Kania dan Biantara sama-sama memaku tatapannya pada Melati. Suasana seketika menegang. Tangan Kania bahkan masih melingkar di leher kokoh Biantara—pemandangan yang membuat udara di ruangan terasa kaku. Tatapan Melati jelas-jelas memancarkan kecurigaan. Ada sesuatu yang ia tangkap dari kedekatan tak wajar di hadapannya. Sadar akan arah pandang Melati yang tajam menelusuri mereka, Biantara segera beringsut. Dengan gerakan cepat namun terukur, ia melepas genggamannya dari pinggang Kania. Gadis itu kembali berdiri tegak, mencoba menenangkan napas yang sempat kacau. “Kalian….” Satu kata itu meluncur dari bibir Melati—pelan, namun sarat makna. Kalimatnya menggantung di udara, tak selesai, tapi cukup membuat jantung Kania berdegup kencang. Ekor mata Biantara menoleh sekilas ke arah keponakan

