Prolog

333 Words
            Wanita hampir kepala tiga itu berlari di sepanjang lobby bandara.  Sepatu kets-nya berdecit saat ia menghentikan langkahnya mendadak. Nafasnya tersengal, sorot matanya panik melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. Pukul 10.45!             Ayolah cepat! Batinnya menggerutu. Kepalanya celingukan mencari celah untuk menyelinap di antara gerombolan manusia yang memenuhi lobby bandara. Jadwal penerbangannya pukul 11.20!             Hari ini adalah hari bersejarah baginya. Ia akan terbang bersama beberapa rekan sejawat dokter untuk menghadiri sebuah simposium di Berlin dan jurnalnya terpilih untuk dipresentasikan di depan ratusan dokter dan calon dokter spesialis anak seluruh dunia! Tapi sial, wanita awet jomblo itu justru merusak momen berharganya dengan bangun kesiangan.             Ia berlari gesit menuju rekan-rekannya begitu selesai melakukan check-in.                       “Begini ini kalo hidup sendiri alias jomblo, bangun kesiangan mulu.” Ejek salah satu temannya. Segera ia balas dengan tatapan setajam silet. Yang lain tertawa ringan, ia masih berusaha mengatur nafas setelah berlarian sejak tiba tadi.             “Yuk lah kita masuk, 30 menit lagi nih.” Seorang pria hampir setengah abad, yang tampak paling disegani di antara mereka berjalan mendahului. Membuat lima orang lainnya yang jelas tampak lebih muda mengekor di belakangnya termasuk Elvina.             Lorong menuju pintu pesawat hening. Elvina sedang menghemat tenaga karena energi dari sarapannya sudah ia habiskan untuk berlari dari pintu masuk bandara hingga ke ruang tunggu. Tiba-tiba ekor matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal. Bahkan ia mengenal dengan baik caranya berjalan. Ia menoleh seketika. Hatinya berdegub sangat kencang.             Di sana, di lorong yang mengarah ke pintu masuk kru pesawat tampak sesosok pria mengenakan seragam pilot yang amat ia kenal. Tapi ia ragu, wajahnya hanya tampak sebagian. Ia membelakangi pandangan Elvina. Hatinya masih berdegub sangat kencang.             Ah, mana mungkin! Dia kan bukan pilot! Geletar yang menjalari hatinya seketika berhenti. Ia kembali memijak alam sadarnya. Elvina melangkahkan kakinya ringan mengikuti rombongannya. Sementara lelaki berseragam pilot itu mencari-cari sosok yang sempat menarik perhatiannya tadi. Ia menatap lorong di seberang yang mengarah ke pintu penumpang. Tidak lama karena seorang seniornya segera menyadarkannya. Namun, sekilas ia masih mencari dengan ekor matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD