bc

Under His Touch ( 21+ )

book_age18+
0
FOLLOW
1K
READ
billionaire
dark
friends to lovers
dominant
drama
sweet
bxg
pack
like
intro-logo
Blurb

"Kau pikir cinta bisa menyelamatkanmu? Tidak, Sayang. Cinta adalah luka yang paling tajam."

Adrian McAllen, pewaris bungsu dari keluarga penguasa, memilih berjalan dalam bayang-bayang. Ketika takdir mempertemukannya dengan Alexandra Phillips-perempuan penuh luka yang menyembunyikan masa lalunya di balik senyuman dingin-ia memutuskan satu hal: identitasnya tak boleh terungkap.

Namun rahasia, seperti api kecil di tengah badai, tak pernah bisa bertahan lama.

Satu kejadian malam itu mengubah segalanya.

Kebenaran mulai menyeruak. Luka lama kembali menganga. Dan cinta yang tumbuh di antara dusta menjadi medan tempur antara ambisi, pengkhianatan, dan penebusan.

Saat cinta menjelma dosa, akankah mereka memilih bertahan... atau saling menghancurkan?

chap-preview
Free preview
Bab Satu: Kabut di Balik Nama McAllen
Manhattan, London. Terdengar dentuman beat musik dari speaker kamar tidur yang menyatu dengan suasana pagi yang masih berkabut. Dari kamar mandi yang dipenuhi uap, seorang pria melangkah keluar hanya dengan handuk melingkar di pinggang. Tetesan air dari rambutnya menelusuri kontur wajah tajam dan jatuh ke d**a bidang yang berhiaskan garis-garis otot sempurna. Kulit tanned, d**a bidang, dan tato hitam pekat yang melingkar dari bahu kanan ke sepanjang lengan bawah menjadi ciri khas Adrian McAllen—anak bungsu dari keluarga penguasa bisnis properti dan investasi kelas atas. Meski tidak sekuat kuasa sang Kakak, nama belakang 'McAllen' tetap saja memberi pengaruh besar ke mana pun ia melangkah. Adrian mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Ia bersiul kecil mengikuti alunan lagu yang masih bergema, lalu berjalan santai ke arah walk-in closet di ujung ruangan. Deretan jas, sweater, dan sepatu kulit tertata rapi sesuai warnanya. Sentuhan kemewahan tak pernah benar-benar disembunyikan oleh keluarga McAllen, bahkan dalam hal terkecil. Pilihannya jatuh pada kemeja putih bersih dan sweater garis-garis biru navy. Satu tampilan klasik, santai, tapi cukup rapi untuk pertemuan keluarga. Hari ini ia dijadwalkan bertemu dengan Sebastian McAllen—kakaknya yang ambisius, dominan, dan tentu saja pewaris utama bisnis keluarga. Setelah berpakaian, ia berdiri di depan cermin besar yang memantulkan wajahnya. Jenggot tipis yang baru dua minggu ia biarkan tumbuh mulai membentuk rahang dengan lebih tajam. Adrian menyentuhnya sebentar, tersenyum tipis. "Aku terlihat seperti pria dewasa sekarang," gumamnya. Bukan untuk siapa-siapa. Mungkin hanya untuk dirinya sendiri—pengingat bahwa ia harus kuat, harus tetap berjalan, meski berada di bawah bayang-bayang Sebastian. Satu semprotan cologne di leher dan pergelangan tangan, lalu ia mengambil ponsel, dompet, dan kunci mobil dari meja kecil di dekat pintu. Ia mematikan musiknya sebelum keluar kamar. Di lantai bawah, meja makan panjang sudah tertata sempurna. Pelayan rumah telah menyiapkan sarapan khas kesukaannya: bacon, telur setengah matang, dan sosis. Aroma kopi hitam pun menambah kehangatan pagi itu. Untuk sesaat, hidup terasa tenang. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Nada dering video call mengalun dari ponselnya. Tertera di layar: Mom. Adrian menghela napas kecil, lalu mengangkatnya. Ia menaruh ponsel di depan vas bunga, menyandarkannya agar berdiri. "Hai, Mom," sapanya sambil tetap memotong bacon di piring. Di layar, muncul wajah wanita paruh baya dengan senyum yang tetap menawan meski waktu sudah banyak berlalu. Elise McAllen, istri dari mendiang Maxwell McAllen dan ibu dari dua putra penuh ambisi. "Hai, sweetie! Bagaimana kabarmu di sana? Kau terlihat kurusan. Kau makan dengan baik?" tanyanya dengan ekspresi khawatir khas ibu. "Mooommm... aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah 25 tahun, kalau Mom lupa," jawab Adrian sambil tertawa kecil. "Bagi Mom, kau tetap anak kecil yang suka sembunyi di bawah piano saat dimarahi Sebastian," jawab Elise dengan nada menggoda. Adrian memutar bola matanya sambil mengalah. "Aku baik-baik saja. Hari ini aku akan bertemu Sebastian. Seperti biasa, kita akan membahas projek barunya." Nada itu terdengar menggantung. Elise tahu betul hubungan dua putranya tidak pernah benar-benar harmonis. "Jaga dirimu. Jangan terlalu terpancing emosi, ya?" ujar Elise, suaranya melembut. "Sebastian memang keras, tapi dia juga menyayangimu... dengan caranya sendiri." Adrian mengangguk pelan, meski tidak sepenuhnya percaya. Ia tahu Sebastian menyayangi hanya apa yang bisa menguntungkan dirinya—termasuk keluarga. Setelah menutup panggilan itu, Adrian berdiri dari meja makan, mengambil mantel panjang berwarna camel dan melangkah keluar apartemen. Langit London hari itu mendung. Sama seperti pikirannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Shifted Fate

read
720.3K
bc

Chosen, just to be Rejected

read
151.4K
bc

Corazón oscuro: Estefano

read
1.0M
bc

Holiday Hockey Tale: The Icebreaker's Impasse

read
158.4K
bc

The Biker's True Love: Lords Of Chaos

read
318.1K
bc

The Pack's Doctor

read
727.1K
bc

MARDİN ÇİÇEĞİ [+21]

read
830.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook