Bab 5. Istri Kontrak

1107 Words
Kedua mata Dina terbelalak lebar ketika mendengar permintaan Kala. Ia seperti gagal mencerna apa yang pria itu inginkan. "Hal kemarin itu seperti apa?" tanya Dina dengan polosnya. Kala mendesis pelan membuang mukanya seiring tangannya yang begerak melepaskan pipi wanita itu. Sepertinya kali ini ia benar-benar gila. Untuk apa ia meminta hal itu pada Dina? Sangat menyebalkan sekali. "Lu mandi dulu deh, nggak gerah apa kayak gitu? Habis ini kita perlu ngobrol." Kala melangkah meninggalkan Dina ke ranjang. "Mau ngobrol apa memangnya? Ini 'kan kita juga sudah ngobrol." Dina mengernyit bingung. "Bahas kontrak pernikahan. Lu kan lemot, kalau nggak gua jelasin lu ngira kita bakalan terus jadi pasangan suami istri ntar," tukas Kala dengan wajah culasnya. Dina mengernyitkan dahinya semakin bingung. "Maksudnya kita bakalan cerai nanti?" "Menurut lu gimana?" Sebelah alis Kala terangkat. "Nggak yakin sih aku nikah kontrak. Mas Kala palingan pengen ena-ena juga," ceplos Dina asal saja. "Anjing, maksud lu apa ngomong gitu?" Kala tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memaki. Kenapa Dina berubah frontal seperti itu? "Kemarin aja Mas Kala udah mau anuin aku, tadi itu paling mau kayak gitu lagi 'kan?" Dina menjawab biasa saja. Perlahan di otak polosnya itu mencerna kalimat yang tadi sempat Kala katakan. "Jaga bacod lu, gua masih perjaka ya. Awas aja lu berani grepe-grepe gua!" Kala membentak tak terima. "Sialan! Apa sikap gua terlalu berlebihan ke dia? s**t bodoh, kenapa gua nggak bisa nahan diri kalau lihat dia!" maki Kala dalam hatinya. "Jangan-jangan lu yang pengen ngelakuin hal itu ke gua?" Wajah Kala seketika berubah penuh kecurigaan kepada Dina demi menutupi salah tingkah yang tiba-tiba mendera dirinya. "Ngelakuin apa?" Dina kembali bertanya dengan wajah bingung. "Medina." Kala menjambak rambutnya dengan kasar. Gadis muda itu benar-benar polos dan lemot. "Mendingan lu mandi deh, otak lu perlu dibenerin tuh," sergah Kala mengibaskan tangannya mengusir halus. "Memang mau mandi, tadi katanya Mas Kala yang mau bahas kontrak." Dina merengut sebal. "Nggak jadi, nggak jadi bahas. Lu pergi sana!" Tanpa diperintah dua kali Dina segera beranjak ke kamar mandi. Ia pun sudah merasa gerah dan capek enggan meladeni Kala yang menurutnya membingungkan. Dina melepaskan jilbab yang membungkus rambutnya serta kebaya yang dikenakan. Sesaat memperhatikan tubuhnya yang bisa dilihat di kaca. Dina memejamkan matanya ketika kenangan di masa lalunya muncul. Ia menggelengkan kepalanya cepat-cepat seraya memeluk dirinya sendiri. *** Kala sudah mengganti bajunya dengan kaos dan celana pendek. Pria itu kini terpaksa keluar untuk mengambil pesanan makanan yang sudah dikirimkan oleh go food. Ia merasa perlu memberikan makan untuk peliharaan barunya agar tidak mati kelaparan saat bersamanya. Kala kembali masuk ke kamarnya bersamaan dengan Dina yang baru selesai mandi. Wanita itu sudah mengganti bajunya dengan pakaian biasa seraya menggosok rambutnya yang basah. "Udah selesai lu? Buruan makan, jangan sampai lu mati kelaparan nanti," ujar Kala ketus seperti biasa. "Kalau cuma sehari belum, biasanya manusia itu butuh waktu 3 hari untuk mati kalau nggak makan nasi," sahut Dina menahan jengkel. Kala itu kenapa sih selalu sewot, padahal ngomong baik-baik bisa. Kala memutar bola matanya malas tanpa ada rasa bersalah. Ia membuka makanan yang baru saja dibeli lalu segera dimakan. Perutnya pun keroncongan sejak pagi belum makan. "Mas Kala beli apa ini?" Dina bertanya pelan. Ikut mendudukkan dirinya di samping Kala. "Lihat aja sendiri." Dina lagi-lagi menurut dengan membuka sterofom yang berisi beberapa menu makanan. Ada mie goreng yang viral dan sering antri dimana-mana tempatnya, lalu ada pangsit goreng, dimsum dan beberapa makanan lain. Namun, Dina tidak melihat ada nasi. "Nggak ada nasinya." Bibirnya berkerut menahan aneh. "Makan kayak gini doang mana kenyang?" Perutnya yang sering menampung banyak makanan itu seperti menjerit karena tidak melihat nasi. "Kalau mau makan ya makan, kalau nggak mau ya udah. Jangan bacod!" Dina lagi-lagi merengut. Ia mengambil pangsit ayam yang ada di sterofom kecil lalu memakannya. Matanya sesekali melirik Kala yang makan dengan gaya serampangan hingga tak sengaja ada sisa makanan yang keluar di bawah bibir. Dina mengambil tisu yang ada di meja, tanpa rasa canggung ia mengusap sisa makanan itu. "Mas Kala kayak anak kecil aja, makan belepotan," ujar Dina terkekeh kecil seraya mengusap bekas makanan itu. Kala terkaget-kaget sampai tersedak ketika melihat tingkah Dina. Ditambah senyuman manis wanita itu seperti membuatnya kehilangan akal. "s**t, lu apa-apaan sih!" Kala menepis tangan Dina lalu buru-buru mengambil minuman yang ada di meja. "Nggak usah sok perhatian sama gua!" sergahnya memandang wanita itu bersungut-sungut. Dina tersenyum santai seraya menikmati makanannya. "Muka Mas Kala merah, kenapa?" Dobel killed! Kala tidak bisa menyangkal lagi jika dirinya sangat gugup. Ia merasakan perasaan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan sebelumnya. "Nggak usah macam-macam, Medina. Gua bukan anak kemarin sore yang bisa lu ajak main-main," tukas Kala merasa perlu meningkatkan wanita itu bagaimana harusnya bersikap. "Mana ada aku ajak main-main. Aku 'kan tanya, muka Mas Kala merah gitu kenapa?" Dina memandang Kala aneh, menurutnya tak ada yang aneh dari apa yang barusan ia lakukan. "Intinya nggak usah mancing-mancing, gua bisa aja hilang kendali kayak kemarin. Gua bukan bocah!" Kala gregetan sendiri hingga ingin mencekik leher Dina rasanya. "Nggak ngerti." Kala berdecak sangat kesal. Memang tidak ada gunanya berbicara dengan manusia lemot seperti Dina itu. Ia memilih bangkit dari duduknya meninggalkan Dina keluar kamar. Namun, ketika ia membuka pintu terlihat pintu lift terbuka memperlihatkan sosok kedua orang tuanya yang datang tidak sendirian. Kala yang sudah kesal semakin kesal saja karena Mamanya itu nekat membawa wanita yang hendak dijodohkan dengannya masuk ke area pribadinya. Kala pun mengurungkan niatnya, ia harus segera melakukan sesuatu agar mereka tidak akan lagi mendesaknya. Mata Kala tertuju pada Dina, gadis itu kini sedang meminum es coklat yang menurutnya sangat enak. Dengan langkah lebar Kala mendekati gadis itu lalu menarik lengannya cukup kasar dan mendorongnya ke ranjang. "Akh! Mas Kala!" Dina berteriak kaget. Belum hilang rasa kagetnya Kala langsung menindih tubuhnya lalu menutupi tubuh mereka dengan selimut hingga tersisa kepalanya sedikit dan kakinya. "Ma-s Kala mau apa?" Dina bertanya terbata-bata. Tubuhnya kembali dibuat gemetaran saat di tindih seintim itu oleh Kala. Kala memperhatikan wajah Dina yang sangat cantik karena memerah sampai menjalar ke telinga. Ia yang tadinya hanya ingin mengecoh kedua orang tuanya jadi kalap dengan melumat bibir Dina sangat liar. "Ehmptttttttt!" Dina kaget sekali, ia memukul d**a Kala dengan membabi buta. Ia tidak akan mau melakukan hal itu jika di luar jam kerjanya. Kala cukup geram dengan sikap Dina itu, ia menekan kedua tangan wanita itu ke atas kepala hingga ia bisa leluasa melumat bibirnya dengan beringas. Semenjak merasakan bibir wanita ini rasanya Kala tak pernah puas untuk mencecap rasa manisnya. Memaksa dirinya untuk begerak di luar kendalinya sendiri. Ciuman Kala turun ke leher membuat Dina mendesah lirih namun berusaha menolak sementara Kala terus mendesak membuat kaki Dina bergerak-gerak tak nyaman. "Kala!" Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD