Episode 2 : Wanita Bodoh

1294 Words
Derit suara mobil yang melaju sangat kencang dan mendadak mengerem hingga akhirnya tergelincir dari jalan layang, menjadi pemandangan yang teramat mencekam bagi penghuni jalan sekitar. Dunia mereka mendadak seolah berputar melambat, menatap ngeri empasan mobil yang terjun dan siap menghantam apa pun yang ada di bawah sana. Edelwais menatap nanar apa yang menimpanya dengan air mata yang tak hentinya berlinang. Apalagi di ingatannya kini, tengah bergulir sebuah kejadian yang begitu melukainya. [“Saat pertama kali aku melihat Honey, aku langsung jatuh cinta. Itu juga yang membuat rencana pernikahan ini siap kami jalani.” Raga bertutur semringah menghadapi setiap awak media yang menghadiri konferensi pers, sambil sesekali melirik sekaligus menatap gadis di sebelahnya penuh cinta.] [Sambil balas menatap Raga penuh cinta, Honey si gadis cantik yang duduk di sebelah Raga pun berkata, “kami sama-sama jatuh cinta di pandangan pertama. Bahkan karena itu juga, tak butuh satu bulan sejak pertemuan pertama kami, kami memutuskan berpacaran hingga sekarang.”] [Sambil tersipu, Raga segera menambahi, “iya. Kami sudah berpacaran sejak awal SMA. Jadi, tahun ini merupakan tahun ke delapan hubungan kami. Boleh dibilang, kami pasangan yang langgeng, sampai-sampai, kami tidak pernah membuat pihak lain curiga, kami memiliki hubungan. Apalagi kita sama-sama tahu, kami memiliki fans yang sangat menyayangi kami.” Raga tak segan menggenggam mesra sebelah tangan Honey yang tidak mengendalikan mic.] Kini, di alam sadarnya, Edelwais selaku pengemudi tunggal mobil yang terjun dari jalan layang, menjadi semakin tidak berdaya. Bukan karena ia akan mengalami kecelakaan fatal, karena Edelwais bahkan sama sekali tidak peduli pada kenyataan tersebut. Sebab, konferensi pers yang Raga lakukan beberapa saat lalu terus terputar sempurna di ingatan Edelwais, di mana, pria yang masih resmi menjadi kekasihnya itu justru mengumumkan rencana pernikahan dengan wanita lain, sungguh membuat Edelwais memilih mati. “Bagaimana mungkin kamu bilang begitu, sedangkan selama sepuluh tahun terakhir, kita sudah bersama meski hubungan kita memang tidak mudah, Ga?! Bisa-bisanya kamu begitu. Bisa-bisanya kamu kembali membuatku kecewa bahkan hancur setelah semua janji yang kamu berikan?” “Jika kamu akan menikah dengannya, sedangkan kamu juga sudah melamarku, lalu, bagaimana denganku? Sebenarnya apa maumu, Ga!” Tak lama setelah Edelwais berteriak, wanita itu langsung tak sadarkan diri bersama mobilnya yang seketika berulang kali menghantam apa pun yang dilalui. “Dueer …!” Mobil bagian depan dan belakang Edelwais meledak disertai kebulan asap yang membersamai kobaran api. Beberapa orang di sana langsung berhamburan. Ada yang menghindar menyelamatkan diri, ada juga yang berbondong-bondong untuk memadamkan api. Mereka bekerja sama dan tak lupa untuk segera mengeluarkan Edelwais yang sudah tak sadarkan diri, di tengah mobil yang sampai terbalik. Membuat suasana malam yang awalnya berjalan normal, menjadi sangat mencekam dipenuhi ketegangan. **** Di tempat berbeda, di garasi mobilnya yang dibiarkan terbuka sempurna, Bubu tengah mengamati mobilnya sambil bersedekap. Mobilnya sedang diperbaiki oleh seorang montir di kolong mobil sana. “Sebenarnya, apanya yang rusak?” tanya Bubu sambil melongok-longok. “Otak sama hatinya yang rusak, Bu!” bisik Mumu yang tiba-tiba saja datang dari belakang. Dengan sebelah tangan masih menekap telinga kiri Bubu, Mumu menambahi, “si Panci kan memang gitu!” “Aku dengar, Mu. Aku dengar! Kamu, ya. Enggak kulit, enggak otak, bahkan hati kamu, semuanya sama-sama gelap! Amit-amit, dah!” Pansy, wanita muda selaku montir mobil Bubu, berangsur keluar dari kolong mobil. Ketika Bubu hanya mesem kemudian berlalu dari sana, Mumu langsung terpancing emosi. “Heh, Panci! Sembarangan yah kamu ini ngatain aku gelap. Yang gelap itu kamu karena keseringan mandi pakai oli. Lihat … lihat. Jelas-jelas aku bening begini, apalagi semenjak pulang dari luar negeri, aku tambah blowing!” semprot Mumu yang sampai berkecak pinggang di hadapan Pansy, sembari menatap sengit wanita muda berhijab itu. Pansy yang sudah bergelopot oli di ke dua tangannya, langsung menatap miris lawan bicaranya. “Blowing-blowing, enggak sekalian kompresor?!” cibirnya. Ia dapati, Mumu yang langsung kebingungan kemudian buru-buru menekap mulut menggunakan tangan kanan. “Aku salah ngomong, ya?” batin Mumu yang buru-buru berkata. “Kok blowing, sih? Budeg, ih. Jelas-jelas aku bilang; glowing!” tepisnya cepat. Pansy refleks menelan salivanya, merasa muak dengan apa yang baru saja Mumu lontarkan. “Bedebah kamu, Mu! Ngajak ribut mulu! Enggak tahu, apa? Aku lagi usaha deketin mas Bubu!” batinnya yang kemudian melirik Bubu. Pria minim ekspresi, kelewat pendiam dan teramat sulit untuk dimengerti. Nyatanya, ketika Mumu begitu heboh mengajak Pansy ribut, Bubu sama sekali tidak terusik, bahkan sekalipun Mumu juga sudah berulang kali berbisik pada pria itu. “Ini sudah malam. Jadi, kalau memang mobil ini belum beres juga,” ucap Bubu yang tertahan lantaran Mumu tiba-tiba menyela. “Kirim ke bengkel resmi saja. Ini enggak beres kan emang modusnya si Panci, biar dia bisa terus dekat-dekat kamu. Iiiih … kamu ini emang enggak ngerti trik, modus bulus putih, yah, Bu!” cibir Mumu yang buru-buru menekapkan sebelah tangannya ke telinga kiri Bubu, “ingat, dia anaknya si Bian. Sementara si Bian jahat banget sama Bugede!” Mendengar bisikan Mumu yang membahas Bian selaku sahabat Fina sang mamah yang sempat memperlakukan Fina sekeluarga dengan keji, Bubu sungguh merasa sakit hati. Andai, Nanay tidak tiba-tiba membuka pintu garasi yang kebetulan Bubu belakangi, tentu Bubu juga bisa kembali emosi. Sebab wajah Nanay yang selalu membuat Bubu merasa damai, langsung meluruhkan semua ‘penyakit hati’ tersebut. Berbeda dari biasanya yang tampil kalem sekaligus tenang, kini Nanay tampak sangat panik. Mumu yang terusik dengan kenyataan tersebut langsung berkata, “si Rean ngabarin, kalau Gemintang akhirnya menyesal dan ingin menikah denganku, ya?” Pertanyaan Mumu langsung membuat Nanay menggeleng geli. Lain halnya dengan Pansy yang terabaikan dan langsung terbatuk-batuk. Mumu langsung menoleh dan menatap Pansy. “Ciee … kamu pasti cemburu, ya? Karena diam-diam, ternyata kamu naksir aku?!” tudingnya. Detik itu juga, setelah sempat terkejut menatap tak percaya Mumu, Pansy langsung berlari sambil muntah-muntah. “Topcer! Hanya dari kata-kata cinta saja, aku bisa bikin perempuan ngidam!” ucap Mumu dengan bangganya. Bubu dan Nanay yang merasa terganggu atas keberadaan Mumu maupun Pansy, memilih berlalu dari sana. Lebih tepatnya, Bubu membimbing adik kesayangannya untuk masuk meninggalkan Mumu. Bahkan, saking tidak maunya diganggu, Bubu yang masih mengenakan koko panjang warna putih dijodohi sarung berwarna biru tua, sengaja mengunci pintu menuju garasi yang mereka punggungungi. “Hei, Bu. Nay … ini zona terlarang. Jangan biarkan aku hanya berdua dengan Panci, yang ada nanti aku diperkosa sama dia!” seru Mumu yang sibuk menggedor pintu. Bubu dan Nanay sempat menatap risi kenyataan tersebut. Namun, buru-buru Bubu mengalihkan perhatian Nanay, menanyakan maksud kehadiran Nanay ke garasi. Nanay menelan salivanya beberapa kali. Rasa tegang bercampur bingung yang tengah membersamainya, membuatnya sulit mengontrol diri. Sampai-sampai, Bubu yang menyimak, semakin menyikapinya dengan serius. “Mas … mbak Edel kecelakaan. Mobil yang dikendarai mbak Edel jatuh dari jalan layang!” ucap Nanay waswas. Apalagi, meski Bubu tidak pernah memiliki hubungan apalagi hubungan spesial dengan wanita, khusus kepada Edelwais, Bubu menyikapinya dengan berbeda. Lihat saja, selain langsung kebingungan, Bubu juga buru-buru membuka pintu yang mereka belakangi dan sebelumnya sempat Bubu kunci, hingga suara berisik Mumu kembali menodai pendengaran mereka. “Ada apa, sih? Ada apa?” Mumu menatap penasaran wajah Bubu berikut Nanay, silih berganti. “Mas masih pakai sarung!” ucap Nanay sambil menahan sebelah pergelangan tangan Bubu. “Mas Bubu … maaf, yah, Mas. Aku enggak bermaksud bikin Mas cemas. Tapi lihat pemberitaan sampai penuh berita kecelakaan mbak Edel, rasanya aku bakalan lebih merasa bersalah, kalau aku cuma diem,” batin Nanay. Bubu yang menjadi terdiam dan menunduk dalam seiring benaknya yang menjadi dipenuhi sosok Edelwais, refleks terpejam. “Dasar wanita bodoh! Pasti gara-gara Raga lagi! Tapi, ….” Bubu tak kuasa melanjutkan apa yang menimpa Edelwais. Mobil gadis itu terjun dari jalan layang. Mustahil Edelwais baik-baik saja. Edelwais, baik-baik saja, kan? Pikir Bubu yang tiba-tiba saja merasa sangat sesak, terlepas dari ia yang sampai gemetaran. Bersambung .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD