“Kau pikir aku tidak bisa membuat alasan kenapa kau harus di bunuh di negaraku?” tandasnya membuat Windy tersenyum simpul. “Apa-apaaa?” Windy menantang membuat Marvin justru semakin penasaran pada sosoknya dan hampir mengaburkan praduga tak bersalahnya terhadap Windy. Mungkin wanita ini bukan titipan siapapun… “Ka-kau!!” Marvin geram dengan mata terbelalak lebar. “Tetap saja kalau aku mati, yang rugi adalah kau. Bukan aku! Pertama kesalahanku apa? Yang kedua kau adalah pangeran yang harus meraih hati dan simpati rakyatmu..” Windy menatap kearah Marvin seolah terus memprovokasi Marvin dan ingin mencari tahu kelemahan pria itu. Memang Windy tak pernah merasa takut kepada siapapun dimanapun sekalipun dirinya telah kehilangan ingatan. Lalu Windy melanjutkan kembali kalimatnya “Dengan aibm

