Raja Liu Wei memasuki ruangannya dengan langkah yang pelan. Kepalanya masih saja memikirkan tentang perubahan yang terjadi pada Putri Jia. Ia seperti melihat dirinya dan mantan permaisuri pada diri Putri Jia. Apakah selama ini dia yang salah?
Raja Liu menggelengkan kepalanya pelan. Tidak mungkin. Jia bukanlah Putrinya. Raja Liu masih menyanggah semua pemikirannya.
^^^
Hari sudah sangat siang. Mataharipun sudah beranjak tinggi, mengeluarkan cahayanya yang menyengat kulit.
Xera baru saja selesai sarapan. Ia memang bangun agak siang, lantaran tidak bisa tidur, karena memikirkan banyak hal.
Hanya Raja Liu dan permaisurilah yang datang mengunjungi gadis itu selama sakit. Tidak ada orang lain. Xera juga tidak berharap untuk dikunjungi oleh orang lain. Ia hanya miris melihat kehidupan gadis ini. Begitu kesepian, dan tersiksa. Lebih baik gadis ini dibiarkan untuk tinggal di luar istana saja.
Tidak ingin menghabiskan waktunya hanya dengan duduk saja, Xera mengajak Meng Mei untuk keluar, dan berjalan-jalan di sekitaran lapangan tempat para prajurit berlatih.
Xeraa berhenti tepat di pinggir lapangan. Memperhatikan dengan serius cara para prajurit berlatih.
Kondisinya memang jauh lebih baik dari pada kemarin. Saat ini ia masih tidak ingin keluar istana. Ia harus memikirkan cara terbaik untuk bisa keluar dari istana dengan aman, dan tanpa di ketahui oleh orang lain.
Kening gadis itu sesekali mengernyit, matanya masih memandang cara berlatih para prajurit.
Huft
Mulutnya mengeluarkan nafas kasar. Xera geram sendiri melihat cara para prajurit bertarung. Tangannya gatal ingin mengajari mereka, cara menggunakan pedang yang baik, agar tidak kaku.
Pergerakan para prajurit terlalu mudah dibaca. Tidak sampai 5 menit, Xera yakin, mereka akan tumbang, jika berada di medan perang.
Gadis itu melangkahkan kakinya lebih dekat ke arah tempat para prajurit berlatih. Ia mendapati Pangeran Qiang Wei dari selir kedua dan pangenran Shan Wei dari selir ketiga, sedang mengawasi jalannya sesi latihan.
Pangeran Qiang dan Shan yang sedang mengawasi dari depan dan belakang barisan, kini memusatkan perhatiannya kearah Xera. Mereka mengernyit bingung. Bukankah, Putri Jia sedang terluka parah? Bagaimana bisa sang Putri sudah berada disini, dan terlihat baik-baik saja.
"Long time no see Pangeran!" teriak Xera dari posisinya. Qiang dan Shan hanya mengerutkan keningnya bingung. Mereka sama sekali tidak mengerti Putri Jia sedang menggunakan bahasa apa.
Xera berjalan lebih mendekat lagi kepada Pangeran Qiang, yang kebetulan sedang menjaga posisi baris depannya. Dan dengan santai gadis itu berucap "Permainan kalian kaku sekali" Xera masih memandang permainan pedang prajurit.
"Apa maksudmu?" Pangeran Qiang berujar marah. Tidakkah Xera tahu, jika mereka berdua merupakan salah satu orang terhebat di istana.
"Permainan kalian kaku sekali" ucap Xera, mengulangi perkataanya. "Apakah aku juga harus menjelaskan mengapa aku mengatakan itu?" Xera memandang sinis ke arah Pangeran Qiang.
Pangeran Qiang tersenyum miring. "Jadi, seperti apakah permainan pedang yang bagus itu Putri Jia?" tantangnya.
Putri Jia akhirnya menolehkan wajahnya kepada Pangeran Qiang, memandang Qiang tepat di kedua bola matanya. "Perlu kutunjukan?" bisiknya pelan, namun masih bisa didengar jelas oleh Qiang.
Tanpa pikir panjang, Pangeran Qiang melemparkan sebuah pedang kearah Xera, dan langsung mengambil gerakan kuda-kuda.
Qiang rasa, tidak ada salahnya meruntuhkan wajah Putri Jia yang terlalu yakin hebat itu.
Meng Mei yang melihat itu langsung mendekat. Dengan cepat tangannya menarik lengan pakaian sang Putri.
"Tuan Putri, mohon maaf atas kelancangan saya. Anda tidak boleh melakukan ini, anda baru saja pulih" ucap Meng Mei menunduk.
"Kau tenanglah. Tolong minggir Meng Mei. Aku tidak ingin kau terluka" balasnya.
"Tapi Putri,," ucapan Meng Mei terpotong oleh tindakan Pangeran Qiang yang tiba-tiba saja menyerang. Xera bahkan sampai mendorong Meng Mei menjauh, agar tidak terkena serangan.
"Beginikah cara seorang Pangeran memperlakukan perempuan? Sungguh pecundang" cibir Xera.
Tanpa menunggu apa-apa lagi, Xera langsung memberikan serangan telak. Tadinya ia ingin bermain dengan santai. Tapi melihat Pangeran Qiang yang hampir mencelakai dayangnya, ia jadi ingin memberikan pelajaran kepada Pangeran Qiang.
Kini pedang Xera sudah berada disamping leher Pangeran Qiang. Bergerak sedikit, Xera yakin, akan ada luka goresan pada leher Pangeran Qiang. Parahnya, jika Xera ingin, ia bisa saja langsung menebas leher Pangeran Qiang.
"Aku bisa saja langsung menebas kepalamu Qiang. Tapi aku bukan pecundang" sinis Xera, kemudian melempar pedangnya begitu saja.
Semua orang yang melihat permainan pedang Xera, membelalakan matanya tidak percaya. Putri Jia mampu melawan Pangeran Qiang, yang sudah terkenal dengan permainan pedangnya.
Disudut lapangan, Putra Mahkota Renshu melihat semuanya. Tatapan wajahnya masih datar. Tidak ada yang bisa mengartikan tatapan dari sang Putra mahkota.