Arkan mengambil jaketnya kembali. Dia merasa sangat bersalah pada Ica karena menyuruhnya pulang sendiri dengan memakai taksi. “Arkan kamu mau ke mana lagi?” tanya Annisa. “Ke rumah Ica, Bun,” jawabnya sambil berlalu. Arkan benar-benar khawatir, apalagi dia ingat kalau Ica mencintainya setalah membaca secarik kertas yang berisi curhan hati Ica. Pasti perasaan Ica saat ini sedang tidak baik-baik saja. Di telfon saja dia tidak mengangkatnya. Arkan melajukan sepeda motornya dengan cepat. Dia ingat tadi sore dia memperlakukan Ica dengan penuh perhatian, sekarang malah membuat hatinya sakit. “Maafkan aku, Ca. Kamu di mana, Ca? Jangan bikin aku khawatir. Aku salah, benar kata bunda, jika tidak cinta dengan perempuan yang sedang dekat dengan kita, jangan memberi harapan palsu pada perempuan