanjat di buatnya, pria itu menatap istrinya yang fokus menyimpulkan dasi hitam nya. Kemudian bibir itu tertarik membentuk bulan sabit. Jika bukan karena ia terburu haru ke kantor. Ingin sekali ia berlama-lama memandangi Kandil yang memang sangat cantik.
Wanita itu tumbuh lebih dewasa, namun kecantikan nya tidak pernah luntur. Istrinya sangat cantik. Dimatanya, ia belum pernah melihat lebih cantik dari pada sang istri.
"Besok bisa kamu ambil cuti? Aku mau ke puncak". Kata Kandil mengusap kedua bahu Dika dan mengalungkan kedua lengan nya di sana.
"Besok?". Kandil mengangguk dengan senyuman manis.
Dika menelan ludah melihat senyum itu. Kemudian dahi nya mengernyit dalam. "Harus besok?".
"Kamu gak bisa?".
"Nanti aku lihat jadwal ku lagi". Jawab Dika dengan datar.
Kandil menghembuskan napas kasar, melepaskan leher itu dan berbalik keluar dari dalam kamar.
Dika terdiam, dahi nya mengerut lagi. Bingung dengan respon barusan. Apa ia berbuat salah?.
Tapi ia tidak ingin terlalu memikirkan nya. Dika harus segera tiba di kantor nya satu jam lagi. Maka dengan segera ia menyambar tas dan laptop nya. Lalu bergegas keluar dari dalam kamar.
***
Ia sendirian di rumah, dan tidak ada pekerjaan. Suami nya sudah berangkat ke kantor dua jam yang lalu.
Lelah. Tidak tau harus bagaimana. Ia tidak tau cara menyikapi Dika. Pria itu... Seolah tidak memprioritaskan nya. Membuat nya kesal dan juga marah.
Suami apaan yang tidak memprioritaskan istrinya?.
Kandil menghela napas berat nya. Wajar Dika bersikap begitu. Pria itu menikahinya karena desakan Ibu nya. Dan permintaan itu sudah di turuti. Maka semua beban pria itu sudah selesai. Lalu dengan tanpa masalah Dika kembali menjalani aktivitas seperti biasa.
Sedangkan dirinya harus berbanyak untuk bersabar seperti nya.
Menyimpan banyak stok kesabaran untuk menghadapi suami egois nya itu.
Ia pun sudah mulai bosan menatap layar tv yang sedang menanyangkan acara yang tidak sama sekali ia ketahui.
Dan sama sekali tidak menarik, sudah hampir puluhan kali ia menggonta-ganti channel nya sejak dua puluh menit yang lalu ia duduk di sofa.
Hingga suara mobil Papanya terdengar dari luar. Membuatnya langsung menoleh ke pintu utama.
Ia langsung bergerak bangun dan berjalan keluar rumah.
"Sayanngg.." seru Mama Dengan nada riang.
Kandil tersenyum lebar, ia langsung menyambut sang Mama dengan pelukkan. "Kangen ih".
"Lha, sudah punya suami juga". Kata Sang Mama dengan kerlingan menggoda.
"Haha ... Tau nih" timpal sang Papa menggoda nya. "Mana Dika?".
"Kantor" jawab Kandil dengan malas.
Mama dan Papa nya saling melempar tatapan. Sedangkan Kandil langsung memilih untuk berbalik masuk kedalam rumah. Membuat mereka berdua tersenyum melihat sikap anak nya yang seperti kesal sepertinya.
"Lagi bad mood ya?". Tanya Papa menyusul.
"Biasa aja". Jawab Kandil membanting diri ke sofa.
"Gak rela ya, di tinggal kerja suami?" Goda Papanya lagi.
"Gak juga. Cuma kesal aja". Jawab Kandil lagi.
Ia kembali teringat, bagaimana pria itu pergi begitu saja. Bahkan tidak sempat menyentuh makanan yang sudah susah payah ia masak. Ingatkan dirinya, untuk tidak akan pernah memasakkan apapun lagi untuk pria kaku itu.
Kedua orang tua nya hanya tersenyum geli sendiri melihat anak nya yang memasang muka kesal dan cemberut nya. Sang Mama langsung mendekat dan memeluk nya.
"Jadi, kalian rencana mau kemana?". Tanya Mamanya mengalihkan mood anak nya.
"Aku mau ke Villa kita yang di puncak.". Jawab Kandil tidak bersemangat.
"Oke, nanti Mama minta mang Ferdi buat menyiapkan keperluan kalian di sana". Jawab Mama yang di angguki setuju oleh Papanya.
"Udah, mungkin Dika ada kerjaan yang mendesak. Jadi, jangan cemberut gitu dong. Besok kan masih bisa dua-duanya nya". Kata Papa nya kemudian tertawa.
Kandil mendelik semakin kesal. Ia beranjak dari sofa nya langsung memilih untuk menuju tangga.
"Itu juga kalau Dika rela ninggalin kerjaan nya". Gumam Kandil benar-benar ingin mencabik-cabik pria menyebalkan itu.
Kedua orang tuanya hanya menggeleng melihat sikap putrinya yang manja itu. Lalu sama-sama tersenyum geli sendiri.
***
Dika baru keluar dari ruang rapat setelah hampir tiga jam berada di dalam. Ia melirik jam di tangan nya. Sudah pukul tiga sore. Pantas saja perut nya terasa sangat lapar. Sejak pagi ia tidak makan apapun.
Ia hanya meminta OB untuk di buatkan s**u coklat dan dibawakan roti ke ruangan nya. Lalu kembali bergelut dengan pekerjaan nya lagi.
Di ambil nya beberapa berkas, dan membuka nya.
"Permisi mas?" Seorang laki-laki muda mengetuk pintu ruangan nya.
Dika menoleh sebentar, dan laki-laki itu masuk sambil membawakan sebuah nampan.
"Saya minta roti aja, Di". Jawab Dika tanpa menoleh.
"Eh? Mbak Raquel, nyuruh saya juga bawa ini buat Mas. Katanya mas pasti belum makan". Jelas Adi, si OB yang bekerja di kantor nya.
Dika menghela napas. Kemudian mengangguk saja. Ia pun menyuruh Adi pergi setelah menaruh segelas s**u dan sabungkus makanan yang entah apa.
Ia menggeser kan laptop nya kesamping. Lalu menarik nampan itu. Di sesap nya s**u hangat itu sedikit.
Dan tiba-tiba ia teringat pada istrinya. Pagi tadi, ia hanya meminum segelas s**u buatan Kandil. Rasa nya enak, dan ia menyukai nya.
Di sesap nya sedikit s**u coklat itu. Dan rasanya tidak seenak buatan istrinya. Memikirkan itu membuat nya langsung menggelengkan kepala. Mulai merasa ada yang aneh. Ia teguk sedikit lagi s**u itu. Lalu mulai kembali menarik laptop nya. Mengabaikan makanan yang sudah di belikan oleh Raquel.
Ia tidak suka makan dari pemberian orang lain. Entah sudah terbiasa atau terlalu berhati-hati. Kalau ia mau, pasti akan ia beli sendiri. Jadi, ia lebih memilih untuk melanjutkan perkejaan nya agar ia bisa langsung pulang, kemudian bertemu dengan Kandil.
Kandil ?.
Jemarinya kembali berhenti di udara kala nama itu kembali muncul di kepalanya. Lalu ia menyungging senyum tipis sambil menggeleng kepalanya.
***
Pukul delapan malam Kandil turun dari kamar nya. Ia sudah membereskan barang-barang untuk berangkat besok pagi. Termasuk barang-barang nya Dika.
Sejak Dika berangkat ke kantor, pria itu belum mengabari nya hingga sekarang.
Membuat nya sedikit kesal sebenar nya. Tapi, ia mencoba untuk tidak mengambil pusing dan tidak mau terlalu memikirkan nya.
Dika bisa ikut atau tidak, ia akan tetap pergi sendiri.
"Mau kemana?" Tanya Papanya ketika ia akan melintasi ruang keluarga.
"Ke depan, Pa". Jawab nya dengan senyuman kecil.
Kedua orang tuanya mengangguk. Ia pun melanjutkan langkah ke teras depan rumah orang tuanya. Namun, ia mendengar suara Mama yang menggoda nya.
"Sekarang ada yang di tungguin kalau malam. Coba dulu, abis makan malam langsung ngedekam di kamar."
Ia hanya menghela napas berat mendengar sindiran itu. Memilih untuk mengabai kan nya dan keluar.
Kandil tidak tau suami nya mengerjakan apa sehingga jam segini masih belum pulang. Atau, pria itu lupa jika sudah menikah dan istrinya masih di rumah orang tua.
Tidak aneh jika itu terjadi pada Dika. Pria cuek yang seolah hidup sendiri di bumi ini.
Ia tidak sedang menunggu kepulangan Dika. Menurut nya!. Ia hanya duduk-duduk di teras sambil membuka-buka majalah. Walau sesekali matanya menoleh ke arah gerbang.
Ia menampik jika di tuduh sedang menunggu suami nya pulang.
Hampir setengah ia duduk di teras. Suara klakson mobil terdengar. Pak Imam, yaitu Satpam rumah orang tuanya langsung keluar dari pos nya untuk membuka gerbang. Ia melihat sinar lampu sorot mobil di balik sana. Dan ketika gerbang di buka lebar. Sebuah mobil BMW warna biru elektrik melaju hingga berhenti di carport rumah nya.
Ia bisa melihat siapa yang duduk di balik kemudi.
Membuatnya tidak sadar jika sudah menutup majalah di pangkuan nya. Lalu beranjak ke ujung teras rumah.
Dika tidak pernah berharap jika akan ada orang yang menyambut kepulangan nya. Ia sudah terbiasa sendiri. Namun, malam ini ia sedikit terkejut dan senang saat tiba di rumah mertua nya. Melihat Kandil duduk di teras rumah menunggu nya.
Pria itu sempat menyunggingkan senyum kecilnya. Tidak langsung keluar dari dalam mobil, memilih untuk memandangi Kandil sejenak.
Dan, kejadian pagi tadi langsung berputar di kepalanya. Ia masih sangat ingat, bagaimana rasa bibir tipis merah muda itu. Sampai ia tidak bisa berhenti untuk mengulum nya.
Dengan tanpa melepaskan tatapan nya pada Kandil.
Dika membuka pintu dan turun dari mobilnya.
Ia mengulum senyum kecil, melihat istrinya berdiri di ujung teras. Dan dirinya mendekat, menghampiri wanita cantik itu.
Ya, Kandil sangat lah cantik.
Dika tidak akan pernah mengelak akan hal tersebut. Jika, ada yang bertanya siapa wanita paling cantik?. Maka ia akan dengan bangga mengatakan. Kalau wanita itu adalah istrinya.
Itu jawaban yang sejak dulu ia pegang. Sejak pertama ia melihat wanita itu.
"Hai". Kata Dika mendekat.
Kandil tersenyum, dan baru hendak membuka mulut untuk membalas sapaan Dika. Pria itu sudah lebih dulu mencium nya.
Dika mengecup bibir nya. Kemudian menarik diri sejenak. Lagi, ia merasa tidak cukup. Sehingga kembali mengecup nya. Dan kemudian melumat bibir tipis itu. Kandil masih terdiam karena keterkejutan.
Hingga ia sadar dan langsung mendorong d**a pria itu agar menjauh.
Dika menatap tanya. Bingung dengan respon Kandil. Apalagi dengan muka istrinya yang memerah. Antara marah dan malu. Karena, Pak Imam melihat adegan tersebut. Itu lah alasan Kandil mendorong pria itu.
"Ingat tempat dong" tegur Kandil dengan suara pelan. Matanya melirik Pak Imam yang sudah masuk ke dalam pos dengan mesem-mesem.
Dika ikut menoleh kebelakang, namun tidak terlalu perduli. Ia hanya ingin mencium istri nya, apa salah?. Toh mereka sudah menikah. Mereka yang masih pacaran saja berani ciuman bahkan lebih di depan umum.
"Yaudah, kita lanjut di kamar saja". Ujar Dika sambil berlalu masuk kedalam.
Kandil sudah membuka mulut nya tidak percaya. Namun, pipi nya yang sudah merah menjadi bertambah merah sekarang.
Pria itu sudah berani menggoda nya!. Apa-apaan itu.
Dika sempat mengobrol sebentar dengan Papa dan Mama mertuanya. Berbasa-basi yang sebenarnya tidak lah berguna. Tapi, dengan kesopanan Dika harus melakukan nya.
Hingga ia pamit untuk ke kamar agar bisa segera mandi dan bertukar baju.
"Kamu mau makan?". Tanya Kandil begitu mereka sudah di kamar.
"Boleh". Jawab Dika sambil melepaskan dasi nya.
"Yaudah, aku siapin dulu". Katanya hendak kembali keluar.
Tapi Dika menahan nya. "Bentar". Kata nya menarik tangan Kandil untuk mendekat.
Kandil selalu saja tidak bisa berkutik setiap kali sepasang mata Dika menatap tepat ke manik matanya. Sama seperti pagi tadi, ia tidak bisa menolak kala Dika menyentuh nya.
Ia juga tidak bisa menolak ketika suami nya menyudutkan nya ke meja rias dan mencium bibir nya.
Ia justru dengan senang membalas ciuman itu. Dika, benar-benar ingin melanjutkan yang terhenti di teras tadi.
Bibir itu mengulum dengan lembut. Menikmati dengan penuh rasa. Mengecap setiap inci bibir nya. Ia nyaris mengerang kala tangan pria itu meremas pinggul nya.
Hingga entah siapa yang memulainya lebih dulu. Tiba-tiba ia tersadar ketika pria itu sudah memasuki nya lagi.
Dengan posisi Dika berdiri dan ia duduk dengan kaki terbuka di atas meja rias.
"Ahk". Kandil mendesah tertahan ketika Dika menusuk nya di bawah sana.
Ia hanya memeluk bahu pria itu dan menikmati penyatuan mereka yang tanpa di rencanakan. Namun, terasa sangat nikmat. Apalagi ketika mendengar pria itu ikut mengerang frustasi dan mendesah kan namanya. Mendengar racauan v****r yang sangat seksi. Sehingga membuatnya semakin ingin terus di masuki lebih dalam lagi.
Penganten baru....
Masih hot-hot nya ..hahahha