Tangan Aluna gemetar. Ia tak berani menatap Kaivan apalagi saat Kaivan mengambil benda kecil itu, terlihat lewat ekor mata yang meliriknya. “Ini … kau hamil?” Aluna mengangguk pelan dan tetap menundukkan kepala. “Jadi, apa reaksimu, Kai? Kuharap tidak seperti yang Aluna takutkan,” ucap Anggita yang memasuki ruangan. Kaivan menatap sang ibu dengan pandangan tak terbaca. “Takut?” gumamnya. “Ya. Aluna takut kau tidak menerimanya. Tapi itu tidak benar, kan?” tanya Anggita dengan mata melotot dan tangan bersedekap. Kaivan mengarah pandangan pada Aluna. “Kenapa berpikir aku akan marah?” tanyanya kemudian duduk di tepi ranjang. Aluna hanya diam tak bisa menjawab. “Mungkin karena Aluna berpikir kau hanya menginginkan tubuhnya tanpa mau anaknya,” sahut Anggita sambil mengedikkan bahu

