Evelyn: Bahaya dan Bantuan

1148 Words
Kini tak ada lagi yang bersisa. Kendaraan, dan perbekalanku sudah menjadi puing-puing bercampur dengan sisa tubuh Sandworm yang hancur berantakan. "Bagaimana bisa ada kejadian yang lebih buruk dari ini?" Aku duduk terdiam beberapa saat untuk mengatur nafas, sambil berpikir apakah harus kembali dulu ke Eden Shelter atau tetap melanjutkan perjalanan? Rupanya ledakan tadi menarik perhatian monster lain. Kawanan anjing gurun terlihat dari kejauhan dan mulai mendekat. monster yang satu ini akan lebih sulit dihadapi karena tenagaku yang hampir tak bersisa. Selain pemakan segala, makhluk ini berburu dalam kelompok yang terdiri dari 5 ekor. Memiliki pergerakan yang gesit, dengan ukuran hampir sebesar manusia. Aku harus bergegas menjauh! Sambil berlari, akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan petualangan ini. " Masalah apapun yang muncul nanti, kuserahkan pada diriku yang nanti." Setelah merasa cukup aman, aku mulai berjalan pelan sambil mengatur nafas. Ku susuri bukit pasir memanjang di tengah gelapnya malam dan udara dingin yang tak lagi kuhiraukan. Setidaknya ledakan tadi akan mencuri perhatian monster-monster yang ada disekitar untuk berkumpul disana. Jadi sementara ini aku akan aman dari kejaran monster. Aku harus terus bergerak di gurun ini. Udara dingin justru akan membuatku dalam bahaya bila aku beristirahat sekarang. Cahaya matahari mulai sedikit muncul dari kejauhan bersama staminaku yang sudah benar-benar mencapai batas. Untungnya aku masih memiliki botol air yang terisi penuh di dalam jubahku. Tanpa bisa berpikir lagi aku terus bergerak menyusuri lautan pasir ini. Berjalan mengikuti naik-turunnya bukit pasir, sambil menerima terpaan angin gurun yang semakin hangat. hanya dalam waktu semalam saja, gurun ini telah menelan habis kendaraan, dan semua perbekalanku. Aku sangat berharap menemukan tempat teduh untuk beristirahat atau penjelajah lain yang kebetulan lewat. Saat matahari hampir berada tepat di atas kepalaku, tiba-tiba angin mulai bertiup semakin kencang. Butiran-butiran pasir gurun mulai beterbangan mengikuti arah angin. " Perkiraanku salah. Ternyata keadaan bisa lebih buruk dari semalam!!!" Kuselimuti setengah bagian tubuhku, dari kepala sampai pinggang, menggunakan jubah yang ada dipunggung dan berbaring diatas pasir. Menunggu badai pasir ini reda agar bisa melanjutkan perjalanan sekaligus beristirahat. Tanpa sadar aku pun tertidur. Aku tertidur tidak lama. Terbangun karena panas pasir gurun yang mulai menutupi setengah tubuhku dari kaki hingga pinggang. Badai pasir telah berhenti, dan staminaku pulih walaupun hanya sedikit. Sisa air yang hanya tinggal setengahnya membuatku harus cepat bergerak agar ada kemungkinan selamat untukku. Memang bukan pertama kalinya aku melewati area gurun. Tapi ini pertama kalinya aku melewati gurun tandus seperti ini sendirian. Kubuka peta hologram di tangan kiriku, karena seingatku ada beberapa kasus di area gurun ini yang ditumbuhi beberapa pohon dan ada kolam mata air. kuputuskan menunda perjalanan dan mendatangi salah satu oasis yang terdekat dari posisiku sekarang. Karena aku sadar tak mungkin aku keluar dari gurun tandus ini tanpa ada air. Aku sedikit berharap ada penjelajah lain yang beristirahat disana. Menjelang sore hari, oasis yang ku tuju mulai terlihat. Namun tak ada seorang pun di oasis ini. Meskipun sedikit kecewa, aku tetap senang karena bisa mendapatkan air. Aku duduk dibawah pohon dekat kolam air. Meminum air sedikit demi sedikit dan berusaha memulihkan kondisi fisik yang mulai mengalami dehidrasi ini. Sambil beristirahat, tak hentinya aku berpikir bagaimana caraku untuk terus melanjutkan penjelajahan ini. Karena memang sangat sulit melewati gurun bila harus berjalan kaki dan sendirian. kuputuskan melihat kembali peta dan mencari oasis lain yang letaknya searah dengan perjalananku. Aku berencana untuk bergerak dari satu oasis ke oasis lain sampai akhirnya tiba di ujung gurun ini. " Ternyata hanya ada 2 oasis lagi yang searah." Dua oasis ini jaraknya tidak terlalu berjauhan dan dari oasis terakhir yang bisa kusinggahi nanti, jaraknya masih sangat jauh sampai ke tepi gurun. Aku hampir tidak melihat adanya peluang untuk selamat dari dari gurun ini. Hari mulai gelap, dan kuputuskan untuk bermalam di oasis ini. Sambil memetik beberapa buah-buahan kecil yang bisa ku makan, aku pun memotong daun berukuran besar yang memanjang dengan bentuk seperti tulang rusuk, untuk kujadikan selimut agar terhindar dari udara dingin gurun malam ini. Aku bangun sangat pagi dan langsung bergegas pergi ke oasis selanjutnya sebelum kondisi gurun menjadi terlalu panas. Memang benar dingin ini sangat menusuk sampai ke tulangku. Tapi aku lebih menyukai udara gurun yang dingin ini daripada udara siang yang membuat tenggorokanku seperti retakan tanah tanpa adanya air sedikit pun. Aku berjalan sebelum matahari menampakan cahayanya sambil ditemani suara lolongan anjing gurun dari kejauhan. Ditengah perjalanan, aku melihat ada kelompok penjelajah lain dari arah oasis yang sedang aku tuju. Sesaat rasa senang dan lega langsung menyeruak sampai aku tanpa sadar tersenyum dan melambaikan tangan. Kulihat salah satu dari mereka juga melambaikan tangan, dan sepertinya berteriak. Sulit mendengar apa yang dia katakan karena jaraknya yang jauh dan deburan angin panas gurun membuat suaranya seakan menjauhiku. semakin dekat, dia terus berteriak sampai aku bisa menangkap suaranya. " Lari! Cepat lari! Bahaya!" " Hah?" Tubuhku merespon lebih cepat dari otak di kepalaku. Aku langsung putar balik dan berlari. Saat rombongan penjelajah itu semakin mendekat, aku bisa melihat apa yang mengejar mereka. " Sial. Kadal tanduk gurun!" Monster ini berukuran besar. kalau dibandingkan dengan manusia, kadal ini bisa melahap manusia dengan sekali telan. dilengkapi dengan kulit bertanduk yang keras seperti batu, empat kaki cepat yang bisa menyaingi kecepatan kuda besi, dan liur beracun yang bisa melelehkan daging bila terkena. " Astaga! Tolong jangan sampai ada kondisi yang lebih kacau dari ini!" Teriakan itu tiba-tiba keluar dari mulutku tanpa sadar. Rombongan penjelajah dan kadal tanduk gurun itu semakin mendekat, sampai orang yang terdepan di rombongan itu mengulurkan tangannya dan berkata. " Cepat naik!" Aku pun menggapai tangannya dan naik ke kuda besi. Sepertinya mereka adalah penjelajah yang masih pemula. Terlihat dari anggotanya yang masih muda. Ada 5 orang dalam kelompok ini dengan 2 wanita, dan 3 pria. Pantas saja mereka sampai bisa dikejar oleh monster ini. Aku berteriak dengan suara keras. " Pecah jadi 3 kelompok! Berpencar ke arah lain!" Untungnya mereka langsung merespon dan dengan segera berpencar ke arah kanan dan kiri. Sedangkan aku dan satu orang yang mengendarai kuda besi yang sedang ku naiki ini tetap lurus. Ini adalah cara paling efektif saat dikejar monster besar seperti kadal tanduk gurun. Dengan memecah kelompok, monster ini akan berhenti sejenak karena bingung memilih target. Memecah kelompok juga memudahkan untuk bergerak lebih cepat. Aku lihat monster itu mengejar kelompok yang pergi ke arah kiri. Dengan begini kami pun selamat. Sudah pasti setiap makhluk hidup memiliki batas stamina. Setelah kelelahan, kadal itu pasti berhenti mengejar. " Apa-apaan ini? Kenapa kalian lari ke arahku?" Jujur saja aku merasa kesal dengan anak-anak ini. Mereka kan bisa lari ke arah lain saat melihatku. Tapi malah terus lurus dan akhirnya aku terkena imbasnya. " Maaf profesor Cage. Kami sangat panik!" " Kau mengenalku?" " Profesor pernah mengajar tentang ' Medan Penjelajahan' di kelas kami." Aku sama sekali tak mengingat wajah anak-anak ini. Tapi memang benar aku sering mengajar di kelas para penjelajah kalau sedang ada waktu luang. Akhirnya aku kembali ke oasis sebelumnya. empat orang yang berpencar tadi juga sudah berkumpul semua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD