Irene berteriak syok melihat kegiatan pemandangan di depannya. Dimana anak laki-lakinya tengah mencium wanita dengan sangat brutal dengan tubuh yang bergerak di balik selimut. Sementara wajahnya yang tak tertutup itu terekam jelas di mata Irene yang kini berdiri bersama Bagas serta Delvira—wanita cantik yang akan dijodohkan dengan Kala.
Kala melepaskan lumatan bibirnya berganti senyum penuh kepuasaan. Ia memperhatikan Dina sepersekian detik sebelum mengangkat wajahnya menatap ke arah pintu.
"Mama ck, nanggung banget. Tutup lagi pintunya!" seru Kala tidak ada takut-takutnya sama sekali apa lagi sungkan.
"Mama tunggu diluar! Pakai baju kamu!" Irene menutup pintu kamar anaknya dengan sangat keras. Wajah wanita itu cukup kesal karena hal yang dilakukan putranya. "Delvira, kamu nggak usah negative thinking. Duduk dulu."
Irene menarik lembut tangan Delvira untuk duduk di sofa ruang tengah begitu pun Bagas. Pria itu menatap Irene dengan raut wajah yang sangat dingin sekali.
Sementara di dalam kamarnya Kala segera menggeser tubuhnya dari atas tubuh Dina. Raut wajahnya memerah bukan karena panas namun karena aliran darahnya berpacu sangat cepat sekali sekarang. Diliriknya Dina yang menangis tanpa suara, membuat Kala jengkel.
"Hapus air mata lu, kita temuin Mama gua," titah Kala tak ingin membuang waktu lagi.
"Hah?" Dina yang tadinya masih menangis ketakutan seketika kaget mendengar perkataan Kala. "Nanti gimana kalau aku ditanya-tanya sama orangnya? Aku nggak mau." Dina menggeleng cepat-cepat dengan ekspresi yang ketakutan.
"Gua yang urus. Lu cukup diam dan siap-siap." Kala menyahut singkat. Bibirnya sedikit tertarik menjadi senyum tipis melihat ekspresi Dina yang sangat lucu dan menggemaskan di mata Kala.
Dina mengangguk seraya menyeka air matanya dengan cepat. Ia bangkit dari posisinya lalu membenarkan rambutnya yang kusut masai. Menambahkan sedikit lipbam agar tidak terlalu pucat.
Setelahnya Kala mengajak Dina keluar kamar dengan sangat santai. Ia bahkan merengkuh pinggang Dina seolah menunjukkan kemesraannya kepada para manusia yang ada di tempat itu.
Irene terang-terangan mengawasi sosok wanita mungil yang dinilai sangat tidak menarik di matanya itu digandeng oleh Kala. Dari segi apa pun tidak ada yang menonjol selain wajah polos bak anak yang baru lulus SMA. Disandingkan dengan Kala jelas seperti pria itu pergi bersama Adiknya.
"Kamu perlu jelaskan ini, Kala. Siapa wanita ini?" Tidak ingin berbasa-basi Irene segera bertanya.
"Istriku." Kala menjawab lugas sekali. Menoleh ke arah Dina dengan seulas senyum tipis. "Namanya Medina."
"Apa?" Irene terkejut luar biasa. Mata itu kembali menatap Dina dari atas sampai bawah. "Ngaco kamu!" Irene menggelengkan kepalanya tak percaya. Mana mungkin tipe anaknya yang sangat mempesona adalah wanita kampungan seperti itu.
"Nggak percaya ya udah. Kami baru aja menikah pagi tadi. Iya 'kan Sayang?" Kala tersenyum ke arah Dina seraya meremas lembut pinggangnya.
"Iya." Dina mengangguk cepat-cepat mengikuti alur yang dibuat oleh Kala.
"Makin ngaco kamu. Menikah gimana maksudnya? Kamu nggak usah aneh-aneh, Kala. Ini Papa kamu datang sama Delvira, mau ngomongin pernikahan kalian," sergah Irene cukup emosional. Ia sampai memijit kepalanya yang mendadak sakit karena laki-laki satu-satunya itu.
"Mungkin Kala cuma pura-pura. Papa tahu kamu memang pengen ngindarin perjodohan ini 'kan?" Bagas mencoba tenang. Ia juga tidak akan percaya Kala menikah dengan Dina yang memang benar-benar jauh dari ekspetasi wanita yang pantas untuk menjadi istri Kala.
"Kamu duduklah, kita bicarakan baik-baik. Delvira, kenalan dulu sama anak Om. Namanya Kalandra." Bagas meminta menantu pilihannya agar bangkit berkenalan dengan Kala.
Delvira menurut dengan mengulurkan tangannya pada Kala. "Hai, Kala. Aku Delvira. Salam kenal," ucap Devira mengulas senyum manis yang membuat lesung pipinya terlihat. Sebuah daya pikat yang menurutnya paling menarik.
"Lu nggak sepenting itu buat kenalan sama gua." Kala membalasnya sangat sarkas. Tanpa ada niat untuk menyambut uluran tangan itu.
"Kalandra!" bentak Bagas mulai emosi hingga wajahnya merah padam.
"Udah deh, urungin aja niat perjodohan nggak jelas ini. Aku udah nikah, kalau nggak percaya cek aja nama kami berdua di catatan sipil."
"Terus maksud kamu apa nikah nggak ada ngabarin orang tua? Anak macam apa kamu?" Irene ikut-ikutan mengomel tak senang.
"Ini udah aku kasih tahu 'kan?" Lagi dan lagi Kala melawan membuat Dina memberanikan diri menarik tangan pria itu agar menatap ke arahnya.
"Mas, itu orang tuamu. Jangan ngelawan," cicit Dina namun tak digubris oleh Kala sama sekali.
"Intinya aku udah nikah sama Dina, nggak usah tuh kalian jodoh-jodohin aku lagi. Aku lagi seneng-senengnya karena mau punya anak sama istriku." Selanjutnya Kala kembali melayangkan pernyataan yang tidak terduga.
"Maksudnya istri kamu hamil?" Delvira yang menjadi orang pertama bertanya. Raut wajahnya sangat syok berat.
Jangankan mereka, Dina saja kaget. Apa maksudnya Kala berkata seperti itu coba?
"Bukannya tadi kalian udah lihat? Aku sedang merayakan pernikahan dengan istriku. Aku rasa kalian cukup sadar diri untuk tidak menganggu kami lagi," ucap Kala menarik sudut bibirnya tersenyum santai. "Terutama Anda." Kalimat selanjutnya ditujukan pada sosok Bagas dengan ekspresi yang luar biasa dingin.
"Ayo, Sayang. Kita lanjut yang tadi, aku mau nambah." Kala kemudian mencium pipi Dina seraya menarik wanita itu ke dalam pelukannya dan membawanya pergi.
"Kala! Kita belum selesai ngomong, Kala!" Irene berteriak-teriak tapi tak digubris sama sekali oleh Kala. Pria itu sudah masuk ke dalam kamarnya lagi dan menguncinya rapat-rapat.
"Irene, kita perlu bicara setelah ini." Bagas kembali melayangkan tatapan matanya yang tajam itu ke arah Irene.
"Aku bakalan ngurus Kala nanti. Percaya sama aku, mereka itu palingan cuma pura-pura. Tenang aja," sahut Irene masih terus dilanda rasa yang sangat pusing.
"Kala sepertinya sangat suka dengan gadis itu, Tante." Delvira mengutarakan pendapatnya. Raut wajah wanita itu terlihat cukup sedih karena pria tampan yang akan dijodohkan dengannya malah punya wanita lain. "Masa aku kalah sama gadis ingusan itu, Tante?" Delvira sangat tak terima dengan wanita yang bersama Kala. Iya kalau jauh lebih cantik dari dirinya, jelas Dina jauh di bawahnya.
"Kenapa gadis itu bisa sangat mudah mendapatkan Kalandra? Aku melihat beringasnya pria itu tadi, s**t! Kenapa bukan aku yang bersamanya?"
"Pokoknya kamu tenang aja, Kala itu memang orang cuek dan nggak mungkin dia beneran kayak gitu. Nanti Tante obrolin lagi, kamu nggak usah khawatir ya," bujuk Irene tau sekali jika suaminya bisa marah besar jika Kala tidak jadi menikah dengan Delvira.
"Aku akan ajak Delvira pulang, kalau kamu nggak bisa mengendalikan dia. Tepaksa ... aku bakalan ganti nama dia buat jadi kadidat pemimpin perusahaan." Bagas menegaskan lambat-lambat seraya memandang Irene penuh ancaman yang kental.
"Berapa hari waktunya?"
"2 bulan."
Bersambung~