Chapter 7 - Aku Akan Memperbaiki Semuanya

1011 Words
Sepanjang hari, Alvarro tidak fokus melakukan pekerjaannya. Pikirannya penuh dengan bayangan sekretarisnya itu. "Mampir di toko buku depan Pak Nono," seru Alvarro kepada supir pribadinya. "Baik, Tuan," jawab supirnya dengan sopan. Alvarro keluar dari mobil dan berdiri di depan toko buku. "Baiklah! Aku bertekad untuk mempertahankan sekretarisku!" "Aku tidak ingin kehilangan sekretaris berbakat seperti dia!" "Aku akan memperbaiki semuanya!" Gumam Alvarro dengan mantap kepada dirinya sendiri. Dia mulai berkeliling di dalam toko buku. Matanya terus mencari buku-buku yang sesuai dengan pikirannya saat ini: cara menjadi pemimpin yang baik, cara menjadi CEO yang baik di saat genting, cara mengetahui isi hati pegawai, cara mendidik anak yang nakal, cara memahami pola pikir karyawan, cara memperhatikan karyawan dengan baik, dan masih banyak lagi buku yang menarik perhatiannya. Sesampainya di kasir... Jreng jreng... Lebih dari tiga puluh buku tersusun tinggi di meja kasir. "Ada member, Pak?" tanya petugas kasir dengan ramah. "Tidak ada," jawab Alvarro santai. Kurang lebih sepuluh menit, petugas kasir menyelesaikan proses scan dan menyusun buku-buku tersebut ke dalam beberapa paper bag. "Terima kasih, Pak," ucap petugas kasir ramah setelah menerima pembayaran. Kedua tangan Alvarro bersusah payah mengangkat paper bag yang berat. "Ckkk... lumayan berat juga," gumam Alvarro. Namun, seperti biasa, dia tetap memasang wajah datarnya. Sang supir yang melihat Alvarro kesulitan langsung menghampiri tuan besarnya. "Saya bantu, Tuan," ujarnya sopan sambil mengambil paper bag dari tangan Alvarro. Kurang lebih dua puluh menit kemudian, akhirnya Alvarro tiba di apartemennya. Bip bip bip "Apaan tuh?" suara seorang pria terdengar ketika Alvarro membuka pintu apartemennya. Dengan tatapan tajam seolah ingin membunuh, Alvarro melihat sepupunya yang selalu tidak tahu malu masuk seenaknya ke dalam apartemennya. Tidak lain adalah Vincent. "Ngapain ke sini?!" ketus Alvarro cuek, tanpa menjawab pertanyaan sepupunya. "Aku rinduuu padamu, sepupuku!" ujar Vincent dengan nada berlebihan sambil mendekati Alvarro. Dengan santainya, dia membuka salah satu paper bag yang dibawa Alvarro. "Jijay!" seru Alvarro sambil bergidik ngeri mendengar cara bicara sepupunya itu. Vincent membaca satu per satu buku yang dia keluarkan. Namun, dari semua judul buku, matanya terfokus pada salah satu judul: Cara Mendidik Anak yang Nakal. "Varro, kamu udah punya anak?!" seru Vincent dengan tampang speechless. Dia tidak menyangka kalau Alvarro sudah memiliki anak. Plakk! Jitakan keras mendarat tepat di kepala Vincent. "Kalau ngomong jangan suka ngaco!" kesal Alvarro. "Lah... terus ini apa?" cerca Vincent sambil menunjuk buku dengan sampul berwarna-warni. "Ohhh..." gumam Alvarro singkat, kemudian merebahkan dirinya di sofa. "Aku pusing! Sekretarisku tiba-tiba ingin mengundurkan diri!" keluh Alvarro. "Maksud kamu Aresha?" tanya Vincent kaget. "Ya, Aresha!" "Lalu? Gimana?" cerca Vincent penasaran. "Ya aku tolak lah!" jawab Alvarro enteng. Vincent langsung saja menepuk jidatnya, mengingat kejadian tadi pagi. "Kenapa kamu tolak?" tanya Vincent penasaran. Padahal, ini bukan pertama kalinya Alvarro gonta-ganti sekretaris. Namun, memang hanya Aresha yang bertahan paling lama. Biasanya, sekretaris Alvarro hanya bertahan enam bulan sampai satu tahun. "Come on! Di mana lagi aku bisa mendapatkan sekretaris sempurna seperti Aresha?! Aku akan memperbaikinya! Tidak mungkin seorang Aresha bisa melakukan kesalahan kecil seperti salah membeli kue atau datang terlambat. Dan yang aku bingung, style-nya ke kantor hari ini... Dia sangat ANEH!" jelas Alvarro panjang lebar. "Pantas saja, Aresha pagi ini beli strawberry cake! Punya bos nggak tahu diri seperti ini memang pantas dikasih pelajaran sesekali," batin Vincent. "Style Aresha pagi ini nggak ada yang salah... Malah cantik banget kok!" seloroh Vincent sambil membayangkan wajah Aresha. Bukkk! Alvarro kembali melemparkan bantal sofa ke wajah Vincent. "Jangan membayangkan yang aneh-aneh!" serunya kesal kepada Vincent. Bukkk! Vincent melempar balik bantal sofa ke arah Alvarro. "Otak kau aja yang m***m!" balas Vincent. Sontak, wajah Alvarro memerah. "Nah kan! Lu yang m***m!" celutuk Vincent sambil menggoda Alvarro. "Ckk!" decak Alvarro sambil membuang wajahnya dari tatapan Vincent. "Terus kuenya kamu makan?" tanya Vincent penasaran. "Heem... gak usah dibahas! Eh, jadi lu tahu dong kalau sekretarisku beli strawberry cake?" selidik Alvarro. "Iya lah!" jawab Vincent santai. "Lalu kenapa kamu gak larang Aresha beli tuh kue racun?" tanya Alvarro dengan tatapan tajamnya. "Yah, mana aku tahu kalau tuh kue buat kamu!" kilah Vincent sambil menghindari tatapan Alvarro. Namun, tidak segampang itu Alvarro percaya dengan kata-kata Vincent. "Yakin?" tanya Alvarro lagi, kini sudah berdiri dari duduknya. Sementara itu, Vincent terus merapatkan tubuhnya ke sudut sofa karena Alvarro semakin mendekat seolah ingin menerkamnya. "Yakin lah!" jawab Vincent kikuk. Alvarro memicingkan matanya dan langsung mencengkeram kerah baju Vincent, mengguncang tubuh sepupunya itu. Dia yakin seratus persen kalau sepupunya sedang menutupi sesuatu. "Kamu tahu, hah?! Aku terpaksa makan tuh kue racun! Sekali lagi kamu tidak memberi kabar penting seperti itu, kamu dilarang seumur hidup datang ke apartemenku!" seru Alvarro sambil terus mengguncang tubuh Vincent dan mengancamnya. Karena hanya apartemen Alvarro-lah tempat pelarian teraman Vincent dari kedua orang tuanya, Vincent langsung menyerah. "Ampun, ampun!" seru Vincent dengan wajah memelas. "Ckkk!" decak Alvarro, kemudian melepaskan kerah baju Vincent yang sudah berantakan. "Tapi aku gak sangka kalau Aresha bakal ngasih ke kamu, Var!" bela Vincent. "Lalu?" "Yah, aku pikir itu buat si Aresha yang makan!" jawab Vincent santai. "Tunggu, tunggu!" seru Alvarro tiba-tiba. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan nada bicara Vincent. "Apa?" tanya Vincent ikut bingung. "Dari tadi aku perhatikan, kamu sepertinya sangat akrab dengan sekretarisku itu!" seru Alvarro dengan nada tidak senang. "Ya iyalah! Aresha sering nongkrong di kafe aku! Apalagi kalau mulai menggerutu tentang bosnya yang kejam! Nama sekretarisnya sendiri tidak dihafal! Apalagi dengan setumpuk pekerjaan dan lembur tiada ampun!" seloroh Vincent tanpa sadar keceplosan. Spontan Vincent menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan mendapati tatapan membunuh dari Alvarro. "Apa maksud kamu?" tanya Alvarro dengan nada suara yang mencekam. "Eh... kayaknya aku harus balik, Var!" ucap Vincent panik. "Vincent!!!" seru Alvarro menekan suaranya. "Katakan apa yang kamu tahu tentang Aresha!" lanjut Alvarro. "Eh?" Vincent tidak mengerti maksud Alvarro. Dia berpikir kalau Alvarro sedang marah. "Cepat katakan! Bisa jadi karena itu semua, sekretarisku ingin mengundurkan diri!" seru Alvarro. Akhirnya, dengan sedikit ancaman dan paksaan, Vincent bercerita tentang keluh kesah Aresha selama bekerja. "Tapi dari itu semua... dia bilang merasa sangat bahagia bisa bekerja di sini!" lanjut Vincent. "Hmmm... Baiklah! Aku akan memperbaiki semuanya!" seru Alvarro penuh semangat. Membuat Vincent geleng-geleng kepala dan tersenyum penuh arti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD