Jangan anggap remeh orang terdekat, bisa jadi mereka adalah musuh yang nyata. Cermatlah dalam menilai, bahwa sampul tidak bisa dijadikan stempel kebaikan.
~~**~~
Gauri terjaga ketika sayup-sayup mendengar gelak tawa dari kamar sebelah. Kamar yang dihuni oleh Sella. Tawa itu membuatnya terusik, padahal matanya masih sangat berat. Gauri bangkit dengan malas, dilihatnya bekas tangisan di atas bantal yang berbentuk seperti pulau.
Sebanyak itukah dia menangis?
Gauri mengambil ponsel, berniat untuk melihat pukul berapa sekarang. Namun, ia tercengang menyaksikan betapa banyak panggilan dari Denis yang ia abaikan.
80 panggilan tak terjawab.
Begitu kalimat yang tertera di layar ponselnya.
Ketika hendak menghubungi Denis kembali, tiba-tiba Gauri teringat kata-kata ayah dan ibunya siang tadi.
“Kamu bisa putus dengannya.”
“Dia hanya menjadi kekasihmu, Gauri. Bukan suami. Lalu apa salahnya jika kalian memutuskan hubungan. Hal itu sama sekali tidak merugikan pihak mana pun.”
Gauri tidak jadi menekan tombol hijau saat hatinya belum siap untuk berbicara dengan pria itu.
Sebelum meletakkan kembali ponselnya, Gauri sempat membaca puluhan pesan yang Denis kirimkan.
Sayang, kamu di mana? Jalan yuk!
13:00
Kamu sibuk, ya?
13:09
Kok nggak angkat panggilan aku, sih? Kamu baik-baik aja, kan?
13:40
Sayang! Please, jangan diamkan aku seperti ini.
14:20
Sayang, aku ke rumah, ya! Perasaan aku tiba-tiba nggak enak.
16:32
Gauri melihat pesan Denis yang terakhir, hanya berselang 5 menit dari sekarang.
Karena merasa bersalah telah membuat pria itu cemas, Gauri berniat untuk mengirim kabar. Juga mencegah agar Denis tidak benar-benar datang.
Baru saja jemarinya ingin mengetik, tulisan ‘sedang mengetik’ tertera di layar bagian atas. Rupanya Denis mengetahui jika kini Gauri sedang online, dengan bukti pesannya sudah bercentang dua dengan warna biru.
Sayang, kamu kemana aja?
Gauri yang hendak membalas, kalah cepat dengan panggilan masuk dari Denis yang mengajaknya video call.
Dalam keadaan seperti ini, tentu Gauri tidak ingin berbicara dengan Denis. Penampilannya akan membuat pria itu curiga. Apalagi dengan matanya yang bengkak, feeling Denis pasti tepat sasaran dan mengetahui jika Gauri menangis.
Digesernya tombol mereh ke atas. Lalu Gauri mengetik beberapa kalimat balasan dengan berat.
Maaf tidak sempat menerima panggilan dari kamu. Aku sibuk merancang seharian.
Gauri memberi alasan yang biasanya akan dipercayai Denis.
Tapi aku ingin bicara. Sebentar aja, bisa?
Denis terlihat ngotot mengajaknya bicara.
Aku mau makan. Lapar!
Gauri kembali mengetik balasan yang beralasan, yang tentu saja akan dipahami Denis.
Ya udah. Makan yang banyak ya, Sayang. Jangan lupa jaga kesehatan.
Gauri tersenyum dengan perhatian Denis.
Kamu juga.
Balas Gauri singkat.
Terakhir, Gauri menerima stiker berbentuk hati. Namun, ia sudah tidak membalasnya lagi. Melainkan menyimpan kembali ponselnya di atas nakas, lalu menuruni ranjang dengan malas.
Gauri masih mendengar gelak tawa di kamar Sella, karena rasa penasaran, akhirnya dia memilih keluar. Melalui kamar Sella yang sedikit terbuka, Gauri bisa melihat ibu dan adiknya itu sedang bercanda ria. Seperti biasa.
Ditepisnya perasaan cemburu yang membuat hatinya menjadi sakit. Gauri yang selama ini tidak pernah merasakan kasih sayang dan perhatian yang lebih dari ibunya, benar-benar tidak bisa untuk tidak merasa iri pada Sella.
Ketika hendak meninggalkan kamar Sella, kamar yang menampakkan pemandangan tidak enak dipandang mata, langkah Gauri terhenti ketika mendengar namanya disebut.
“Jadi, Gauri menangis?” Suara Sella terdengar tertawa ketika menanyakan itu pada ibunya.
“Iya. Dia benar-benar menyedihkan.” Lalu kemudian jawaban sang ibu membuat hati Gauri semakin hancur.
Dua manusia itu sedang berpesta ria ketika membicarakan kesedihannya. Harusnya sebagi ibu, Bu Rani membela Gauri dan melepaskannya dari masalah pernikahan itu. Harusnya sebagai adik, Sella sama-sama memikirkan jalan keluar untuk membebaskannya dari pernikahan itu.
Namun, sepertinya Gauri tidak akan menerima hal yang diharapkannya dari ibu dan Sella. Buktinya, mereka malah bersenang-senang di atas penderitaan batin yang dialaminya.
“Dia memang pantas mendapatkan itu, Ibu. Salah sendiri, kenapa dia menerima tawaran ayah untuk menandatangani kontrak kerja sama itu.” Suara Sella kembali terdengar.
“Iya. Coba saja jika dia menolak, pasti nama kamu yang akan terseret dalam pernikahan mengerikan ini.” Bu Rani menambahkan.
“Itu juga berkat usul dari Ibu yang berhasil membujuk ayah untuk tidak memaksaku.”
“Iya. Itu semua Ibu lakukan hanya untuk melindungi kamu. Putri tercinta, Ibu.”
“Makasih, Bu. Ibu adalah ibu terbaik di dunia ini.”
Sella segera didekap ibunya.
Gauri meneteskan air mata. Jelas sudah semuanya. Semua sudah jelas jika ini renacana ibu dan adiknya sejak awal.
Benar kecurigaan Gauri sejak awal, ada keganjalan ketika Sella secara suka rela menyerahkan tanggung jawab perusahaan atas namanya. Ternyata ini alasan Sella, dia tidak ingin namanya terlibat dalam bisnis ayahnya.
Gauri jadi menyesal saat mengingat kata-kata Robert sebelum menandatangani kontrak itu.
“Kamu sepertinya sangat buru-buru sekali, Nona. apakah tidak ingin membaca terlebih dahulu?”
“Untuk apa saya membaca ini. Ayah saya pasti lebih memahami.”
Benar sekali, ayahnya memang sangat memahami ini. Hingga dia dengan sengaja menyeret namanya dalam bisnis itu. Ayahnya pasti sudah mengetahui bagaimana akhirnya sejak awal. Makanya mencoba untuk menipu dengan alasan tertentu.
Gauri menyeka air matanya. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak boleh terpuruk dalam kesedihan. Dia harus bangkit, menunjukkan bahwa ia bisa menentang dan membatalkan pernikahan itu.
Kamu harus kuat, Gauri. Kamu harus kuat.
Bisik hatinya menyemangati.
Gauri meninggalkan kamar Sella, dia ingin bertemu dengan ayahnya segera. Membicarakan dengan kepala dingin. mempertimbangkan segala apa yang sudah menjadi keputusan ayahnya sejak awal.
Mengingat bagaimana relanya dia menginjakkan kaki di DTS Group, Gauri juga mengharapkan kerelaan yang sama pada ayahnya untuk membantu melepaskan dirinya dari jeratan Dev.
Gauri mencari ayahnya ke ruang kerja, tapi kosong. Hatinya mulai kecewa. Dia kembali melewati kamar sang ayah. Lamat-lamat terdengar desikan dari dalam.
“Auu ….”
Gauri sangat hafal dengan suara itu. Ya, itu suara ayahnya yang saat ini seperti sedang mengerang kesakitan.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Gauri langsung membukanya.
Seketika dia menejerit histeris, “Aaaa …. Ayah …!”
Jeritannya terdengar hingga ke kamar Sella. Mereka yang saat itu sedang tertawa, terkejut dengan jeritan Gauri yang keras.
“Gauri, kenapa, Bu?” tanya Sella panik.
Bu Rani menggeleng. “Nggak tau. Ayo kita lihat.”
Mereka buru-buru keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.
~~
Cerita ini hanya tersedia di Innovel/Dreame. Jika anda menemukannya di pf lain, itu merupakan plagiat. Pencurian. Dan saya tidak mengikhlaskannya.