“Gue nggak maksa, Kal.” Ucap Kayla untuk kesekian kalinya saat ia berniat mengenalkan Kalila pada seorang teman dekatnya.
“Dia hanya ingin kenal Lo lebih dekat aja, bukan langsung ngajak nikah besok sore.” Lanjutnya.
“Lo bisa mempertimbangkannya jangan terus menerus mengharapkan Randi. Lelaki itu nggak bisa diharapkan.”
“Nggak ada sangkut-pautnya dengan Randi. Apapun yang terjadi padanya itu sudah jadi bagian dari masa lalu.” Jawab Kalila tenang, sambil menikmati secangkir teh panas di restoran miliknya.
“Bisa jadi kan, Lo gagal move on kayak si Nia.”
Kalila terkekeh. “Nia memiliki perasaan yang jauh lebih kuat untuk Randi, wajar saja kalau dia gagal move on.”
“Jangan sampai Lo di salip Nia lagi, kayaknya Randi kembali gencar mendekatinya.”
Sejujurnya Kalila tidak ingin membahas lelaki itu lagi. Lelaki yang sudah di cap red flag oleh ayahnya, Regan. Ingatan Kalila tentang Randi hanya sebatas cinta masa lalu. Cinta pertamanya. Tapi sampai saat ini masih saja disangkutkan dengannya yang tidak kunjung mendapatkan pasangan alias pacar. Bukan Randi yang menjadi faktor utama Kalila belum memiliki pacar, tapi karena selama dua tahun ini Kalila sibuk membangun bisnisnya sendiri dari nol sampai menjadi salah satu restoran yang cukup terkenal di Jakarta. Kalila berhasil membangun usahanya sendiri, tanpa bantuan orang lain. Termasuk ayah dan ibunya.
Selama dua tahun itu Kalila fokus pada usaha kecilnya yang kini sudah berkembang menjadi besar dan memiliki hampir tiga puluh karyawan. Pencapaian yang luar biasa di bidang kuliner, sebab untuk mempertahankan usahanya itu tidaklah mudah. Kalila sempat merasakan jatuh bangunnya beberapa kali dan nyaris memangkas semangatnya.
“Gue udah kenal Dias lama,” suara Kayla kembali mengelus pendengaran Kalila. “Dia salah satu teman terbaik gue.”
Kayla kembali mempromosikan temannya yang katanya baik dan memenuhi standar kriteria untuk Kalila. Padahal selama ini Kalila tidak memiliki standar apapun yang dijadikan patokan untuk menjadi kekasihnya. Kalila lebih menginginkan sosok lelaki yang menyayanginya daripada kriteria yang sebenarnya tidak ada kriteria sempurna di dunia ini. Dua kali pertemuan mereka rupanya Kayla membawa misi perjodohan.
“Terus?” Kalila menatapnya jahil.
“Ya, kalian bisa saling kenal dulu. Nggak harus nikah besok, ko!” Kayla kembali mengulang kalimat yang sama. Yakni, tidak harus menikah besok.
Lagipula siapa yang mau menikah besok dengan sosok lelaki yang belum pernah Kalila temui?
Percobaan dalam menjalin sebuah hubungan hanya akan berakhir tragis, Kalila tentu tidak akan mengorbankan hatinya lagi untuk yang kedua kalinya.
“Kenapa Lo kelihatan maksa banget? Ada sesuatu yang nggak gue tahu?” Selidik Kalia. Sebab Kayla terkesan ngotot untuk mempertemukan Kalila dan lelaki bernama Dias itu.
“Gue kelihatan jomblo ngenes banget apa, sampai harus dijodohkan segala.” Lanjut Kalila.
“Dias lagi nyari calon istri, dan gue rasa nggak ada salahnya ngenalin Lo sama dia
Apalagi Lo udah lama banget nganggur,”
Kalila berdecak. “Kesannya nggak laku ya?!”
“Bukan nggak laku, Kal. Tapi Lo susah move on!”
“Bukan susah move on! Tapi emang belum nemu yang cocok aja.”
Biasanya perjodohan diatur oleh kedua belah pihak keluarga, tapi berbeda dengan Kalila. Ia justru di jodohkan oleh teman baiknya sendiri, Kayla.
“Jangan sampai Lo keduakan Kania dan Randi untuk yang kedua kalinya, Kal.”
Cara meyakinkan Kayla memang patut diacungi jempol, sebab Kayla berulang kali melibatkan Kania dan Randi dalam pembicaraan mereka. Gagal move on yang disematkan Kayla padanya membuat Kalila merasa tidak nyaman saat mendengarnya, karena memang kenyataanya seperti itu.
“Gue lihat Randi aktif lagi deketin Kania. itu pertanda buruk, Kal.”
Akhir-akhir ini Kalila pun memang sempat melihat Kania dan Randi kembali dekat. Entah dekat seperti apa, Kalila tidak tahu. Mungkin saja keduanya akan kembali merajut tali kasih yang sempat terputus dua tahun lalu dimana semua kekacauan akibat ulah Kania.
“Gue nggak bisa menikah dengan seseorang yang nggak gue kenal.”
“Ya Tuhan, Kal. Siapa yang nyuruh Lo nikah sih?!” Kayla berdecak kesal. “Cuman kenalan aja, kalau cocok sukur kalau nggak yaudah. Semudah itu, Kal.”
Kalila mengangkat bahunya. “Gue nggak cari pacar, gua carinya cowok yang mau diajak serius.”
“Kalian kenalan saja dulu, kalau nggak cocok nggak mungkin dilanjutkan, kan? Gue hanya membuka jalan, keputusan akhir ada pada kamu dan Dias nantinya.”
“Dia belum tentu mau ketemu gue,”
“Dia justru yang minta ketemu sama Lo. Dia udah lihat Lo berberapa kali, cuman. Lo nya aja yang nggak peka.”
“Dias yang mana sih?!”
Kalila memang cenderung acuh pada orang yang tidak dikenalnya. Ia akan membentengi dirinya dengan sikap cuek seolah tidak tersentuh agar tidak semua orang bisa mendekatinya.
Dias, sosok lelaki yang digadang-gadang Kayla sebagai sosok lelaki idaman itu pernah melihatnya beberapa kali. Entah dimana, Kalila tidak tahu atau mungkin tidak menyadarinya.
“Dias yang waktu acara di kantor gue dia pakai kemeja biru muda. Anaknya cakep,”
Kalila benar-benar tumpul dalam hal mengingat seseorang.
“Nggak ingat.” Ia menggelengkan kepalanya.
“Lihat ini,” Kayla menunjukkan ponselnya dimana terdapat sebuah foto seorang lelaki. Gambarnya tidak begitu jelas karena diambil secara candid dari arah samping. Tapi siluet wajahnya dari samping pun sudah menunjukan seberapa tampan lelaki itu.
“Ganteng kan?”
“Mana bisa dibilang ganteng, sebelah wajahnya doang yang terlihat.”
“Gue gak punya foto full sewajah dia sih! Dia susah banget kalau diajak foto.”
Kalila tersenyum samar. Dari aku media sosial yang ditunjukkan Kay padanya memang tidak banyak foto yang diunggah lelaki bernama Dias itu.
“Kapan Lo mau ketemu dia? Minggu depan ya?”
Ajak Kay.
“Lihat dulu jadwal di restoran, kalau kosong boleh.”
“Asik!” Kay bersorak.
“Kenapa Lo yang kesenengan?” Selidik Kalila.
“Gue bosen lihat Lo jomblo Mulu, Kal. Wajah cakep disia-siakan.”
Sindirnya.
“Kayak Lo nggak jomblo aja.” Cibir Kalila.
“Gue udah ada kali!” Balasnya sambil mengerlingkan mata.
“Mana? Buktinya malam Minggu ngajakin gue nonton Mulu.”
Kay terkekeh.
“Gue lagi deketin seseorang, tunggu aja. Nanti kita double date, oke?”
Kalila hanya mendengus pelan.
Teman satunya ini memang sedikit unik, berawal dari pertengkaran dulu, saat Kay menyebut Kalila sebagai perebut kekasihnya Randi.
Mungkin saat itu perhatian Randi memang tertuju padanya, tapi pada akhirnya Randi justru memilih Kania, adiknya.
Kisah cinta segitiga yang menguras emosi itu belum juga menemukan titik akhir, sebab Kania, Kalila dan Randi memilih jalan masing-masing.
Tapi menurut informasi dari beberapa orang, Randi kembali mendekati Kania.
Semenjak hari itu, hari dimana Kania batal bertunangan, Kalila memutuskan pindah rumah dan memilih tinggal sendiri di sebuah apartemen yang dibelikan Regan, ayahnya.
Sesekali Kalila masih mengunjungi rumah kedua orang tuanya, menjenguk mereka.